MEDIA INDONESIA Selasa, 21 Juni 2005
Menjadi Bangsa yang Besar Recky Sendouw, alumnus MMA IPB, kini bermukim di Jepang ''BANGSA yang mempunyai sejarah serta kekayaan alam yang besar bukan jaminan menjadi bangsa yang besar.'' Benarkah kalimat yang diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka Sriwijaya Expo beberapa waktu lalu di Palembang tersebut? Definisi bangsa yang besar ini tentunya bukan dilihat dari luasnya wilayah atau jumlah penduduk. Karena kenyataannya, Indonesia yang memiliki wilayah yang luas serta jumlah penduduk yang besar, menurut Wapres belum menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang besar dalam konteks ini lebih tepat diartikan sebagai suatu bangsa yang maju. Menjadi suatu pertanyaan yang menarik untuk didiskusikan, mengapa suatu negara menjadi maju sementara yang lain seperti Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah justru terpuruk dalam kemiskinan. Berdasarkan berbagai kajian, disimpulkan ternyata ketersediaan sumber daya alam bukan jaminan suatu negara menjadi maju. Jepang, Swiss, dan Singapura menjadi contoh nyata. Jepang yang 80% daratannya berupa pegunungan, memiliki area yang sangat terbatas sehingga tidak dapat mengembangkan pertanian dan peternakan, bahkan sekadar untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kecuali beras, Jepang harus mengimpor semua kebutuhan dalam negerinya. Tetapi saat ini Jepang menjadi pengekspor produk-produk industri dan menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Swiss sebuah negara kecil di Eropa, tidak memiliki pertambangan. Hanya 11% dari daratannya yang bisa ditanami. Tidak mempunyai perkebunan cokelat, tetapi menjadi negara pembuat cokelat terbaik di dunia. Nestle, perusahaan dari negara ini bahkan menjadi salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia. Demikian juga dengan Singapura yang segala sesuatunya mesti diimpor, termasuk gas dan berbagai kebutuhan sehari-hari, dari Indonesia toh bisa menjadi negara kaya. Sementara Indonesia, negara yang memiliki berbagai macam bahan tambang seperti minyak dan gas bumi, emas, nikel, tembaga, batu bara, kaolin, dll, yang bahkan beberapa di antaranya memiliki cadangan terbesar di dunia, tetap saja miskin. Indonesia juga memiliki perkebunan, hutan, serta laut sebagai sumber perikanan yang begitu luas. Sementara Afrika Selatan memiliki tambang emas dan berlian terbaik di dunia, tapi tetap saja tidak semaju negara-negara lain di Eropa dan Amerika. Selain itu, majunya suatu negara tidak tergantung dari sejarah peradaban dan usia negara tersebut. Contohnya Mesir dan India yang sudah berusia ribuan tahun dengan peradaban yang sangat maju saat itu, tetapi kini masih bergelut dengan kemiskinan. Sedangkan Kanada, Australia, dan Singapura yang belum 150 tahun sudah menjadi negara maju dan modern. Bukan pula karena tingkat kecerdasan. Karena kenyataannya begitu banyak orang Rusia dan negara-negara pecahannya, India, China, juga Indonesia yang kecerdasannya diakui dunia karena berhasil menjadi juara dunia catur, olimpiade sains seperti fisika, matematika, maupun kejuaraan yang berhubungan dengan komputer dan teknologi. Mereka mampu mengalahkan pesaingnya dari negara maju. Dengan demikian, faktor apa yang membuat sebuah negara menjadi maju sedangkan yang lain miskin? Ternyata yang membedakan negara maju dan miskin ialah sikap dan perilaku masyarakatnya yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui pendidikan dan kebudayaan. Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat di negara maju mengikuti prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut: etika, kejujuran, dan integritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan/hukum, menghormati hak orang lain, cinta pada pekerjaan, mau bekerja keras, dan tepat waktu. Sementara itu, di negara-negara miskin, hanya sebagian kecil masyarakatnya yang mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Lihat saja di Indonesia. Korupsi sulit diberantas, padahal sudah begitu banyak peraturan, serta pembentukan lembaga negara yang nyaris tumpang tindih untuk memberantas korupsi. Mengapa pula bisa terjadi korupsi 'gotong royong' di berbagai instansi pemerintah dan bahkan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melibatkan orang-orang yang kita anggap memiliki idealisme tinggi dan bersih karena berasal dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kampus. Atau juga, mengapa sebagian besar partai politik mengalami konflik dan perpecahan. Jawabannya, karena sebagian besar masyarakat kita tidak mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan. Jika di level elite negara masih terjadi hal seperti itu, lalu bagaimana dengan potret masyarakat umum? Kondisinya juga tidak jauh berbeda. Coba simak tabiat para pengguna jalan. Di lampu lalu lintas yang telah menyala merah, pengendara sepeda motor dan mobil seenaknya menyerobot sehingga menimbulkan kemacetan. Jika di tempat itu ada oknum polisi, lembaran rupiah menjadi penyelesaian yang mujarab. Demikian juga di jalan tol saat pagi dan sore hari, ada ratusan kendaraan yang berjalan di bahu jalan yang jelas-jelas hanya diperuntukkan bagi kendaraan yang sedang mengalami masalah. Lebih hebat lagi walaupun terlarang, ada ratusan pedagang asongan yang memanfaatkan momen kemacetan tersebut dengan menjajakan dagangannya dan melakukan transaksi dengan penumpang kendaraan. Suasana serupa dapat dijumpai dalam bus kota atau kereta api. Juga pada pengurusan KTP atau SIM dan STNK. Semuanya memerlukan uang pelicin. Bisa juga Anda akan berhadapan dengan calo berseragam resmi. Di negara maju seperti Jepang, Singapura atau Swiss, hampir tidak pernah Anda menemukan kondisi seperti di atas. Di Swiss, koran dan majalah diletakkan di jalan pedestrian (emperan) dan kalau orang mau membeli, tinggal mengambil koran tersebut dan meletakkan uangnya di tempat yang tersedia, karena tidak ada penjaganya. Di Jepang saya melihat melalui TV, seorang anak berusia 6 tahun dilatih orang tuanya berjalan ke rumah neneknya yang berjarak kurang lebih 1 km dari rumahnya ditemani anjingnya. Di tengah perjalanan, sang anjing--maaf--membuang hajat. Hebatnya, setelah selesai, si anak mengeluarkan kantong plastik serta kertas dari tasnya dan mengambil kotoran tersebut kemudian memasukkan ke kantong plastik untuk dibuang di tempat sampah. Hal ini tidak hanya terjadi di televisi, karena sebagian besar masyarakat Jepang melakukan hal yang sama dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan perilaku untuk jujur mengakui bahwa itu sampah yang disebabkan oleh kita, menghormati aturan untuk tidak membuang sampah sembarangan, tanggung jawab untuk membersihkan, serta menghormati hak orang lain yang pasti akan terganggu dengan sampah tersebut, telah terbentuk dalam masyarakat Jepang bahkan sejak mereka masih kanak-kanak. Tidak bisa dibayangkan kalau hal-hal di atas terjadi di Indonesia. Sehebat-hebatnya seorang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ingin memberantas korupsi dengan membentuk sejumlah komisi antikorupsi, tidak akan membuat Indonesia menjadi negara maju jika perilaku masyarakat tidak berubah. Partai politik tidak akan konflik dan pecah jika pengurusnya tahu etika, dan menghormati aturan yang telah mereka buat dan sepakati bersama. Tidak akan ada lagi aparat kelurahan atau polisi yang akan menawarkan bantuan dengan uang pelicin, jika tidak ada yang mau memberi mereka. Tidak akan ada lagi orang yang terkena setrum di atas kereta jika tidak ada yang naik di atap. Jalan-jalan tidak akan semacet sekarang kalau kita tetap pada lajur dan tidak menerobos lampu merah atau berjalan di bahu jalan. Karena itu, jika segenap komponen bangsa ini benar-benar menghendaki Indonesia menjadi sebuah bangsa yang besar, maka mulailah dari diri sendiri dengan mengubah sikap dan perilaku mengikuti prinsip-prinsip dasar kehidupan. Jangan menunggu orang lain memulainya, tapi mulailah dari diri sendiri.* [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/