http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/7/5/o1.htm
Ada yang Ingin Gagalkan Pemberantasan Korupsi FENOMENA ingin menggagalkan pemberantasan korupsi diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan wartawan Minggu (Bali Post, 2/7) lalu. ''Bukan main tantangan dan halangannya. Terus terang masih ada pihak yang berusaha menghalangi dan menggagalkannya. Namun, kami pantang menyerah,'' tegas Kepala Negara. Ada pihak yang mengritik Presiden atau pemerintah masih kurang fair dan diskriminatif. Dalam kaitan ini Amien Rais mengharapkan pemerintah harus memberantas korupsi tanpa pandang bulu, sehingga ada rasa keadilan dalam masyarakat. Korupsi kelas kakap pada kasus BLBI dan BPPN yang menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan trilyun rupiah dan telah menghancurkan perekonomian harus dituntaskan penanganannya. Opini semacam ini seyogianya dijadikan pendorong lebih bergairahnya upaya memberantas korupsi. Jangan sebaliknya, pernyataan semacam itu melemahkan tekad yang sedang dan sudah terbangun. Walaupun yang sudah tertangani sampai tuntas baru sebagian kecil kasus korupsi, kemauan Presiden tersebut harus tetap dihargai. Dalam kondisi pemerintah dan masyarakat kita seperti sekarang ini tidak mungkin memberantas seluruh kasus korupsi bersamaan sekaligus. Kita yakin dengan harapannya itu, Amien Rais tidak bermaksud membelokkan perhatian. Sebab, dalam penegasan berikutnya mantan Ketua MPR itu menyatakan tetap mendukung kebijakan yang telah dilakukan Presiden dalam memberantas korupsi sekarang ini. Upaya melemahkan tekad Presiden memberantas korupsi, menghalangi dan menggagalkannya, dapat dilakukan dengan beragam cara, yang terkadang terkesan terselubung, bahkan sarat kepura-puraan dan kepalsuan. Ada yang dengan jalan melandaskan dirinya, bahkan terkadang terkesan mencari-cari tafsir hukum yang dapat melemahkan proses penyidikan dan penuntutan suatu perkara korupsi. Ada yang secara bersama-sama membohongi publik dengan menyatakan saksi atau calon tersangka sedang dalam kondisi sakit sehingga tidak dapat didengar keterangannya. Ada yang dengan jalan menyindir penegak hukum melupakan jasa para seniornya yang sudah bertahun-tahun mengabdi pada bangsa dan negara. Fenomena melemahkan, menghalangi dan menggagalkan semacam ini ditengarai juga terjadi dalam upaya penegakan hukum pada umumnya. Lepas akurat-tidaknya tafsir hukum yang dipakainya, kita menjadi prihatin melihat kinerja Tim Pencari Fakta Kasus Munir, misalnya, yang tidak selalu berhasil memanggil semua oknum yang dianggapnya layak dijadikan calon saksi. Kita pun prihatin mendengar kabar tidak berhasilnya Komnas HAM memanggil tiga jenderal terkait perkara orang hilang, padahal mereka dianggap layak memiliki informasi tentang penculikan aktivis pro-demokrasi tahun 1997-1998, yang hingga kini tidak diketahui hidup atau mati. Fenomena melemahkan, menghalangi dan menggagalkan, juga terjadi di kalangan internal penegak hukum. Di tengah proses peradilan terhadap terdakwa dalam suatu kasus korupsi, kita prihatin mendengar kabar adanya pengacara atau panitera pengadilan yang tertangkap tangan melakukan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai penyuapan. Kita bersyukur, walaupun bukan main tantangannya, dan masih adanya pihak yang berusaha menghalangi dan menggagalkannya, Presiden tetap menyatakan pihaknya pantang menyerah. Tentu aparat penegak hukum pantang menyerah pula dalam mengusut kasus korupsi di Departemen Agama, misalnya, walaupun di tengah penetapan mantan Menteri Agama Said Agil Husein Al Munawar sebagai tersangka dalam kasus korupsi, ada yang membelokkan perhatian dengan menyatakan kasus korupsi di departemen lain tidak kalah besar. Konsekuensi pantang menyerah Presiden tersebut adalah konsistensi dan kesinambungan dari usaha memberantas korupsi, sehingga kasus korupsi di departemen lain itu juga segera terungkap dan tertangani. Konsistensi ini diharapkan juga menjadi konsistensi aparat penegak hukum di daerah-daerah dan juga warga masyarakat umumnya. Jangan sampai terjadi, lain kebijakan pimpinan lain pula kenyataannya di bawahan dan di lapangan. Masyarakat pun harus menunjukkan peran serta secara ikhlas terhadap tiap upaya penegakan hukum, sejak proses investigasi, penyidikan, penuntutan hingga proses peradilan di meja hijau. Ironis memang jika warga masyarakat justru melakukan tindakan reaktif secara destruktif terhadap upaya penegakan hukum yang dilakukan dengan tegas tanpa pandang bulu. Kenyataan itulah yang tampaknya mendorong Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro Satjipto Rahardjo melontarkan wacana tentang perlunya memberantas korupsi dengan cara ''penegakan kolektif'' yang pada intinya semua pihak memiliki konsistensi sama memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/