http://www.suarapembaruan.com/News/2005/01/24/index.html

 SUARA PEMBARUAN DAILY
Badai Tsunami Melanda PDI-P?

Denny JA

PA yang akan terjadi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada 
pemilu 2009 kelak? Akankah PDI-P mengulangi suksesnya seperti yang terjadi di 
tahun 1999? Sampai saat ini PDI-P adalah satu-satunya partai yang mampu 
menembus dukungan di atas 30% dalam semua pemilu demokratis Indonesia.

Ataukah PDI-P di tahun 2009 akan menjelma menjadi partai gurem? Semua pesona 
PDI-P segera hilang bersama dengan bergantinya generasi pemilih di Indonesia. 
Segmen masyarakat nasionalis, misalnya, lebih memilih Partai Golkar atau Partai 
Demokrat. Jika ini terjadi, badai tsunami kembali datang di Indonesia namun 
tidak lagi melanda Aceh, tapi PDI-P.

Pertanyaan di atas menjadi perhatian tak hanya kalangan PDI-P sendiri. Para 
politisi di luar PDI-P, pengamat, akademisi, dan publik luas juga cukup peduli 
dengan masa depan PDI-P. Pemilu 2004 baru lalu memang sudah menjadi hakim yang 
sangat kejam bagi PDI-P. Tanpa inovasi yang agak radikal, pemilu 2009 dapat 
menjadi hakim yang jauh lebih kejam lagi bagi partai ini.

Dibandingkan dengan semua partai lain, memang PDI-P yang paling menderita 
kekalahan pada pemilu 2004. Di parlemen, suara PDI-P merosot hampir separuh. 
Sedangkan pada pemilu presiden, Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDI-P, juga 
dikalahkan secara cukup telak.

Tidak heran jika kemudian muncul riak-riak internal. Sebagian tokoh bersatu 
mendeklarasikan gerakan pembaruan partai. Arifin Panigoro, Sophan Sophian, Roy 
BB Janis, Laksamana Sukardi, di kubu lain Kwik Kian Gie, mengembangkan wacana 
yang sama untuk pembaruan partai.. 

Target pembaruan itu juga cukup beragam. Sebagian mengarahkannya hanya kepada 
the gang of three, lapis kedua partai di luar Megawati Soekarnoputri. Sebagian 
mengarahkannya kepada Megawati sendiri bersama Taufiq Kiemas. Namun sebagian 
lebih ingin merubah prinsip hak prerogatif ketua umum partai yang membuat PDI-P 
tumbuh layaknya sebuah PT dengan pemilik saham tunggal.

Persoalannya, seberapa kuat gerakan pembaruan internal PDI-P itu dari segi 
gagasan, opini publik dan pendukung di grass-root PDI-P sendiri?


Gagasan

Dari sisi gagasan, gerakan perubahan PDI-P itu memang sedang berada dalam 
puncak momentum. Di semua negara demokrasi yang sudah matang, pergantian 
pimpinan partai sudah menjadi fatsun politik. Sebuah partai yang berkuasa, yang 
kemudian dikalahkan dalam pemilu demokratis, secara otomatis akan mengganti 
pimpinannya. Tanpa diminta, sang ketua umum sudah mengumumkan untuk 
mengundurkan diri di minggu pertama kekalahannya.

Tentu fatsun politik itu tidak lahir begitu saja, tapi buah dari tradisi yang 
terjadi terus menerus. Komunitas partai itu mengerti sepenuhnya bahwa pemilu 
adalah evaluasi paling tinggi dari rakyat pemilih atas kinerja partai. Penguasa 
tertinggi sistem demokrasi bukan ketua umum partai tapi rakyat pemilih. Jika 
memang di partai itu dapat dianalogikan sebagai PT, pemilik saham partai itu 
bukan ketua umumnya, tapi rakyat pemilih itu sendiri.

Rakyat banyak yang membuat sebuah partai menjadi besar. Rakyat banyak pula yang 
membuat partai menjadi kecil kembali. Namun tentu saja rakyat itu hanya 
merespon kinerja partai. Ketika partai itu menjadi partai penguasa karena ketua 
umumnya menjadi presiden atau perdana menteri, kinerja sang ketua umum itu yang 
menjadi sumber penilaian.

Kalahnya PDI-P pada pemilu parlemen dan pemilu presiden memang tak bisa 
diterjemahkan lagi di luar penolakan rakyat atas kinerja partai itu. Ketua umum 
partai itu, siapapun yang sedang menjabat, segera menjadi orang pertama yang 
harus bertanggung jawab. Secara etika politik, ketua umum mengambil inisiatif 
untuk mundur. Di negara demokrasi yang modern, mundurnya ketua umum partai 
berkuasa yang kalah adalah simbol dari pertangungjawaban publik dan etika 
ketertundukan partai kepada rakyat pemilih.

Di sisi lain, mundurnya ketua umum memang menjadi langkah terapi paling cepat 
untuk mendapat dukungan rakyat kembali. Setelah dikalahkan partai harus bangkit 
kembali. 


Setelah ditolak rakyat, partai harus kembali berbenah untuk merespon situasi 
yang baru. Partai dengan segera menyajikan menu yang baru agar didukung 
kembali. Di samping menyajikan program baru, partai juga menawarkan ketua 
umumnya yang baru.

Mundurnya ketua umum juga menjadi mekanisme yang paling cepat dan efektif bagi 
konsolidasi partai. Moralitas dan spirit komunitas inti partai yang sempat 
jatuh ketika dikalahkan, jauh lebih mudah dipompakan kembali jika ketua umum 
partai itu tokoh yang baru. 


Sentimen Publik

Dilihat dari sentimen publik, gagasan pembaruan di PDI-P itu juga cukup 
bergema. Setelah presiden baru terpilih, sekali lagi LSI melakukan survei di 
bulan November 2004. Salah satu yang digali melalui survei itu adalah isu 
mengenai apakah sentimen publik atas partai berubah setelah berubahnya presiden 
RI.

Hasil survei, Partai Golkar tetap berada pada urutan teratas. Namun yang 
kemudian mengikuti di belakangnya adalah Partai Demokrat. Naiknya SBY menjadi 
presiden ternyata diikuti oleh semakin populernya Partai Demokrat yang menjadi 
sponsor utama SBY. Pada posisi ketiga dan keempat, PDI-P bersaing ketat dengan 
PKS. Sekali lagi, PDI-P merosot ke ranking ketiga, bahkan nyaris keempat.

Namun yang memiliki hak suara di PDI-P bukanlah para pengamat, akademisi 
ataupun rakyat banyak. Siapa yang akan menjadi ketua umum PDI-P secara legal 
formal ada di tangan ketua umumnya sendiri dan pimpinan lokal partai di daerah. 
Jika ketua umumya menolak mundur dan mencalonkan diri kembali, tak ada yang 
boleh melarangnya. Sejauh tak ada hambatan dalam AD/ART partai, mencalonkan 
diri kembali sebagai ketua umum adalah bagian dari hak demokratis yang memang 
harus dihormati.

Megawati dan pendukungnya boleh jadi memiliki perspektif sendiri mengenai sebab 
musabab kekalahan partai dan terapinya. Bagi mereka mungkin kesalahan bukan 
pada ketua umum, tapi elite PDI-P sendiri baik di DPR, DPRD ataupun yang 
menjadi tokoh masyarakat. Para elite itu yang dianggap merusak citra PDI-P 
sebagai partai wong cilik dan partai yang bersih. 

Sangat mungkin pula pendukung Megawati beranggapan bahwa Megawati hanya korban 
dari politik elite PDI-P. Bahkan mereka percaya bahwa Megawati adalah jimat 
partai. Tanpa Megawati, PDI-P segera pudar dan terpecah belah. Jika yang 
percaya perspektif di atas adalah mayoritas pimpinan lokal PDI-P yang memiliki 
hak suara, Megawati segera terpilih kembali.

Gerakan perubahan PDI-P sungguhpun kuat secara gagasan dan opini publik, 
agaknya masih lemah di tingkat grass-root yang memiliki hak suara di Munas. 
Waktu dua bulan menjelang Munas segera menjadi pertarungan internal yang 
menentukan masa depan PDI-P. 

Dalam dua bulan ke depan, akankah gagasan perubahan itu meluas dan bergema juga 
di kalangan grass-root PDI-P? Atau sebaliknya, pendukung Megawati semakin mampu 
mengisolasikan gagasan perubahan itu sehingga hanya beredar di segelintir elite 
PDI-P ibukota saja. 


Last modified: 24/1/05 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
What would our lives be like without music, dance, and theater?
Donate or volunteer in the arts today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/pkgkPB/SOnJAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to