Ref: Mungkin tidak keliru untuk dipahami bahwa NKRI tidak berkewajiban untuk 
menjamin kehidupan memada bagi warganegaranya yang berkekurangan dan oleh 
karena itu harus diberikan sedekah?

http://www.ambonekspres.com/index.php?option=read&cat=53&id=37401

SELASA, 12 Maret 2012 | 208 Hits

Sedekah Rombongan; Pemburu si Sakit, Miskin, dan Orang-Orang Terabaikan
Info Akurat, Setengah Jam Langsung Sikat



‘’Saya sampai dalam setengah jam di RS Fatmawati. Langsung ketemu di sana ya.” 
Pesan singkat (SMS) itu diterima Jawa Pos Jumat (9/3) pukul 08.30. Pengirimnya 
seorang pengusaha muda Jakarta yang tak mau ditulis identitasnya. 

Dia hanya dikenali dengan akun @pitungmasakini di Twitter.

Pagi itu relawan Sedekah Rombongan (SR) ini membantu seorang ibu bernama Rina, 
warga Pancoran Mas, Depok, yang janinnya meninggal di dalam rahim. Dia menerima 
informasi awal bahwa bayi yang meninggal di perut ibu itu sudah dua hari belum 
bisa dioperasi karena kekurangan biaya. 

Tepat pukul 09.00 Pitung sudah datang di bagian gawat darurat kebidanan RS 
Fatmawati, Jakarta Selatan. Suami si ibu itu tampak panik dan terus menangis. 
Pitung lantas mengajak Jawa Pos menemui dokter yang merawat. “Kalau memang 
harus dioperasi, kami siap bantu. Saat ini juga,” katanya. 

“Anda siapanya Bu Rina?” tanya dokter.
Pitung menggeleng. “Saya bukan siapa-siapanya. Saya tidak kenal. Yang saya 
dengar ibu ini butuh bantuan, karena itu saya ke sini,” ujar pria yang punya 
aneka usaha di Jakarta ini. 

Rupanya, bukan uang masalah utamanya. Tapi, kondisi fisik Rina yang tidak 
memungkinkan untuk segera dioperasi. Kadar gulanya tinggi dan tensi darahnya 
juga naik. “Bisa berbahaya bagi si ibu,” ujar dokter. Perawat memberikan obat 
perangsang kontraksi agar janin yang sudah tak bernyawa itu bisa dikeluarkan 
secara normal. 

Pitung lantas menenangkan suami Rina dan menyampaikan bantuannya. “Yang sabar 
ya, Pak. Ikhlas. Insya Allah almarhum anak Bapak jadi tabungan di surga,” kata 
pria berkacamata ini. 

Sabtu dini hari kemarin, si bayi malang berhasil dikeluarkan dan ibunya 
selamat. Seluruh biaya ditanggung SR.

Menyampaikan titipan langit tanpa rumit, sulit, dan berbelit-belit. Itu prinsip 
gerakan ini. Mereka bermarkas di www.sedekahrombongan.com dan akun @SRBergerak 
di Twitter. “Kalau memang akurat, ada relawan yang dekat, setengah jam maksimal 
kita sikat,” kata Saptuari Sugiharto, founder dan inisiator gerakan ini. 

Ditemui awal Maret lalu di Jogjakarta, Saptuari membawa timnya dalam formasi 
lengkap. Ada Marjunul yang pengusaha komputer; Sukarman, pengusaha batik dan 
dosen; Muhammad Iqbal, pengusaha desain grafis; dan Nasrudin Sani, seorang Crew 
Kaos Khas Jogja. Mereka punya tempat rapat di sebuah warung tenda di Jalan 
Tirtodipuran, selatan Keraton Jogja. “Ini sebenarnya aksi jalanan. Kami 
bergerak karena kepercayaan,” ujar Saptuari. 

Awalnya, Juni tahun lalu, pengusaha pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2007 ini 
bertemu Putri Herlina, pengasuh anak-anak yang dibuang di Yayasan Sayap Ibu (JP 
8/3, hal 1). “Saya posting soal anak-anak panti itu di internet. Rupanya banyak 
teman yang merespons,” katanya. 

Hari demi hari, makin banyak yang menitipkan dana untuk disalurkan Saptuari. 
Tak hanya ke Sayap Ibu, tapi juga ke panti panti lainn. “Saya salut dengan 
teman-teman yang bersedekah. Mereka begitu percaya,” kata alumnus Fakultas 
Geografi UGM angkatan 1998 ini. 

Selama lima bulan, Saptuari hanya ditemani istrinya, Sitaresmi, berkeliling 
menyalurkan bantuan. “Kami prioritaskan yang kebutuhannya darurat, obat yang 
tak terbeli, susu yang habis, obat tak tertebus, atau rumah yang mau digusur,” 
ujarnya.

Periode awal dia dan Sita menyalurkan Rp 174,5 juta dana titipan. Dia lantas 
mengkhususkan rekening untuk sedekah yang dipisah dengan akun pribadi untuk 
bisnis. “Kami tak pernah mengambil satu rupiah pun uang donatur. Semua biaya 
operasional, bensin, makan, dan semuanya dari kantong sendiri,” katanya. 

November 2011, Saptuari mulai mengajak rekan-rekannya untuk fokus dalam 
gerakan. Mereka membangun situs www.sedekahrombongan.com dengan bantuan seorang 
pakar online yang jago SEO (search engine optimization). “Kami upload foto dan 
kisah hidup para penerima sedekah sebagai pertanggungjawaban bagi donatur. 
Mereka bisa memonitor tiap hari,” ujar pemilik 56 cabang Kedai Digital, distro 
Kaos Jogist, dan restoran Bakso Iga Lunak ini. 

Walau tim inti hanya tujuh orang, mereka punya puluhan relawan bayangan di 
seluruh Indonesia. Sudah ratusan orang yang dibantu. Rata-rata kondisi mereka 
mengenaskan dan terabaikan. “Lihat ini, Mas. Namanya Dik Anisa Azzahra,” ujar 
Sukarman sembari menunjukkan foto di iPad-nya. Anisa yang baru berusia 2,5 itu 
menderita tumor ganas retinoblastoma yang menyerang kedua matanya. Kondisinya 
sangat memprihatinkan. Kedua bola matanya (maaf) keluar karena diserang tumor. 

Begitu mendapat info tentang Anisa, tim @SR langsung berangkat ke Wonogiri dan 
mengevakuasinya ke RS Mata Yap Jogjakarta. Lalu, Anisa dibawa ke RS Sardjito. 
Sekarang Anisa memasuki tahap kemoterapi keempat. 

Cerita lain, ada Rara Ainunnisa, 5, warga Prambanan, Klaten, yang tercebur di 
dandang (panci) besar berisi air mendidih saat hajatan tetangganya. Selama tiga 
bulan anak buruh pembuat tahu itu tak tertangani karena tak ada biaya. Sekujur 
tubuhnya melepuh dan bernanah. Karena panas dan gatal, sehari-hari Rara tak 
memakai baju dan hanya menangis sambil tiduran di kamar. 

Akhirnya, Nasrudin Sani dari SR menemukannya saat berkeliling mencari sasaran 
sedekah. Rara langsung dievakuasi malam itu juga. Sekarang, setelah dirawat 
empat bulan di RS, Rara sudah boleh pulang. “Kisah yang seperti ini banyak, 
bisa dibaca di web kami. Bahkan, ada yang mengajukan jamkesmas delapan tahun 
selalu ditolak,” ujar Sukarman. 

Mereka beroperasi dengan BBM (BlackBerry Messenger) group. Jika ada informasi, 
foto korban akan diunggah di BBM untuk meminta tanggapan rekan yang lain. 
“Komandonya, sikat, sikat, sikat!!” ujar Sukarman. 

Di mobil masing-masing, mereka juga sudah siap amplop dengan nominal mulai Rp 
500 ribu hingga Rp 10 juta. Jika saat berkeliling ada target yang layak 
dibantu, seketika bantuan langsung diberikan. Tunai dan saat itu juga. “Kami 
mengandalkan feeling,” ujar dosen lulusan Institut Seni Indonesia ini. 

Beragam reaksi mereka temui di lapangan. Mulai dikira simpatisan partai 
politik, mau maju pilkada, sampai dituding praktik pesugihan. “Ada kakek sudah 
tua, tapi malam-malam masih memikul dagangan. Saya berhenti dan mengacungkan 
amplop. Eh, dia malah lari sambil berteriak pesugihan, pesugihan,” ujar 
Marjunul lalu tersenyum. 

Saptuari memang sangat anti dengan bantuan yang menggunakan embel-embel. Dia 
pernah menolak dua mobil bantuan dari sebuah partai politik Jakarta karena ada 
syarat harus ada nama ormas itu bodi mobil. “Kami hanya mengandalkan 
kepercayaan melalui web internet dan Twitter itu,” kata Saptuari. 

Selama wawancara dengan Jawa Pos, sekitar tiga jam, saldo di akun SR terus 
bertambah hingga Rp 11 juta. “Biasanya, begitu kami posting foto, langsung 
masuk. Kami pernah menerima transfer Rp 100 juta dari seorang pengusaha muda 
yang namanya minta nggak dikenal,” katanya. Hingga Maret, total sedekah dari 
donatur yang disalurkan sudah tembus Rp 1,7 miliar. 

Walau SR bergerak tanpa pamrih dan tidak mengutip biaya operasional, keajaiban 
terjadi terhadap para relawannya. Karman, misalnya. Setelah menyalurkan bantuan 
Rp 1 juta, malamnya dia menerima e-mail order batik dari London, Inggris, 
senilai Rp 700 juta. Sebuah BUMN perkebunan juga order pakaian seragam untuk 
karyawannya. 

“Gusti Allah itu keren banget,” kata pria nyentrik yang langsung membeli kontan 
mobil Nissan Navara seharga Rp 400 jutaan ini. 

Marjunul juga begitu. Omzet tokonya naik pesat sejak bergabung di Sedekah 
Rombongan. Dia iseng menghitung. Rupanya, uang yang disalurkan melalui 
tangannya digandakan belasan kali lipat melalui transaksi bisnisnya. 

Lalu, M. Iqbal yang tak pernah kenal dengan Sandiaga Uno, tiba-tiba ditelepon 
dan diminta mengerjakan proyek besar puluhan juta rupiah dari Adaro. “Saya juga 
kaget. Bisnis saya ini di Jogja, kok Adaro percaya,” kata Iqbal. 

Lain lagi dengan Nasrudin Sani. Sepuluh tahun berpacaran, Nasrudin yang 
dipanggil Demang ini tak pernah direstui orang tua sang pacar. Melamar 
berkali-kali selalu ditolak. Eh, setelah bergabung Sedekah Rombongan, Demang 
justru ditantang ayah si gadis untuk segera menikah. “Insya Allah tahun ini,” 
katanya lalu tersenyum. 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke