http://www.kompas.com/kompas-cetak/0501/24/opini/1511860.htm

 Senin, 24 Januari 2005 

Militer Asing di Aceh

Oleh F Djoko Poerwoko

DALAM naskah Proklamasi yang dikumandangkan Bung Karno dan Bung Hatta 17 
Agustus 1945, terkutip kata-kata, ". Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan 
dan lain-lain dilaksanakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang 
sesingkatsingkatnya." Tempo sesingkat-singkatnya dapat diterjemahkan, satu 
hari, satu bulan, bahkan satu tahun, mungkin satu abad. Yang jelas, hingga 
1950, pemindahan kekuasaan belum dapat dijalankan semua.

Masalah waktu menjadi penting ketika kita mempunyai target dalam menyelesaikan 
tugas. Dalam dunia penerbangan, dikenal dua waktu, yaitu waktu setempat (local 
time) dan waktu jalan (progress time). Maka, dalam dunia penerbangan (dan 
militer) dikenal istilah Jam J-1, artinya, satu jam sebelum jam yang ditentukan 
atau H-1, berarti satu hari sebelum hari yang ditentukan. Begitu pula dalam 
menentukan kapan seharusnya pasukan asing meninggalkan Aceh setelah melakukan 
operasi bakti pascabencana tsunami. Alasannya, bila hal ini tidak ditentukan, 
banyak terjemahan lain yang lahir dan akhirnya akan merepotkan kita sebagai 
penguasa tunggal daerah Aceh.

Dalam "kesemrawutan" penanganan pasukan asing, sebagai negara berdaulat penuh 
atas Aceh, kita dapat mengupayakan cara hukum yang baku, yaitu memberlakukan 
praktik Internasional yang dikenal dengan SOFA (Status Of Force Agreement) 
terhadap semua kekuatan militer asing yang beroperasi di Aceh.

Yang jelas, kedatangan pasukan asing atas permintaan dan sepengetahuan kita. 
Kedatangan atas permintaan juga harus diikuti kepergian atas permintaan. Maka, 
memberlakukan SOFA merupakan keputusan tepat.

Terpetik berita, masa tugas pasukan militer asing di Aceh hanya dibatasi hingga 
26 Maret 2005. Ini pun masih tentatif karena belum ada kejelasan atau ketetapan 
hukum mengikat. Berkaitan dengan kekuatan pasukan asing yang notabene mempunyai 
prosedur baku mestinya batasan ini tertuang dalam satu kesepakatan yang 
diketahui bersama.

Masih ada waktu

Berdasarkan General Rule of International Law, SOFA dapat dipakai sebagai 
praktik hukum yang mengikat karena kesepakatan ini mengatur aktivitas militer 
di satu negara dalam kondisi tidak perang. Kondisi ini dapat diterjemahkan 
dalam rangka latihan bersama, kunjungan, atau membantu kegiatan di luar 
kepentingan militer, tetapi menggunakan peralatan dan personel militer.

Secara umum SOFA mengatur masalah yuridiksi, yaitu yuridiksi eksklusif negara 
pengirim (sending state), yuridiksi negara penerima (receiver state/host), 
serta pengatur bersama yuridiksi antarnegara mengirim dan penerima. Atau secara 
singkat dapat dikatakan, SOFA mengatur hak dan kewajiban termasuk akses ke 
negara penerima dan pengirim dalam koridor bidang hukum.

Dalam menyusun SOFA yang umum dikonsep negara penerima ditentukan selain jumlah 
pasukan yang terlibat, pengaturan klaim asuransi, penggunaan senjata api, dan 
pakaian seragam hingga pembentukan komisi bersama serta kapan berakhirnya 
kegiatan militer ini atau terminate of duration yang juga ditulis secara jelas. 
Jadi, secara umum dalam SOFA semua kesepakatan dibuat demi keuntungan negara 
penerima atau pengirim sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Waktu menjadi amat penting manakala sebagai receiver state, kita sudah merasa 
mampu merehabilitasi kerusakan di Aceh dan merasa perlu mempersilakan pasukan 
asing meninggalkan Aceh. Cara mempersilakan pasukan asing meninggalkan Aceh 
tidak dapat dilakukan dengan keputusan sepihak, misalnya dengan pengumuman, 
imbauan, mengirim nota, atau dengan memperlakukan keputusan presiden karena 
produk hukum ini hanya dikenal di Indonesia.

Kini wilayah Aceh seperti suatu daerah khusus di mana hukum internasional telah 
diberlakukan di sana meski secara yuridis tetap masuk NKRI. Contoh nyata, untuk 
masuk Aceh, kini tidak diperlukan visa, barang masuk bebas pajak, dan flight 
clearance bagi pesawat yang membawa bantuan. Tampaknya hanya otoritas 
penerbangan yang memperlakukan "kebebasan" hingga 30 Januari 2005 seperti 
tercantum pada NOTAM A-0013/WIIZ selain menunjuk dengan jelas batas waktu batas 
wilayah pun dicantumkan dalam Notam dimaksud.

Pemberlakuan Notam dan telah dipublikasikan ke seluruh dunia ini mempermudah 
pelaksanaan bantuan kemanusiaan, terbukti dengan banyaknya pesawat asing yang 
membantu dengan mengerahkan armada pesawatnya untuk beroperasi di Aceh. 
Otoritas penerbangan hingga kini telah mengeluarkan Notam lebih dari selusin 
selama bencana guna mengatur lalu lintas di Aceh agar tertib dan terpantau 
jelas. Mulai larangan untuk refuel di Banda Aceh bagi jenis pesawat tertentu 
hingga informasi keterbatasan tempat parkir juga dimaklumkan ke seluruh dunia 
lewat Notam. Semua itu dipahami dan diikuti.

Seyogianya, SOFA segera diberlakukan, dapat dibuat secara kolektif atau 
bilateral dengan tiap pasukan asing yang beroperasi dalam misi kemanusiaan di 
Aceh. Sending state selalu menanyakan batas waktu ini karena menyangkut 
perencanaan bidang logistik, kebebasan untuk beroperasi di satu wilayah, hingga 
kewenangan membela diri bila ada kekuatan lain yang mengganggu. Dari SOFA, akan 
terlihat jelas kapan mereka dipersilakan meninggalkan Aceh, dengan kesadaran 
sendiri dan sesuai perencanaan karena akan menghormati SOFA yang notabene telah 
ditandatangani sendiri.

Memang tidak mudah memberlakukan SOFA. Selain Indonesia belum berpengalaman, 
juga memerlukan kehadiran pejabat tingi negara dalam merumuskannya karena ini 
merupakan policy pimpinan, bukan komandan di lapangan yang mempunyai wewenang 
bernegosiasi. Memerhatikan UU No 24/2000 tentang Perjanjian Internasional, 
masalahnya lebih rumit kerena melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat dalam 
pembahasan. Namun, niat baik pasukan asing itu perlu disambut. Dengan kesadaran 
sendiri, mereka pun akan meninggalkan Aceh karena masa baktinya telah berakhir.

Suatu saat nanti, kita akan temui banyak prajurit asing memakai pita tanda jasa 
karena pernah bertugas di Aceh pasca- tsunami. Betapa bangganya bangsa 
Indonesia memberi pita itu. Pertanyaannya, apakah kita sudah membuat rancangan, 
baik bentuk, cara penyampaian, maupun aturan pemakaiannya?

F Djoko Poerwoko Marsekal Muda TNI; Penerbang Uji Pesawat Tempur


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Has someone you know been affected by illness or disease?
Network for Good is THE place to support health awareness efforts!
http://us.click.yahoo.com/rkgkPB/UOnJAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to