LAMPUNG POST
      Rabu, 6 Juli 2005 
     


Hukum Cambuk Melanggar HAM? 

      * Sutiyo , Pengajar Stisipol Dharma Wacana Metro.

      Hukum cambuk baru kali pertama diterapkan di Nanggroe Aceh Darussalam 
(NAD) khususnya dan umumnya di Tanah Air. Jumat, 24 Juni lalu, 15 (lima belas) 
dari 26 penjudi di Aceh dihukum cambuk di halaman Masjid Bireuen. Sementara, 11 
lainnya menyusul.

      Di satu sisi, ada yang merespons positif pelaksanaan hukum cambuk 
tersebut karena sebagai kemajuan realisasi salah satu ajaran Islam. Kelompok 
ini yakin betul tiap ajaran Allah swt. pasti benar dan adil.

      Tapi, ada pula orang-orang yang tidak sependapat. Justru pihak terhukum 
dan keluarganya menilai hukum cambuk ini dirasakan tidak adil. Kelompok 
antihukum cambuk yang paling menarik dikatakan bahwa model hukum Islam tersebut 
melanggar hak asasi manusia (HAM).

      Mencederai Keadilan

      Sampai hari ini, sebetulnya hanya hukum Islam saja yang terbukti efektif 
dan adil. Betapa masyarakat Arab yang semula berbudaya biadab ternyata hukum 
Islam mampu menaklukkannya. Sebaliknya, sistem hukum konvensional hari-hari ini 
yang terus makin modern tetapi tetap tak berdaya menghentikan tindak kejahatan 
yang malah menjadi-jadi dan makin ganas dan brutal.

      Oleh karena itu, soal ketidakadilan hukum cambuk kali ini diyakini bukan 
disebabkan hakikat kebenaran dan keadilan salah satu bentuk hukum Islam 
tersebut, tapi ada beberapa faktor teknis yang dilanggar. Apakah implementasi 
hukum cambuk ini sudah sesuai dengan aturan (Islam)?

      Pertama, sasaran pelaksanaan hukum kemasyarakatan Islam (muamalah) selalu 
dimulai dari pimpinan (amirul mukminin/ulil amri). Sebelum mengincar rakyat, 
maka hukum-hukum tersebut harus sudah dipatuhi/ditegakkan terlebih dahulu oleh 
khalifah, gubernur di wilayah masing-masing, serta semua pejabat pemerintahan 
Islam. Jadi, proses implementasi hukum bersifat dari atas ke bawah (top down).

      Pelaksanaan hukum cambuk di Biereun menjadi tidak adil antara lain karena 
sifat pelaksanaan hukum itu bersifat bottom up. Siapa sih yang sekarang dihukum 
cambuk? Semuanya wong cilik, seperti tukang becak, tukang ojek, atau nelayan 
miskin hingga buruh.

      Padahal pejabat pemerintah Aceh sampai hari ini belum ada yang dijerat 
dengan hukum Islam. Apakah para ulil amri itu tidak pernah mempraktekkan tindak 
kejahatan? Banyak. Karena itu, pelanggaran aturan implementasi hukum Islam ini 
justru melukai rasa keadilan.

      Kedua, hukum-hukum Islam dilaksanakan bertahap. Jenis kejahatan manusia 
yang menurut Tuhan lebih berat, maka didahulukan penanganannya dibanding dengan 
bentuk kebatilan lain yang lebih ringan. Jadi, turunnya larangan mengonsumsi 
zat yang memabukkan (khamr), mencuri, berzina serta membunuh, dst. tidak 
berbarengan. Ada skala prioritas.

      Hukum Islam di NAD itu diyakini akan terasa adil kalau terlebih dahulu 
"mencambuk" koruptor-koruptor! Yang pasti bentuk-bentuk kejahatan yang lebih 
biadab harus merasakan dulu hukum Islam. Sekalipun hukum cambuk telah dikenakan 
terhadap perjudian (maisir), kenapa yang terkena dahulu malah penjudi kelas 
teri. Salah satu dari 15 terhukum cambuk kali ini bahkan ada yang nilai 
taruhannya hanya Rp45.000!

      Selain dua faktor di muka, ketidakadilan hukum cambuk tersebut karena 
masih adanya hukuman ganda: Islam dan konvensional/sekuler. Yaitu sebelum 
dilakukan eksekusi cambuk, tetapi terhukum sudah sekian lamanya disel: 30 hari 
di sel markas polres/polsek setempat ditambah 22 hari di Rumah Tahanan Bireuen. 
Setelah itu, mereka masih harus dicambuk.

      Melanggar HAM?

      Sampai di sini, wajarlah jikalau banyak yang menilai hukum cambuk 
tersebut tidak adil. Tapi tampaknya hal itu bukan disebabkan kelemahan 
hukum-hukum Islam, melainkan lebih adanya kekeliruan aturan dalam 
implementasinya.

      Selain menyoal aroma ketidakadilan ada pula sebagian kelompok kontra 
tersebut yang menilai hukum cambuk melanggar HAM. Pendapat demikian misalnya, 
dari Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Ifdhal 
Kasim. Elsam meminta pemerintah menghentikan model hukum cambuk (Kompas, 25-6).

      Memang kalau melihat bentuk hukumannya, maka dicambuk sepertinya sadis 
hingga tampak tidak manusiawi. Sedangkan bentuk hukuman penjara atau denda 
(uang) seperti yang selama ini ditentukan hukum-hukum konvensional tampak lebih 
"berperasaan" dan yang pasti lebih ringan. Inilah mungkin salah satu alasan 
menilai hukum cambuk melanggar HAM.

      Saya melihat ada alasan teoretis untuk menolak pendapat tersebut. Konsep 
HAM sepertinya tidak ada yang melarang seseorang dikenai sesuatu hukuman akibat 
kesalahan yang telah diperbuat. Yang ada, larangan penyiksaan terhadap siapa 
pun dalam bentuk apa pun.

      Beberapa ruang lingkup HAM yang turun dalam empat generasi antara lain 
hak politik, ekonomi dan sosial budaya, dan pembangunan. Adapun yang relevan 
dalam bahasan ini adalah hak sipil, yang eksistensinya satu paket dengan hak 
politik. Dalam lingkup itulah penyiksaan dilarang.

      Tapi tampaknya berbeda antara disiksa dan dihukum. Hukuman jelas 
aturannya, yaitu sebagai ganjaran atas tindak kejahatan yang telah secara sah 
dan meyakinkan terbukti. Hanya orang bersalah sajalah yang layak diganjar 
hukuman. Sebab itu, yang dihukum bisa orang kuat maupun orang lemah, asalkan 
sudah divonis salah. Jadi ada motif-motif kebenaran sehingga seseorang bisa 
dijatuhi hukuman.

      Lain halnya dengan penyiksaan. Di sini, seseorang bebas disiksa bukan 
karena dirinya pihak yang salah. Penyiksaan bisa terhadap pihak yang salah atau 
benar sekalipun. Dan penyiksa pasti pihak yang lebih kuat.

      Dalam kerangka itu, kalau "dicambuk" dianggap sadis atau tak 
berperikemanusiaan tetap saja hal itu mengandung (faktor) kebenaran. Tentu saja 
tidak keliru kalau yang bersalah dihukum. Sebab itu, "kesadisan" dalam hukuman 
cambuk bukan siksaan melainkan hukuman. Berarti tidak melanggar HAM.

      Saya justru apresiatif terhadap implementasi salah satu hukum Islam 
tersebut. Satu, pelaksanaannya sudah selaras dengan hukum yang berlaku. Kalau 
hukum cambuk tersebut dilakukan di luar NAD, kendati bisa benar dari perspektif 
agama (Islam), tetapi menjadi kurang bijak bahkan bisa keliru.

      Tetapi rakyat Aceh sudah sepakat berlakunya aturan menurut syariat Islam. 
Hukum cambuk merupakan salah satu produk peraturan daerah/perda yang lantas 
disebut Qonun, yaitu Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian). Jadi dasar 
hukumnya kuat.

      Dua, lagi pula keras-lunaknya bentuk hukuman musti disesuaikan dengan 
bobot kesalahannya. Untuk kasus maisir ini pun terhukum hanya 6--10 kali 
dicambuk. Cukup proporsional.

      Berangkat dari asas proporsionalitas hukuman tersebut, patut diperhatikan 
betapa ringannya bentuk-bentuk hukuman konvensional. Terhadap kejahatan seberat 
apa pun, maka hanya ada dua variabel, yaitu kurungan dan atau denda. Bentuk 
hukuman ini terasa makin ringan karena dalam kasus tertentu hukuman penjara 
bisa diganti denda. Seperti bisa dibeli.

      Oleh karena itu, sejak beberapa tahun lalu mulai marak keinginan 
menghukum mati koruptor dan penjahat narkoba kelas kakap. Bukankah hukuman mati 
tersebut memanglah setimpal dengan bobot kebiadaban korupsi dan narkoba. 
Padahal, hak hidup justru secara terang-benderang sebagai bagian HAM.

      Tiga, berlakunya hukum Islam di NAD itu positif buat pembanding atas 
efektivitas hukum konvensional/sekuler seperti yang selama ini kita gunakan. 
Kelak akan dibuktikan, apakah dengan hukum cambuk itu akan mampu menaklukkan 
perjudian.

      Dalam lingkup yang lebih luas, mampukah segala bentuk kejahatan di NAD 
ditaklukkan lewat hukum Islam? Jika jawabannya iya, kenapa hukum cambuk atau 
hukum-hukum Islam lain hanya berlaku di Aceh?***
     


[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke