http://www.kompas.com/kompas-cetak/0501/25/daerah/1515285.htm Selasa, 25 Januari 2005
Harga Bahan Pokok di Simeulue Makin Mencekik Simeulue, Kompas - Kehidupan Masyarakat di wilayah Kabupaten Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam, kini betul-betul sudah makin sulit dan kian terjepit. Selain terus dihantui bakal munculnya gelombang tsunami susulan, warga di kabupaten itu terus tersiksa karena harga berbagai bahan makanan dan bahan bakar minyak yang semakin mencekik akhir-akhir ini. Puluhan warga yang ditemui Kompas di sejumlah tempat pengungsian di kaki-kaki perbukitan di Simeulue, akhir pekan lalu, menyatakan nasib mereka sekarang persis seperti jatuh ditimpa tangga pula. Sebab, pada saat ribuan jiwa sudah kehilangan keluarga dan harta benda karena gempa bumi dan tsunami, kehidupan masyarakat setempat pun sekarang makin parah karena berbagai bahan pokok kian sulit di dapat. "Di tangan para pedagang, sekarang memang masih ada persediaan bahan pokok, seperti beras, gula, dan bahan bakar minyak. Akan tetapi, karena pasokan tersendat akibat belum lancarnya jaringan transportasi, maka semakin hari stok bahan kebutuhan di sini terus menipis. Pada saat bersamaan, bahkan berbagai harga kebutuhan terus mencekik, sangat jauh dari daya beli masyarakat di sini yang tengah dilanda musibah," tutur Baruddin dan Hasni, warga Simeulue yang ditemui tengah mengungsi di perbukitan desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, sekitar 24 kilometer arah timur Kota Sinabang, ibu kota Kabupaten Simeulue akhir pekan lalu. Dijelaskan, sekarang hampir semua bahan pokok harganya semakin tidak keruan. Gula pasir yang semula Rp 9.000 per kilogram (kg), sepekan belakangan justru dijual dengan harga Rp 10.000 per kg. Beras yang biasanya Rp 6.000 per kg sekarang malah dijual para pedagang Rp 7.500 per kg. Tidak saja bahan makanan, harga bahan bakar minyak (BBM) pun di Simeulue sekarang terus menggila. Minyak tanah yang semula dijual Rp 2.000 per liter, sekarang rata-rata dijual dengan harga Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per liter. Bensin yang biasanya Rp 5.000 per liter, sekarang malah dijual eceran oleh para pedagang dengan harga Rp 5.500 hingga Rp 6.000 per liter. "Soal harga BBM yang selalu di atas harga patokan pemerintah, bagi warga Simeulue itu sudah dari dulu menjadi sesuatu yang biasa. Akan tetapi, dalam situasi dan kondisi sulit seperti sekarang gejolak harga BBM ini pasti dirasakan sangat menyiksa. Sudah bencana tsunami membuat warga kehilangan harta benda, pada saat bersamaan kini malah harga BBM terus menggila," ujar Baruddin. Kehidupan masih lumpuh Berdasarkan pantauan pekan lalu, sebulan setelah gempa bumi dan gelombang tsunami menghantam sejumlah kawasan permukiman di Kabupaten Simeulue, ribuan orang kini tampak masih bertahan, mengungsi di sejumlah perbukitan di daerah itu. Kawasan perbukitan yang masih dihuni warga antara lain terlihat di pinggiran Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, di Dusun Sibao, Kecamatan Simeulue Timur, dan tujuh desa di Kecamatan Alafan. Camat Alafan Ali Hasmi yang ditemui di Sinabang malah menyatakan, di wilayah ini sekitar 4.000 warga dari tujuh desa di Alafan hingga kini masih tinggal di pengungsian di lereng gunung. Ribuan warga ini belum berani turun ke permukiman karena di masyarakat setempat berkembang isu bakal adanya gempa bumi dan tsunami susulan. Wilayah Kecamatan Alafan merupakan wilayah terparah yang diterjang tsunami karena dari delapan desa di sana, tujuh desa rusak parah karena gelombang dahsyat tersebut. Menurut keterangan, ribuan warga yang mengungsi sejak sebulan belakangan, memang masih rutin menerima bantuan bahan makanan. Misalnya, beras tiap satu keluarga mendapat satu bambu seminggu (satu bambu setara 1,2 kg beras), mi instan lima bungkus, gula seperempat kilogram dan lain-lain. Hanya saja, warga tetap khawatir tentang hidup mereka ke depan karena pada waktunya bahan bantuan yang selama ini dipasok akan dihentikan. "Masa depan kami sekarang betul-betul masih kabur. Sebab, hingga kini kami masih tinggal di gubuk-gubuk pengungsian darurat di lereng-lereng bukit. Jangankan untuk melaut, kembali ke permukiman yang berjarak sekitar setengah kilometer dari pantai pun sekarang sebagian besar warga masih dihantui ketakutan," tutur Amnah, warga Dusun Sibao, Kecamatan Simeulue Timur. Data terakhir Pemkab Simeulue menyebutkan, rumah penduduk yang lenyap diterjang tsunami dan gempa tercatat 1.625 unit, rumah yang rusak 10.385 unit, sekitar 3.793 unit di antaranya rusak berat. Hingga minggu keempat pascatsunami, warga yang mengungsi di Simeulue tercatat sekitar 21.469 orang. (zul) +++ : http://www.kompas.com/kompas-cetak/0501/25/daerah/1520415.htm Selasa, 25 Januari 2005 Biasalah di Simeulue, Harga Bensin Rp 5.000... Apa reaksi masyarakat di Kabupaten Simeulue terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak? Jawabannya, mungkin pasrah, cuek, dan tidak mau ambil pusing. Sebab, bagi warga di sana soal penetapan harga bahan bakar minyak bukanlah menjadi otoritas pemerintah, akan tetapi sepenuhnya ditetapkan oleh distributor minyak.< distributor oleh ditetapkan sepenuhnya tetapi akan pemerintah, otoritas menjadi bukanlah minyak bakar bahan harga penetapan soal sana di warga bagi Sebab, pusing. ambil mau tidak dan cuek, pasrah, mungkin Jawabannya, minyak? menaikkan yang pemerintah kebijakan terhadap Simeulue Kabupaten masyarakat> Tidak perlu diperdebatkan, kenapa otoritas pemerintah dalam menetapkan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak berlaku di Simeulue. Juga tidak perlu pula dipertanyakan, apakah Pulau dan Kabupaten Simeulue itu masih berada di wilayah Republik Indonesia atau bukan. Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi barangkali adalah adanya kenyataan pahit yang dialami ribuan warga Simeulue secara turun temurun sejak dulu. Yakni, pemberlakuan harga BBM di Simeulue yang hanya semaunya dan sekehendak hati pedagang. Tidak peduli, apakah harga BBM misalnya minyak tanah, bensin atau solar itu jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) atau sekian kali lipat di atas harga patokan pemerintah. Tak percaya? Datang dan tengoklah sekarang ke Simeulue. Untuk harga minyak tanah misalnya, meski HET ditetapkan pemerintah hanya Rp 1.250 per liter, di tingkat eceran harga minyak lampu ini sekarang malah dijual pedagang dengan harga Rp 2.500 per liter atau dua kali lipat dari harga resmi. Begitu pula harga bensin (premium) yang resminya Rp 1.810 per liter, di seantaro Simeulue sekarang harga eceran bensin ini paling murah Rp 5.000 per liter. Begitu pula minyak solar, sekarang rata-rata dijual pedagang dengan harga Rp 3.500 per liter. "Ketika masyarakat dan mahasiswa ribut-ribut memprotes kenaikan BBM beberapa waktu lalu, kami warga Simeulue malah menanggapi dengan sinis. Sebab, orang-orang di pusat tampak sudah begitu marah dengan naiknya BBM hanya beberapa ratus perak saja. Sementara, ketika warga Simeulue bertahun-tahun membeli bensin seharga Rp 5.000 per liter, ternyata tidak seorang pun yang mau memperjuangkan dan menyuarakan ke pemerintah pusat," tutur Nurjaman dan Darwisyah, dua warga desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, salah satu desa yang hancur karena dihantam gempa bumi dan gelombang tsunami pada 26 Desember silam. Komentar sinis dua warga Simeulue itu tampak lebih pada perasaan skeptis terhadap kenyataan pahit yang mereka rasakan sejak dulu. Karena meski sudah merdeka 60 tahun, dan menjadi bagian yang utuh Indonesia, tepatnya berada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, ternyata salah satu kebijakan ekonomi nasional yang amat strategis, yakni dalam hal penetapan harga BBM, sama sekali tidak pernah menyentuh kehidupan warga di sini. Kebijakan pemerintah dalam hal penetapan HET minyak tanah misalnya, bagi masyarakat Simeulue itu tidak lebih dari sekadar jargon yang sangat usang dan angin lalu saja. Ketentuan pemerintah soal BBM di Simeulue memang seperti ibarat macan ompong. Sejak bertahun-tahun di sini yang menentukan harga minyak bukan pemerintah, tetapi makelar dan distributor minyak. Masyarakat Simeulue tidak berdaya menghadapi tekanan pedagang, karena mereka memiliki segala-galanya, mulai uang, angkutan, hingga tangki timbun BBM. "Pernah masyarakat protes, namun akibatnya makin runyam, sebab distributor minyak tiba-tiba menghentikan pasokan minyak ke Simeulue. Waktu itu, semuanya menjerit karena berbagai harga yang lain ikut terdongkrak," ujar Yusri Muhammad, warga Sinabang. Sadar akan ketidakberdayaan itu, masyarakat Simeulue pun kini tampaknya lebih memilih pasrah. Mereka menerima apa adanya, berapa pun harga BBM yang dijual pedagang. "Orang luar pasti terkejut kalau datang ke Simeulue harus membeli bensin dengan harga Rp 5.000 atau beli minyak tanah Rp 2.500 per liter. Harga minyak segitu bukan sekarang saja, tetapi sudah dipatok para pedagang minyak sejak dua tahun belakangan," kata Fahruddin, seorang nelayan di desa Salur, Kecamatan Teufah Barat. KABUPATEN Simeulue terletak di pantai barat Nanggroe Aceh Darussalam, dengan luas wilayah sekitar 198.021 hektare. Jumlah penduduk kabupaten ini tercatat 78.128 jiwa, tersebar di 135 desa yang mendiami bentangan pulau sepanjang 102 kilometer x 20 kilometer. Sebagai wilayah kabupaten yang berada di Samudera Hindia, jaringan transportasi ke Simeulue selama ini hanya mengandalkan transportasi laut, dengan pelabuhan lautnya berada di Sinabang, ibu kota Kabupaten Simeulue. Selain kapal feri dari Meulaboh dan pascatsunami beralih via Singkil dengan jadwal sekali seminggu, kawasan itu bisa dicapai dengan penerbangan perintis dari Medan ke Bandar Udara Lasikin, Simeulue. Jadwal tetapnya tiga kali seminggu, namun ini sepenuhnya tergantung cuaca dan banyaknya penumpang. Karena jaringan transportasi ke Simeulue sangat terbatas, maka pasokan bahan pokok termasuk BBM ke sana pun sangat tergantung dengan ada dan tidaknya angkutan itu. Apalagi, semua bahan kebutuhan masyarakat Simeulue dipasok dari luar, mulai dari bahan pangan seperti beras, hingga gula, BBM, sampai minyak goreng. Bisa dibayangkan, kalau dalam seminggu tidak ada kapal yang masuk ke Sinabang, praktis warga Simeulue terancam paceklik. Tidak saja paceklik pangan, tetapi juga paceklik BBM. Kalau begitu, biasalah harga bensin di Simeulue hanya Rp 5.000 kok. (ahmad zulkani) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> In low income neighborhoods, 84% do not own computers. At Network for Good, help bridge the Digital Divide! http://us.click.yahoo.com/S.QlOD/3MnJAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/