Sebaiknya siapkan presidium atau semacam itu untuk 
mengantisipasi kalau-kalau Pemilu 2014 gagal. 

Selama ini kita terus membohongi diri seolah politik 
Indonesia berjalan lancar. Padahal, jatuhnya bangsa ini 
ke titik nadir adalah akibat gejolak politik yang 
berkepanjangan semenjak Soeharto Lengser. 

Empat Sekawan "Deklarasi Ciganjur" yang diharapkan 
bertindak semacam dewan presidium malah terseret arus
seolah politik Indonesia dalam keadaan normal kendati, 
lucunya, sambil mengobrak-abrik dasar negara! 

Nggak heran perjalanan bangsa ini simpang-siur karena 
dasar-dasar bernegaranya dibuat berantakan. 

Sekarang ada Kabinet Indonesia Muda (KIM), dan kita 
berharap intelektual muda di sana bukan sekedar memainkan 
parodi dari kabinet yang resmi, tapi betul-betul 
mencurahkan tenaga & pikirannya untuk menentramkan politik 
Indonesia yang terus bergejolak di bawah permukaan, tanpa 
berpikir 2014 harus menjadi kabinet sungguhan. 


--- From: 

> Catatan UU Pemilu 2014 PDF Print
> Tuesday, 08 May 2012
> 
> Paripurna DPR RI menyepakati beberapa isu krusial soal substansi RUU
> Pemilu. Sistem pemilu masih proporsional daftar calon terbuka dengan
> alokasi kursi 3-10 per daerah pemilihan untuk DPR RI, 3-12 untuk 
> DPRD, ambang batas perolehankursidi parlemen (parliamentary 
> threshold/ PT) 3,5% berlaku secara nasional dan penetapan alokasi 
> kursi dengan model kuota murni.
> 
> Pertanyaannya,apa implikasi semua itu terhadap teknis 
> penyelenggaraan Pemilu 2014? Betulkah Pemilu 2014 masih akan 
> sekompleks Pemilu 2009 dan bahkan berpotensi pemicu disintegrasi 
> nasional. Yang paling tak dapat diterima logika, baik secara 
> filosofis, yuridis, teknis maupun politis,adalah ketika parlemen 
> menyepakati (kecuali PDI Perjuangan) bahwa PT berlaku secara 
> nasional, bukan berjenjang.
> 
> Artinya, hanya parpol yang memperoleh minimal 3,5% suara sah Pemilu 
> DPR RIlah yang bisa membagi kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ 
> kota di seluruh Indonesia. Jika berjenjang, hanya parpol yang 
> memperoleh minimal 3,5% suara sah pemilu di tiang tingkatan yang 
> berhak atas kursi di tiap tingkatan pula. Implikasinya, bisa saja 
> jumlah dan jenis parpol yang lolos PT di DPR RI, DPR provinsi, dan 
> DPRD kabupaten/ kota berbeda.
> 
> Logika PT berlaku secara nasional telah melenceng dari roh dasar
> filosofi sistem proporsional dalam pemilu yang kita anut. Secara
> teoritis, sistem proporsional dipilih karena argumentasi bahwa 
> Indonesia memiliki heterogenitas yang tinggi dari sisi latar 
> belakang geografi,kultural,agama, topografi, dan demografi. 
> Pembentukan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota melalui hasil 
> pemilu dimaksudkan untuk mewakili kepentingan rakyat lokal dalam 
> pengelolaan pemerintahan setempat.
> 
> Jika lantas hanya parpol yang memperoleh minimal 3,5% suara sah 
> Pemilu DPR RI-lah yang bisa membagi kursi DPRD provinsi dan DPRD 
> kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, itu secara filosofis menabrak 
> representasi keterwakilan masing- masing parlemen sesuai dengan 
> tingkatannya. Logika PT berlaku secara nasional ini bisa mengancam 
> integrasi nasional.
> 
> Sebagai ilustrasi ekstrem, amat mungkin sebuah parpol tertentu amat 
> kuat di sebuah kabupaten dan memperoleh suara hingga 70% suara 
> sah. Lantas 30% suara lainnya dibagi oleh 12 parpol dan hanya 10% 
> suara diraih oleh lima parpol yang (misalnya) kebetulan lolos 
> secara nasional. Pertanyaannya, bagaimana melogikakan bahwa 10% 
> suara sah itu yang dimiliki lima parpol (lolos ambang batas 
> parlemen secara nasional) harus membagi 100% kursi di DPRD 
> kabupaten itu lalu membuang suara yang jumlahnya 90%? Jika ini
> dipaksakan, niscaya pada 2014 konflik dan stabilitas keamanan 
> nasional akan terganggu.
> 
> Proporsional Terbuka
> 
> Format Pemilu 2014 yang telah disepakati parlemen itu masih akan
> memunculkan kerumitan tersendiri dalam penyelenggaraan Pemilu 2014.
> Sistem pemilu yang mengadopsi sistem proporsional dengan daftar 
> calon terbuka berimplikasi seperti Pemilu 2009. Artinya,pemilih 
> masih dihadapkan dengan surat suara yang berisi gambar partai, 
> nomor urut partai, nomor urut calon legislatif, dan nama calon 
> legislatif. Pemilih memilih dengan mencoblos gambar partai, nomor 
> urut calon, nama calon, atau sekaligus gambar partai dan nomor urut 
> calon.
> 
> Kerumitan pertama, surat suara masih akan cukup lebar dengan
> mencantumkan nomor urut, gambar partai, nomor urut, serta nama caleg
> yang jumlahnya 100% dari total kursi di daerah pemilihan tersebut.
> Lantas sebesar apa surat suaranya? Ada dua kemungkinan. Setelah UU
> Pemilu disahkan, seperti sudah diduga sebelumnya, parpol-parpol 
> peserta Pemilu 2009 mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. 
> Jika uji materi ke MK dimenangkan, peluang lebar surat suara Pemilu 
> 2014 jauh lebih luas dari Pemilu 2009 amat terbuka.
> 
> Kerumitan berikutnya, pada rekapitulasi penghitungan suara di semua
> tingkatan. Dari pengalaman Pemilu 2009, diperlukan kecermatan dan 
> energi yang ekstra dalam penyelenggara pemilu di level bawah untuk 
> memastikan akurasi penghitungan suara, khususnya perolehan suara di 
> rekapitulasi antara jumlah pemilih yang mencoblos tanda gambar 
> parpol dan rincian perolehan suara per caleg.
> 
> Harus diakui dengan jujur, di sinilah potensi manipulasi terjadi. 
> Dalam beberapa kali persidangan di Mahkamah Konstitusi tempo lalu 
> terungkap pergeseran suara di internal parpol. Suara pemilih yang 
> mencontreng gambar parpol berkurang dan beralih ke caleg tertentu 
> yang merugikan caleg lain yang merasa memperoleh suara terbanyak di 
> sana (namun disalip oleh caleg yang memperoleh suara siluman itu).
> 
> Ini jadi mendapat legitimasi kembali dalam Pemilu 2014 lebih-lebih 
> saksi yang boleh hadir di semua level penyelenggara adalah saksi 
> parpol, bukan saksi tiap caleg. Dapat dibayangkan betapa "serangan" 
> akan menghantam petugas KPPS dan terutama PPS (karena rekapitulasi 
> di PPS dilakukan malam hari pascarekapitulasi di TPS). Pengalaman 
> Pemilu 2004 ketika diberi ruang melakukan rekapitulasi, kecurangan 
> Pemilu 2004 mayoritas terjadi di PPS.
> 
> Fenomena ini akan berpotensi lebih dahsyat lagi pada Pemilu 2014.
> Terakhir, dengan dua "cacatan" di atas niscaya uji materi terhadap 
> UU Pemilu akan segera mengalir ke MK.Lantas bagaimana akhirnya? 
> Jawabnya: filosofi, sistem, dan format Pemilu 2014 akhirnya hanya 
> akan ditentukan oleh sembilan hakim MK yang tidak merasa perlu 
> harus berdebat berbulan-bulan! Kita lihat saja nanti.●
> 
> I GUSTI PUTU ARTHA
> Anggota Komisi Pemilihan Umum
> (KPU) RI 2007-2012
> 
> http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/492946/





------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke