Belakangan ini penerbit kita banyak disoroti. Benarkah mereka bersikap
alergi terhadap buku2 tertentu? Ini perlu kita diskusikan. Berikut
saya kutipkan kisah 'perjuangan' yang dialami buku "Janji-janji dan
Komitmen SBY-JK, Menabur Kata Menanti Bukti" sebelum berhasil
diterbitkan dan meledak di pasaran.   

Kisah ini saya kutip dengan izin dari:
http://www.geocities.com/janjisbyjk/kisah.html

Surat Dari Penulis
KISAH BIRU: ADA APA, SIH? KOK, SEMUA PADA NOLAK?

Waktu ditawarkan ke penerbit, banyak penerbit yang menolak. Saat
menulis surat pembaca ke media cetak untuk mencari mitra penerbit,
banyak media cetak bahkan takut memuat surat pembacanya. Setelah
mengalami berbagai penolakan, buku itu akhirnya berhasil diterbitkan
dan meledak di pasaran. Sekarang ia mencari mitra untuk mengadakan
acara dialog buku tersebut dengan tema "Setelah 100 Hari Pemerintahan
SBY-JK". Ada yang berani jadi penyelenggara? Lalu mengapa kisah ini
disebutnya kisah biru? Berikut kisahnya:

Duhai, Best Seller!
Buku saya "Janji-janji dan Komitmen SBY-JK, Menabur Kata Menanti
Bukti" ternyata amat laris (dari laporan yang saya terima, buku
tersebut menduduki peringkat pertama penjualan di hampir semua toko
buku terkemuka di Indonesia. ceillehh...!). Padahal, keberadaan buku
tersebut belum pernah diiklankan secara terbuka di media cetak,
televisi, atau radio manapun. Juga belum pernah diadakan acara promosi
semacam peluncuran buku atau sejenisnya sebagaimana buku-buku lainnya.

Karena penasaran, saya pun turun langsung ke lapangan untuk melakukan
survei kecil-kecilan. Beberapa toko buku di Jakarta yang sempat saya
kunjungi liburan kemarin (tentu saja saya nggak sempat mengunjungi
semua toko buku) menempatkan buku tersebut di tempat yang paling
diidam-idamkan oleh semua penulis buku "Best Seller". Bahkan di
Gramedia Matraman Jakarta, toko buku terbesar di Indonesia, buku
tesebut dengan gagahnya menduduki singgasana itu. Saya bilang
singgasana, karena buku lokal yang bisa mendapat predikat itu di toko
buku tersebut jumlahnya amatlah minim. Selain buku saya, ada juga buku
fiksi berjudul Supernova, juga buku tentang tumbuhan yang bisa
mengobati HIV (saya lupa judulnya), dan satu buku lokal lainnya (nggak
ingat judulnya dan nggak sempat baca dalamnya). Yang banyak adalah
buku-buku terjemahan (sekitar 10 judul).

Kok, Alergi?
Buat saya, predikat "best seller" amatlah luar biasa mengingat buku
tersebut belum cukup dua minggu beredar. Saya jadi teringat saat-saat
sebelum buku itu diterbitkan. Sebenarnya, sebelum selesai ditulis,
sudah ada penerbit terkemuka yang bersedia menerbitkannya (buku saya
lainnya diterbitkan oleh penerbit ini). Tapi begitu buku selesai
ditulis dan melihat isinya, mereka jadi kehilangan nyali. Mereka tak
menyangka saya bisa merekam semua janji SBY-JK dan fakta nyata dengan
begitu lengkapnya. Lagipula selama ini kan belum pernah ada di
Indonesia (bahkan di dunia) buku yang merekam dengan jelas janji-janji
seorang politikus, apalagi seorang calon Presiden dan Wakil Presiden
yang kemudian terpilih. 

Penerbit lain yang juga saya tawarkan (juga penerbit yang akan
menerbitkan buku saya lainnya) tiba-tiba tampak seperti kehilangan
nafsu. Mereka mengatakan "Oke" tapi dengan suara rendah dan ludah
tertahan di tenggorokan. Bagi saya, ini artinya mereka setuju tapi
dengan terpaksa dan tidak pasti kapan akan menerbitkannya. Saya malah
jadi kasihan pada mereka. 

Saya sendiri tak tahu mengapa orang-orang jadi pada alergi menerbitkan
buku itu. Padahal berulang-ulang saya katakan, buku ini tak punya
pretensi politik apapun. Saya bukanlah orang politik dan bukan orang
partai apapun dan manapun. Apalagi sekarang kan kita hidup di alam
demokrasi. Malah SBY-JK sendiri dalam berbagai forum berulang-ulang
meminta agar mereka dikritik. Mengapa? Ya, supaya mereka tahu sudah
sejauh mana mereka melangkah dan sudah sejauh mana mereka belum
melangkah. Kok, kita semua jadi pada takut, jadi pada banci sih? 

Buku ini bukanlah buku kritikan, tapi punya tujuan yang sama. Isinya
adalah janji dilengkapi fakta dan data di Indonesia saat mereka
mengucapkan janji. SBY-JK jika sempat membacanya pun saya yakin pasti
senang. Dengan adanya buku ini mereka akan terbantu untuk mengingat
apa-apa saja yang sudah mereka janjikan (soalnya, boss-boss kita kalau
bikin janji kan biasanya suka lupa) dan apa aja yang tidak mereka
janjikan. Jangan sampai mereka sudah bersusah memenuhi janji, rakyat
malah menganggap mereka tidak memenuhi janji karena rakyat sendiri
tidak memahami apa yang dijanjikan kepada mereka.

Berikut cuplikan obrolan saya dengan penerbit (yang berhubungan dengan
kata hati penerbit adalah imajinasi saya):
"Emang enak kalau janji-janji dibukukan?" kata hati si penerbit.
"Kalau janji asmara dibukukan, emang nggak enak. Tapi kalau janji
politik, enaklah,"jawab saya.
"Ya, nggak enak dong buat yang bikin janji. Kan bahaya! Apalagi kamu
kan bukan dari partai politik yang sedang berkuasa," kata hati si
pernerbit yang masih menggunakan cara berpikir jaman Orba.
"Ya, itu tergantung tujuan awal si pembuat janji," kata saya nggak mau
kalah, "Kalau dari awal tujuannya adalah memenuhi janji, ya pasti
enaklah. Tapi kalau tujuannya nggak memenuhi janji, ya nggak enaklah."
"Hmmm...enaknya di kamu, tapi bahaya di saya. Kalau buku proyek dari
Bank Dunia saya mau deh. Enaknya di saya, dan ruginya di kamu dan
rakyat. Hehehe..." timpal hati penerbit. Ia kemudian cuma diam dan
hanya bisa mengangguk dengan tatapan kosong entah apa yang sedang dia
pikirkan.

Wah, jadi kayak cerpen. Tapi selanjutnya, setelah itu saya berpikir
untuk menerbitkannya sendiri. Kenapa tidak? Selama ini saya sudah
menulis dan menerbitkan sendiri 41 (empat puluh satu) judul buku
direktori bisnis, dan 3 judul buku musik (ini hobi sampingan saya).
Dan semuanya laku dijual bahkan di pasar luar negeri. Tapi setelah
saya instropeksi diri (ceilehhh..!), saya ternyata belum berpengalaman
dalam menerbitkan buku untuk dikonsumsi masyarakat umum. Dengan kata
lain, saya belum begitu menguasai jalur-jalur pemasaran di dalam
negeri. Ya, mau tidak mau saya harus mencari penerbit lain.

Bejibun SMS & Telepon
Maka mulailah saya berjuang dengan mengirimkan penawaran melalui faks
dan email ke berbagai penerbit. Dari 10 penerbit, hanya dua yang
antusias dan bersedia langsung menerbitkannya dalam waktu dekat, tiga
akan pikir-pikir dulu, sementara sisanya bahkan untuk menjawab saja
nggak berani. Tapi saya belum langsung menjawab karena sebelumnya saya
sudah terlanjur mengirim surat pembaca ke beberapa media cetak. Di
sini juga saya tak habis pikir. Dari sembilan surat pembaca yang saya
kirim untuk mencari mitra penerbit buku tersebut, hanya dua yang
berani memuatnya. Yakni, Tabloid Kontan dan Harian Bisnis Indonesia,
dua media yang menjadi favorit saya selama ini.

Begitu surat pembaca dimuat, saya menerima bejibun telepon dan SMS
dari pembaca (maklum, dalam surat pembaca saya sertakan nomor hape
saya). Semuanya berisi dukungan dan kesediaan untuk menerbitkan.
Bahkan ada yang langsung berniat membeli hak cipta buku tersebut
dengan angka berapa saja, tapi bukan untuk diterbitkan melainkan untuk
dimusnahkan (hehehe...yang ini mungkin dari kelompok atau partai
tertentu).

Hanya butuh dua hari, saya akhirnya berhasil memilih satu penerbit
yang saya anggap track record-nya selama ini sangat baik. Yakni,
Penerbit Media Pressindo Yogyakarta. Dan benar sesuai janji, hanya
sekitar 2 minggu kemudian buku tersebut sudah beredar di pasaran.
Sungguh luar biasa.

Nah, sekarang saya tantang Anda. Setelah buku tersebut sukses di
pasaran, saya mencari siapa saja baik perorangan maupun kelompok atau
organisasi yang bersedia atau lebih tepat yang "berani" untuk menjadi
penyelenggara diskusi atau dialog mengenai buku tersebut, baik di
Jakarta maupun luar Jakarta. Tentu saja dengan menghadirkan pembicara
terkenal di negeri ini. Temanya, terserah penyelenggara. Misalnya,
"Evaluasi Janji SBY-JK Setelah 100 hari Pemerintahan" (barusan saya
diminta nulis oleh Jurnal Madani PB HMI dengan tema sejenis) atau
"janji di Sana, Janji di Sini. Akhirnya ditagih Sana Sini"
(hehehehe...). Ada yang berani? Kalau ada, Anda bisa mengontak saya di
email: [EMAIL PROTECTED] 

O,ya, kisah ini saya sebut kisah biru karena waktu menulisnya saya
menggunakan kacamata dengan lensa biru penahan terik matahari.
Huruf-huruf yang tampak semuanya jadi biru. Bener, deh. Kalau nggak
percaya, coba deh buktikan. Kalau Anda membacanya sambil menggunakan
kacamata berlensa ungu, Anda bisa merubah judulnya menjadi Kisah Ungu.
Terserah...suka-suka Anda-lah ! Ini kan jamannya perubahan! 

Salam,

Rudy S. Pontoh
Penulis Buku Janji-janji dan Komitmen SBY-JK
=========================
Demikianlah saya kutipkan. Bagaimana menurut Anda?





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
What would our lives be like without music, dance, and theater?
Donate or volunteer in the arts today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/pkgkPB/SOnJAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke