Enam Puluh Tujuh Ribu Rupiah
Oleh: Sonny Wibisono *

"Jika kamu tak dapat memberi makan seratus orang, cukup berikan makan satu
orang saja."
-- Bunda Teresa

UANG bukanlah segalanya, tapi tanpa uang, seseorang tak dapat membeli
segalanya. Begitulah pemeo yang sering kita dengar. Tapi pada satu momen
tertentu, uang bisa menjadi segala-galanya. Walau jumlahnya hanya puluhan
ribu rupiah saja. Tak percaya? Simaklah kisah berikut ini.

Namanya Deri. Sebut saja begitu. Usianya baru menginjak 25 tahun. Bekerja
di Bandara Soekarno Hatta. Pekerjaan sehari-harinya mengganti tisu toilet.
Suatu pekerjaan yang di telinga jarang sekali kita dengar. Suatu hari Deri
ditelepon kakak iparnya untuk segera menemuinya di kediamannya di Bogor.
Jarak yang lumayan jauh, karena Deri tinggal indekos di Tangerang, dekat
menuju tempat kerjanya. Sang kakak ipar, Tono, katakanlah begitu namanya,
ingin meminjam KTP kepunyaan Deri. Tono bermaksud membeli sepeda motor
dengan jaminan KTP.

Kepada sang kakak ipar, Deri mengaku tak punya ongkos, karena belum digaji
oleh perusahaan tempatnya bekerja. Deri akhirnya meminjam tetangganya 50
ribu rupiah karena dijanjikan akan diganti oleh kakak iparnya. Berangkatlah
Deri ke Bogor dengan tujuan menemui Tono. Sayangnya, ketika tiba disana,
Tono tak ada di rumah. Karena tak ada ongkos lagi, Deri akhirnya meminjam
uang dari Sumi, istrinya Tono, yang juga tak lain adalah kakak kandungnya
sendiri sebesar 17 ribu rupiah. Singkat cerita, urusan membeli motor tak
lagi berlanjut. Entah karena malu tak dapat mengembalikan uang pinjaman,
entah sebab lain, esok harinya Deri ditemukan sudah tak bernyawa lagi. Ia
menggantung dirinya sendiri di suatu lapangan, tak jauh dari tempatnya
bekerja.

Tragis memang. Inilah potret sehari-hari kesulitan yang membelit masyarakat
kelas menengah ke bawah. Bagi sebagian orang, uang enam puluh tujuh ribu
rupiah mungkin terlalu kecil. Tapi tidak bagi lainnya, yang pasti bagi Deri
tentunya. Bila ada yang tahu kejadiannya bakal begitu, mungkin sudah banyak
orang menyisihkan sebagian rezekinya untuk Deri. Tapi nasi telah menjadi
bubur.

Bila menilik kejadian, sukar dipahami memang. Bagi orang lain yang
mendengar kasus ini, mungkin merasa heran. Sebegitu mudahkah menyelesaikan
masalah dengan jalan bunuh diri. Apakah benar tak ada jalan lain. Kita yang
bukan pelaku, tak akan pernah tahu jalan pikiran mereka sesungguhnya,
mengapa mereka melakukan tindakan ini. Mereka yang bunuh diri mungkin
melupakan satu hal, bahwa mereka akan mewarisi seabreg masalah lainnya bagi
ahli waris.

Bicara gaji, uang bulanan yang diterima Deri dipastikan sudah sesuai aturan
upah minimum regional. Tapi nyatanya, Deri tak memiliki uang sepersenpun hanya 
untuk ongkos. Nah, pernahkah sesekali terpikir oleh Anda, berapa gaji
orang-orang semacam Deri? Berapa yang diterima petugas kebersihan yang biasa 
menyapu di jalan tiap bulan misalnya. Lalu bagaimana mereka mensiasati hidup 
selama sebulan dengan uang sebesar itu. 

Atau lihatlah anak
sekolah yang setiap pagi menjajakan surat kabar di perempatan jalan.
Mengapa mereka melakukan hal itu. Tidakkah orangtua mereka kasihan 
mempekerjakan anaknya sendiri membanting tulang. Pertanyaan-pertanyaan lain
akan terus bermunculan bila Anda setiap hari melihat sekeliling Anda ketika
melakukan aktifitas sehari-hari. Jawabannya sendiri mungkin tak akan pernah 
Anda temukan.

Jadi apa yang bisa kita lakukan melihat fenomena kejadian seperti di atas?
Anda sudah pasti tak bisa menjadi sinterklas. Memberikan segala sesuatunya 
kepada orang yang membutuhkan. Kemampuan seseorang jelas terbatas. 
Beban hidup dari hari ke hari mungkin bagi sebagian masyarakat terasa berat.
Bagaimana Anda menyikapi keadaan seperti itu disekeliling Anda, itu
terserah Anda. Yang pasti, Anda bisa menjadi bagian darinya. Kalau setiap
harinya Anda berbuat satu kebaikan saja bagi orang lain di sekitar Anda, itu 
sudah sangat besar artinya. Orang bijak berkata, saat berbuat kebaikan pada 
orang lain, sesungguhnya kita sedang membantu diri sendiri, agar
menjadi lebih bahagia. 

Sepakat kawan?

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday'

Charles Asiku
pin:21EF6D92


Powered by Telkomsel BlackBerry®

------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke