(Tulisan ini juga disajikan dalam website
http://perso.club-internet.fr/kontak/ ) IBRAHIM ISA dari BIJLMER ======================== Sabtu, 26 Februari 2005. “AYIK” Umar Said & “PERJALANAN HIDUPNYA” Sebelum terbit saya sudah mendengar dari Jusuf Isak, ketika beliau ke Paris Oktober tahun lalu, -- bahwa buku Umar Said, “PERJALANAN HIDUP SAYA”, kata pengantarnya ditulis oleh Haji Rosihan Anwar. Ini suatu surprise bagi saya. Kok, --- Haji Rosihan Anwar mau memberikan kata pengantar untuk sebuah buku yang ditulis oleh Umar Said. Ini suatu keistimewaan. Jangan salah duga, bukan keistimewaan Haji Rosihan Anwar, tetapi keistimewaan buku UMAR SAID. Buku itu punya daya tarik sedemikian rupa, sehingga seorang seperti Haji Rosihan Anwar, yang sampai sekarang masih menentang Bung Karno dan politiknya, menentang golongan Kiri yang merupakan pendukung paling kuat dan besar politik Bung Karno, -- Haji yang sangat menentang PKI, --- tokh sempat tergerak fikirannya, untuk menyetujui permintaan menulis sebuah kata pengantar untuk buku orang Kiri. Sedangkan Haji Rosihan Anwar, siapa tidak tahu, beliau itu dikenal sebagai orang yang anti-Kiri, yang Kanan, yang paling tidak punya simpati dengan gerakan separatis PRII/Permesta yang dibiayai dan dipersenjatai oleh CIA, yang tulisannya begitu dihargainya oleh Barat, sehingga sesekali dimuat oleh mingguan seperti Far Eastern Economic Review. Sesudah membaca kata pengantar Haji Rosihan Anwar, ada dua kesan saya. Haji Rosihan Anwar memastikan bahwa UMAR SAID itu PKI. Dengan mengutip J.F. Kennedy mengingatkan orang jangan lupa bahwa Umar Said itu PKI. Kedua, Umar Said, sebagai PKI harus mempertanggung-jawabkan masa lampaunya. Umar Said, menurut Haji Rosihan Anwar, harus menjalankan “usaha pembersihan jiwa, suatu katharsis”. Nanti dulu! Sesudah membaca buku Umar Said, terutama dengan mengenalnya dari dekat (sekali) sebagai seorang pejuang yang konsisten, jujur dan sederhana sekali -- fikir saya: Kalau benar Umar Said itu Komunis, -- SO WHAT! Malah, ---- kalau begitu memang hebat sekali orang Komunis itu. Patut belajar dari orang Komunis! Sesungguhnya, kalau orang mau belajar dari sejarah perjuangan rakyat Indonesia, tidak bisa menutup mata bahwa, ---- sebagaimana halnya banyak orang nasionalis, orang Islam, orang Kristen, penganut Budhis, pemeluk agama Hindu Bali, juga yang atheis --- cukup banyak, bahkan banyak sekali orang Komunis yang memang hebat, yang patrotik, yang penuh pengabdian dan pengorbanan demi cita-cita kemerdekaan nasional Indonesia dan pembebasan rakyat dari penghisapan serta kemelaratan. Yang membuat buku PERJALANAN HIDUP SAYA, menjadi lebih menarik dan istimewa ialah kata penutup yang ditulis oleh sahabat akrab Ayik, yaitu JUSUF ISAK. Berjudul “EPILOG: Masyarakat Sosialis Indonesia. Saya tidak bermaksud berkomentar panjang hanya ingin (karena menganggapnya tepat) mengutip apa yang Jusuf Isak tulis, pada akhir Epilog-nya, sbb: “Uraian panjang lebar mulai dari eifikasi sampai ke Soebadio ini seakan sudah melantur jauh dari topik pembahasan buku Umar Said. Sama sekali tidak! Uraian berpanjang-panjang ini justru diperlukan untuk menghadapi buku Umar Said, si komunis, si crypto-komunis, entah apa saja lagi pangkatnya. Silakan bebas mengalungkan label di leher orang lain (demokrasi) , yang paling tahu tentang seseorang tentulah yang bersangkutan – dan yang terpenting biar pembaca sendiri menarik kesimpulan. Konsekwensinya: Umar Said, atau siapa pun, anggota PKI, anggota PSI, anggota Masyumi, anggota Murba, PNI Marhaen, pendeknya siapa pun tanpa kecuali tidak harus dan tidak perlu mempertanggung-jawabkan kayakinan politik masing-amsing. Selama masih berada di wilayah keyakinan, mau berpegang teguh pada keyakinan masing-masing adalah hak asasi manusia paling sah, kecuali bila sudah melempar-lempar bom. Itu pun pertanggung-jawabnya mutlak harus lewat prosedur pengadilan tak berpihak, sama sekali tidak bisa dibenarkan dilakukan di luar hukum- cuma menuding dengan telunjuk jari atau mengalungkan label di leher.” Siapa tidak kenal Umar Said, terutama sejak ia “kelayaban” di luar negeri. Dari tulisan-tulisannya di internet, maupun dari kegiatannya selama mengelola dan memimpin RESTORAN INDONESIA PARIS. Kegiatan Restoran Indonesia yang dipimpinnya itu, dengan aktif, teratur dan sungguh-sungguh, mempromosikan budaya dan negeri Indonesia. Maka oleh banyak orang, termasuk Prof. Dr Arief Budiman, -- yang dulunya salah seorang tokoh “GENERASI 1966” itu ----, kegiatan Restoran Indonesia Paris sebagai PR Indonesia, dinilai sebagai lebih efektif dan lebih nyata dari apa yang dikerjakan oleh KBRI Perancis ketika itu. KBRI ketika itu malah menyebar fitnah dan setengah intimidasi agar orang-orang Indonesia yang ke Paris jangan makan di RESTORAN INDONESIA. Alasan klasik: Itu sarang orang-orang G30S. Judul tulisan di atas, - “AYIK” DAN PERJALANAN HIDUPNYA -, adalah semacam varian dari judul buku UMAR SAID, ‘PERJALANAN HIDUP SAYA’, yang diluncurkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2005 yang lalu. Teman-teman akrab Umar Said, termasuk tentunya Jusuf Isak, kini Pemimpin penerbit buku bermutu HASTA MITRA, dan juga saya, selalu menyapanya sebagai: “Ayik”, atau “Yik”. Bagi saya sendiri, Ayik, Umar Said, sudah seperti saudara sendiri. Ini disebabkan terutama karena kegiatan kami, pandangan kami, berkaitan, sejalan dan serasi. Yaitu kegiatan di bidang SOLIDARITAS RAKYAT-RAKYAT ASIA-AFRIKA. Seperti bisa dibaca dari bukunya, sejak lama Umar Said, selain menggeluti profesinya sebagai jurnalis (terakhir pemimpin Redaksi s.k. EKONOMI NASIONAL), aktif dalam kegiatan SOLIDARITAS ASIA-AFRIKA. Ini berhubungan erat dan langsung dengan keterlibatan Umar Said dalam persiapan dan pelaksanaan Konferensi Wartawan Asia-Afrika di Jakarta (1963), posisinya sebagai anggota Pengurus (Bendahara) Sekretariat Persatuan Wartawan Asia-Asia di Jakarta. Memang penulisan sebuah memoir, tidak mungkin dan tidak akan bisa mencakup semua hal yang dialami dan difikirkan selama periode yang ditulis. Yang ditulis dengan sendirinya atas dasar catatan yang dimiliki dan ingatan serta komunikasi dengan kawan-kawan lama se-kegiatan. Maka adalah wajar sekali bila penulisan memoir itu bersifat selektif dan atas dasar prioritas apa yang hendak dikemukakan atau disoroti. Membandingkan pengenalan pribadi saya terhadap (Ayik) Umar Said, dengan apa yang ditulisnya dalam PERJALANAN HIDUP SAYA. Saya berani menyatakan bahwa apa yang ditulisnya itu, jujur, benar. Sedikitpun tidak ada rekayasa atau karangan sendiri. Tentu saya membandingkan dengan penulisan memoir dan atau otobiografi lainnya. Tidak jarang terdapat “ceritera-ceritera” mengenai apa yang dialami dan dilakukan penulis, yang sesungguhnya karangan penulisnya semata-mata. Jadinya, mengada-ada. Di situ ada elemen membagus-baguskan peranan dan kegiatan penulisnya sendiri. Ada terselip ketidak jujuran. Mengenai buku (Ayik) UMAR SAID, sepanjang yang saya tahu dan alami, tidak ada yang tidak benar. Apa yang dialaminya apa peranannya di masa lampau seperti apa yang ditulisnya memang begitulah adanya. Saya bisa mengatakan demikian, paling tidak mengenai kegiatannya sebagai aktivis SOLIDARITAS RAKYAT ASIA-AFRIKA. Berkali-kali kami bekerjasama dalam konferensi-konferensi Solidaritas Asia-Afrika. Seperti dalam Seminar Ekonomi Asia-Afrika di Aljazair; Konferensi Organisasi Setiakawan Rakyat-Rakyat Asia Afrika di Winneba, Ghana; di Konferensi Wartawan Asia-Afrika di Jakarta, dan terakhir dalam Konferensi Trikontinental ( Asia-Afrika-Amerika Lartin ), di Havana (1966), s e s u d a h terjadinya secara aktuil perebutan kekuasaan negara oleh Jendral Suharto (Januari 1966). Dari pertemuan dan kerjasama itulah, saya mengenal Umar Said, sebagai manusia yang berhasil dengan sukses untuk survive dan tetap aktif bergiat dalam keadaan sulit bagaimanapun. Saya kenal Ayik Umar Said, sejak tahun 1950-an, terus sampai dewasa ini. Konsistensinya dan kesetiaan pada cita-cita hidup, berjuang untuk kebebasan dan keadilan, yang dianggapnya adil dan benar, tetap tidak berubah. Tetap kukuh. Pengenalan itu semakin dekat ketika Umar Said sama-sama melakukan kegiatan di Havana dalam saat-saat kritis Indonesia ketika itu. Kami sama-sama tergolong “orang-orang yang tidak bisa pulang”. Paspor-paspor kami dicabut oleh pemerintah Indonesia (1966) dalam waktu yang sama itu. Alasan utama ialah karena kami sama-sama membelejeti perebutan kekuasaan merangkak oleh Jendral Suharto, mengungkap pembunuhan masal terhadap rakyat yang tidak bersalah serta persekusi, penahanan dan pembuangan terhadap pendukung Presiden Sukarno dan orang-orang Kiri. Di dalam Konferensi Trikontinental itu, Umar Said, bersama-sama kawan-kawan Indonesia lainnya, melakukan kegiatan menghimpun solidaritas internasional untuk menyokong perjuangan rakyat Indonesia menentang rezim Jendral Suharto. Dari pengenalan saya terhadap Umar Said, maka kesan terkuat, adalah bahwa UMAR SAID, Ayik, bukan sekadar jurnalis. Tetapi yang terutama dan terpokok, bahwa ia adalah seorang PEJUANG, pejuang kemerdekaan bangsa sendiri, pejuang solidaritas dengan perjuangan kemerdekaan rakyat-rakyat lainnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Pejuang yang tangguh dan tidak kenal mundur dalam mengahadapi kesulitan yang bagaimanapun beratnya. Umar Said bukan sekadar jurnalis, ia adalah jurnalis yang cinta tanah air, cinta rakyat Indonesia, cinta keadilan. UMAR SAID adalah seorang jurnalis yang punya dedikasi dan keterlibatan dengan perjuangan untuk kemerdekaan nasional Indonesia, membelanya, serta untuk kebebasan dan keadilan. Motivasi dan dedikasi inilah yang menjadi titik tolak dan pendorong hidupnya selama ini. Tidak peduli apakah itu ketika masih di Indonesia, ataupun sebagai seorang “kelayaban” yang hak-hak kewarganegaraan dan sipilnya masih belum dipulihkan oleh pemerintah Indonesia yang telah mencabutnya secara sewenang-wenang atas dasar tuduhan dan fitnahan. Bagi generasi muda (juga generasi yang sudah “manula”) akan tidak sedikit manfaatnya membaca buku UMAR SAID, PERJALANAN HIDUP SAYA. * * * -- No virus found in this outgoing message. Checked by AVG Anti-Virus. Version: 7.0.300 / Virus Database: 266.4.0 - Release Date: 22/02/2005 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> In low income neighborhoods, 84% do not own computers. At Network for Good, help bridge the Digital Divide! http://us.click.yahoo.com/S.QlOD/3MnJAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/