Never Burn Your Bridges!
Oleh: Anthony Dio Martin

Istilah "Never Burn Your Bridges" sebenarnya berasal dari sebuah kisah
motivasional yang terkenal. Konon katanya ada seorang jendral perang yang
membuat sebuah jembatan besar sehingga bisa sampai ke pihak musuh. Namun,
agar para serdadunya berperang secara maksimal, maka setelah jembatan itu
selesai dan dilewati, maka jembatan itu pun dibakar. Dengan demikian para
serdadu hanya punya satu pilihan, yakni bertempur sampai titik darah
penghabisan sebab tidak ada lagi jembatan untuk kembali. Tentu saja, versi
dari kisah dan legenda ini ada banyak sekali. Ada yang mengatakan bahwa
yang dibakar bukanlah jembatan tetapi kapal-kapalnya. Mana yang benar? Kita
tidak tahu. Tetapi, kali ini, kita memang bukan bicara soal kapal ataupun
jembatan tetapi soal merawat hubungan.

Pesan kita kali ini cukup bermakna. Janganlah kita membakar jembatan yang
pernah kita lewati. Atau dengan kata lain, jangan kita merusak suatu
hubungan yang pernah kita bangun. Mungkin saja jembatan itu pernah
mengantar Anda ke suatu titik tertentu dalam perjalanan hidup Anda, tetapi
janganlah sekali-kali Anda membakarnya. Anda tidak pernah tahu, apakah
suatu ketika, Anda akan membutuhkannya lagi.

Sebut saja pengalaman dua orang, Alex dan Wani. Tatkala bekerja di suatu
perusahaan nasional terkemuka di Indonesia, Alex bekerja dengan gigih. Ia
pun sangat dipercaya. Suatu ketika, Alex memutuskan untuk melanjutkan
studinya. Namun, hubungan dengan pimpinannya dulu tetap dijaga. Ia tetap
bersikap baik, meskipun ia bukan lagi karyawan di perusahaan itu. Akhirnya,
ketika Alex selesai kuliah, justru Alex diminta untuk memimpin
perusahaannya di kota; di luar negeri dimana Alex menyelesaikan studinya.
Inilah berkat ketekunan Alex menjaga hubungan dengan perusahaannya
terdahulu.

Kisah yang lain terjadi dengan Wani. Wani adalah wanita yang cemerlang dan
hebat. Ia bekerja di sebuah grup perusahaan terkemuka di Indonesia.
Kapasitas dan kemampuan kerjaannya pun luar biasa. Karirnya melonjak.
Hingga akhirnya, Wanipun di'bajak'oleh perusahaan kompetitor. Di perusahaan
yang baru, Wani agaknya tidak berterima kasih pada perusahaannya yang
sebelumnya. Wani sering menjelekkan dan mengatakan hal yang negatif tentang
perusahaannya yang dulu. Setelah bertahun-tahun di tempat yang baru,
ternyata perusahaan Wani diakuisisi, alias dibeli. Siapa yang beli? Group
perusahaan Wani bekerja sebelumnya. Dan oleh karena komentar Wani yang
tidak menyenangkan yang pernah didengar oleh perusahaan yang sebelumnya,
Wani pun tidak termasuk pimpinan yang dipilih untuk diteruskan masa
kerjanya. Wani dipaksa untuk berhenti setelah perusahaannya dibeli.

Begitulah perbedaan sikap antara Alex dan Wani, yang ternyata berujung pada
masa depan mereka. Alex menjaga hubungannya dengan perusahaan dan orang
yang telah membesarkannya. Sementara Wani, bersikap negatif. Dengan kata
lain, Alex masih merawat jembatan yang dilewatinya, sementara Wani membakar
jembatan yang telah dilewatinya. Itulah kesalahannya Wani.

MENGAPA JANGAN BAKAR JEMBATAN?

Hidup itu masih terus bergerak. Mungkin saja suatu jembatan telah membawa
dan mengantar kita ke suatu tahapan hidup kita yang berikutnya, tetapi
salah besar, jika lantaran kita merasa tidak memerlukan suatu jembatan
lagi, lantas kita mulai memusuhi, memaki ataupun membenci jembatan yang
pernah membawa diri kita. Inilah beberapa alasan mengapa tidak bijaksana
bagi kita untuk membakar jembatan yang pernah mengantar kita.

Pertama, kita tidak pernah bisa meramalkan masa depan. Setelah kita
melewati suatu jembatan, mungkin kita meresa tidak membutuhkannya lagi saat
ini. Tetapi, kita tidak pernah tahu apakah kita akan memerlukan jembatan
itu di masa depan kita nanti. Banyak kisah yang menceritakan bagaimana
seorang karyawan yang menjaga hubungan baik dengan perusahaannya dulu,
akhirnya sekarang menjadi supplier penting di perusahaannya. Coba saja
kalau si karyawan itu tidak menjaga hubungan yang baik, tentu saja ia tidak
akan dipercaya menjadi supplier. Kita pun tidak pernah tahu, bahwa bisa
saja jembatan"boss" yang mengantarkan kita sekarang, akan kita butuhkan
referensinya bagi bisnis kita di masa mendatang. Karena itulah, selalu
bijaksana jika setelah melewati suatu jembatan, jangan kita bakar. Mari
kita tetap merawatnya.

Kedua, jangan pernah menciptakan musuh. Ada sebuah pepatah bagus yang
mengatakan, "Seribu teman tak pernah cukup, satu musuh terlalu banyak!".
Pepatah ini mengatakan tidak ada baiknya kita membakar jembatan yang pernah
menjadi pengantar kehidupan kita. Jembatan itu bisa berupa organisasi
ataupun orang. Tatkala kita mulai menjelekkan organisasi yang pernah
membesarkan kita, tatkala kita mulai merendahkan, memaki, ataupun `membuat
status' yang menjelekkan bekas `jembatan' kita berarti kita sedang
menciptakan musuh. Kalaulah perusahaan ataupun atasan kita tidak
menyenangkan dan tidak Anda sukai, toh Anda sudah tidak lagi berhubungan
dengannya. Tidak ada gunanya bagi Anda untuk menjelekkannya, sebab hal itu
tak memberikan manfaat apapun juga.

Ketiga, ketika membakar jembatan Anda, Anda juga mencela diri Anda sendiri.
Tatkala Anda membakar kapal dengan cara menjelekkan ataupun membicarakan
hal yang buruk tentang perusahaan tempat Anda bekerja sebelumnya, coba
tebak bagaimana pendapat orang? Dalam hati mereka mungkin akan berkata pada
diri Anda, "Salah sendiri kenapa dulu mau bekerja disitu dan sekarang
jelek-jelekkan dia?". Tanpa sadar, tatkala menunjukkan kejelekkan
perusahaan, orang atau pun tempat yang pernah Anda lewati, Anda sebenarnya
justru sedang menunjukkan kesalahan dan kebodohan Anda sendiri yang dulunya
memutuskan untuk melewati jembatan tersebut!

BERSYUKURLAH, TERMASUK PADA JEMBATAN BEKASMU!

Intinya, tunjukkanlah kita bisa lebih baik dengan sikap terima kasih kita.
Mungkin saja, jembatan yang pernah Anda lewati tersebut tidaklah
menyenangkan. Bisa jadi jembatan itu berupa atasan yang menyebalkan, tempat
kerja yang memuakkan. Ingatlah tidak ada yang sempurna. Tetapi, kalau kita
lihat ke belakang. Apapun yang kita raih dan capai hingga saat ini, mungkin
saja tidak bisa tercapai tanpa adanya jembatan tersebut. Jadi, belajarlah
untuk bersyukur dan berterima kasih sekaligus berjanji. Janji untuk tidak
menjadi jembatan yang seperti Anda alami. Tetapi, untuk itu Anda tidak
perlu memaki ataupun menjelek-jelekkan. Hargai jembatan yang dulu pernah
kita lewati, belajarlah respek. inilah tanda kebesaran jiwa yang luar biasa.

Tony Hoyt, mantan Wakil Presiden di Hearst Corporation yang bergerak di
bidang media mempunyai kalimat yang penting tatkala ia mengatakan, "Never
burn your birdge. Don't even spray graffiti on them. So, when you exit
always do so with grace and appreciation." (Jangan pernah membakar
jembatanmu. Bahkan jangan mencoret-coretinya. Jadi, ketika kamu keluar,
selalu lakukanlah dengan penghargaan dan terima kasih".

Betullah kata Tony Hoyt diatas. Sejarah hidup itu tidaklah selesai setelah
kita meninggalkan jembatan itu. Siapa tahu kelak kita terpaksa harus
melewati lagi jembatan itu kedua kalinya untuk ke arah masa depan kita?

*) Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency, Best EQ Trainer
Indonesia (Gramedia Pustaka Utama)


Ch@​​™
pin:21EF6D92
Charles Asiku




Powered by Telkomsel BlackBerry®

------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke