LAMPUNG pOST Jum'at, 29 Juli 2005 OPINI
Terorisme, Tirani Kata, dan Stigmatisasi Islam * *Adian Saputra, Ketua Umum Forum Kerja Sama Alumni Rohis (FKAR) SMA-SMK se-Bandar Lampung Tidak lama setelah bom meledak di London, Inggris, beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Inggris Tony Blair mengatakan Al Qaeda berada di belakang semua itu. Begitu juga dengan pengeboman di Mesir yang menewaskan delapan puluhan orang. Presiden Hosni Mubarak juga menuduh Al Qaeda berada di belakangnya. Opini dunia kemudian serta-merta tergiring pada pandangan itu. Sampai-sampai dugaan yang belum mendasar ini menjadi bahan mereka menempelkan stigma pada Islam. Isu yang sekarang berkembang ini bukanlah cerita dan barang baru. Sejak zaman mulai dikuasai teknologi modern, hal-ihwal semacam ini menjadi bumbu keseharian kehidupan kaum muslimin. Bahkan, hampir di setiap tempat atau negara, yang namanya Islam selalu saja pada posisi yang dipojokkan. Semua nilai kejahatan kemudian dilekateratkan kepada bangunan Islam. Umat dan nilai-nilai asasi Islam kemudian menjadi sasaran tembak yang paling empuk melalui pemberitaan media massa. Dengan demikian, persepsi masyarakat dunia juga akhirnya ikut terpengaruh. Jika hal ini kemudian mendominasi semua bentuk informasi yang menyebar sampai seluruh negeri, semua yang menikmati akses informasi itu tentu punya persepsi yang tidak jauh berbeda dengan apa yang mereka nikmati. Akar Sejarah yang Panjang Menyimak semua tragedi yang terjadi sepanjang zaman memang tidak bisa dilepaskan dengan akar sejarah. Sejarah yang kemudian menjungkirbalikkan fakta yang terungkap dalam liputan dan tulisan-tulisan yang dibuat sedemikian rupa. Sejak masa Perang Salib, tidak bisa dimungkiri permusuhan atau perseteruan antara Islam dan non-Islam menjadi sesuatu yang sering muncul. Pelajaran-pelajaran yang diterima anak-anak nonmuslim di hampir semua benua, terutama Eropa, mengajarkan sejarah yang pahit atas kekalahan raja-raja Eropa di tangan Salahudin al Ayyubi. Kenangan pahit inilah yang kemudian menjadi kurikulum tersendiri yang dipelajari anak-anak Barat di sekolah-sekolah mereka. Maka, dimulailah proses transfer pengetahuan kepada mereka. Pada akhirnya, mereka memiliki semangat membalaskan apa yang pernah diderita moyang-moyang mereka. Meskipun tidak sepenuhnya tidak tertarik dengan sejarah masa lalu yang kelam, paling tidak ini memberikan peringatan tersendiri. Bukan apa-apa. Yang namanya pengetahuan akan mengendap pada basis pikiran dasar seseorang yang acap disebut paradigma. Ketika paradigma ini menjadi satu-satunya alat untuk mengukur baik-buruk, tentu noda hitam atas Islam, menjadi kekhasan bagi cara mereka berpikir. Dengan kata lain, kebencian yang ditanamkan dalam pelajaran yang didapatkan melalui literatur, makin dalam tertanam. Intinya, pengetahuan atas sejarah orang-orang terdahulu akan memengaruhi cara pandang mereka terhadap Islam. Jika sebagian besar otak mereka dipenuhi kesan negatif terhadap Islam, sikap yang muncul juga sama dan sebangun dengan hal itu. Jika pengetahuan akan Islam mereka berangkat pada pijakan yang objektif, demikian pula yang akan mereka terapkan dalam keseharian. Namun, dalam dunia yang semakin mengglobal, kondisi ini sangat sulit diwujudkan. Akhirnya, Islam berada pada pengetahuan mereka yang salah. Maka, Islam kemudian identik--atau diidentikkan--dengan terorisme, fundamentalisme, bom bunuh diri, pengacau keamanan, pengacau upaya perdamaian, dan sebagainya. Tirani Kata Tak ayal, yang namanya bahasa memiliki pengaruh yang sangat kuat. Bahasa menjadi alat komunikasi yang bisa dimengerti semua orang. Bahasa menjadi modal tersendiri bagi semua orang untuk mentransformasikan gagasannya kepada orang lain. Dalam ilmu bahasa, bahasa selalu dilukiskan sistem lambang arbitrer yang digunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri yang memiliki kriteria semantik. Sebab, kegiatan berbahasa memiliki fungsi semantis tertentu yang butir-butirnya antara lain wujud dalam pemilihan kata dan dalam penataan kalimat dan wacana yang harus tepat. Jika tidak, gagasan yang disampaikan, informasinya bisa menyimpang. Selain itu, informasi yang disampaikan juga harus logis, memiliki keselarasan hubungan, dan kesatuan gagasan. Dalam bahasa retorika, harus memiliki koherensi, kohesi, dan unity. Bahasa juga membantu manusia dalam mengartikan sesuatu hal dari dunia luar baik secara objektif maupun imajinatif. Dari beragam pendapat para ahli, setidak-tidaknya ada tiga unsur utama yang menjadi perhatian. Pertama, bahasa sebagai sistem tanda atau sistem lambang. Kedua, bahasa sebagai alat komunikasi. Ketiga, bahasa digunakan kelompok manusia atau masyarakat. Karena bahasa berfungsi semantik, dalam bahasa juga dikenal ada makna. Makna sebuah kata sering diartikan sebagai arti, maksud atau panggilan yang diberikan kepada sesuatu bentuk kebahasan. Bahkan, ada anggapan, suatu bentuk atau bunyi, bukan bahasa jika tidak punya makna. Makna sebuah kata menjadi garapan ilmu semantik. Dalam bahasa Arab, ilmu tentang makna ('ilmu almaani) merupakan bagian 'ilmu balaghah (rhetoric), sejajar kedudukannya dengan 'ilmu bad'i dan bayan. Makna makin kompleks ketika ia kehilangan kemerdekaannya, yakni saat kepentingan si pengguna bahasa mendominasi. Malahan, memerkosanya. Jika ini kondisinya, bahasa tidak lagi menunjukkan eksistensinya yang asasi. Namun, ia berubah wujud menjadi alat kepentingan seseorang atau komunitas dalam kerangka global. Maka, ketika subjektivitas dalam pemaknaan suatu bahasa telah dominan, kemungkinan makna bisa menjadi alat propaganda. Harap dicatat dengan baik: Alat propaganda. Ketika sudah sampai pada titik ini, inilah yang disebut dengan tirani kata (Abdi Sumaiti, 2002). Standar ganda yang kerap digunakan Barat--banyak terwakilkan Amerika Serikat--menjadi alat manipulasi dalam hubungannya dengan dunia Islam. Dalam literatur Islam, pemaknaan sebuah kata atau bahasa harus jelas parameternya, yaitu Islam itu sendiri, yang terbahasakan dalam Alquran dan sunah. Kedua hal inilah yang kemudian menjadi alat ukur dan standardisasi baik dan buruknya. Ada pula dua jenis makna yang dapat kita kenal; lughawi dan istilahi. Secara prinsip, kedua jenis makna ini tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainnya. Bahkan, harus melengkapi dan menyempurnakan. Menurut Imam Ghazali, seseorang yang berupaya memberikan makna pada kata atau bahasa tertentu, ia harus menghadirkan dua makrifat. Sementara, Muhammad Quthub menegaskan seluruh istilah Alquran menggunakan makna tertentu terhadap lafal-lafal tertentu yang tidak dipahami hanya melalui lughawi, kecuali setelah diketahui pengkhususan maknanya oleh Alquran. Meskipun demikian, pengkhususan ini tidak keluar dari kerangka umum lafal tersebut. Standar ganda dalam memandang dan menilai sesuatu merupakan pencerminan orang-orang munafik. Dalam Islam, kemunafikan ini harus dikecam dan dijauhi. Bahkan, dalam konteks tertentu, kemunafikan ini harus diperangi sebagaimana layaknya melawan orang-orang kafir. Luar biasa. Saya jadi ingat tokoh munafik sewaktu zaman Rasulullah saw.: Abdulah bin Ubay bin Salul. Kini, peran itu tergantikan rezim dunia seperti AS, kroni-kroni, dan semua kompatriotnya. Secara amat gamblang, kita bisa melihat bagaimana kelihaian AS dan negara-negara sekutunya dalam membuat standar ganda dan pemaknaan yang berbeda terhadap posisi umat Islam. Menurut Rasyid Ghanusyi, ulama di Tunisia, Barat kini sedang mempersiapkan Tatanan Dunia Baru yang bukan saja menyadari kekuatan Islam atau berusaha menghabiskan kekhalifahan, memecah belah negeri, tetapi mereka merencanakan yang lebih jauh daripada itu semua. Jika melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam globe Islam, kita bisa melihatnya dengan jelas. Pertama, terkait dengan minoritas muslim di berbagai negara yang jumlahnya mencapai sepertiga jumlah umat Islam dunia. Barat berusaha menghabisinya dengan ethnic cleansing di Bosnia- Herzegovina, Chechnya, Azerbaijan, dan sebagainya. Kedua, terkait dengan jantung dunia Islam. Dalam hal ini Barat memperlakukan kaum muslimin hingga mereka tidak betah dan terusir dari negerinya. Ghanusyi mengatakan jika kedua konspirasi ini berhasil, cukup menjadikan kaum muslimin sebagai umat pengungsi abadi dan terus-menerus dilanda kelaparan. Stigma Dalam The World Dictionary, stigma berarti tanda aib atau sesuatu yang ternoda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia, stigma berarti ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Pemaknaan suatu kata yang tadi dibahas menjadi alat mujarab penstigmaan terhadap tubuh umat Islam. Dengan beragam label yang ada di kamus, Islam kemudian dilekatkan dengan hal-hal tersebut. Maka, bangunan Islam yang ada sekarang ini dipenuhi dengan tempelan stigma-stigma. Realitas umat Islam kemudian dipotret Barat dengan noda-noda yang pastinya hitam. Kepentingan politik dan bisnis menjadi dasar penstigmaan atas Islam. Upaya-upaya ini kemudian menjadi kejadian yang sangat mengerikan. Alija Izetbegovic, mantan Presiden Bosnia- Herzegovina, menyebutnya kebudayaan massa yang dicirikan pembagian yang tegas antara produsen dan konsumen benda-benda kebudayaan. Akibat stigma, orang harus pandai-pandai mengartikan kejadian tertentu. Noam Chomsky dalam Menguak Tabir Terorisme Internasional mengatakan kita kini memiliki dua dunia; dunia sebenarnya dan dunia yang terbentuk dalam pikiran. Dunia riil dan dunia newspeak. Nih contoh gampangnya. Jika negara Arab menerima usulan "perdamaian" Barat, mereka disebut moderat. Jika menolak, mereka disebut ekstremis. Kalau ada kata ekstremis, yang ada dalam kepala kita adalah Hamas (organisasi perjuangan bangsa Palestina), Hizbullah, Al Fatah (sayap militer PLO), dan yang sebangsa dengan itu. Terorisme mulanya kata yang berarti tindakan kekerasan yang disertai sadisme. Kini, ia berubah makna. Ya karena sudah subjektif tadi. Dalam Kamus Adikuasa, terorisme berarti tindakan protes yang dilakukan negara-negara atau kelompok-kelompok kecil. Pembunuhan atas beberapa orang Irael disebut terorisme. Namun, pembantaian kaum muslimin di kamp pengungsian Sabra dan Satila oleh Zionis Israel, bukan disebut terorisme. Itu disebut tindakan mendahului (preemptive). Jika beberapa warga Palestina mengarahkan pesawat penumpang ke tujuan tertentu, tindakan itu disebut pembajakan (hijacking). Namun, jika angkatan laut Israel menembaki kapal kecil milik kaum muslimin Lebanon dan menggiringnya seperti sekawanan kambing, itu disebut penangkapan (interception). Standar ganda ini tentunya sangat didukung dengan media massa. Media massa Barat sepakat untuk menjadikan mereka alat pemberi stigma pada tubuh Islam. Saking berpengaruhnya media massa, mereka juga acap membuat rekayasa tertentu agar menjadi hal bombastis untuk diwartakan. Sebab, media massa memang memiliki kekuasaan yang luar biasa. Mungkin, inilah salah satu ide dasar penggarapan film James Bond yang dibintangi Pierce Brosnan bertajuk "Tomorrow Never Dies". Film yang bercerita bos media massa yang mengadu domba Cina dan Inggris dengan peluncuran misilnya. Kekerasan-kekerasan politik yang terjadi langsung saja dilekateratkan dengan nama Islam. Pengeboman WTC, revolusi Iran, ledakan bom di London, pengeboman di Mesir, pengeboman pesawat terbang Panam, semua dilekatkan dengan Islam. Lantas, muncul pula nama-nama seperti islamic terorist, islamic extremist, atau islamic fundamentalist. Pokoknya, Islam digambarkan sebagian orang biang kerok dan biang keladi kekisruhan yang muncul di dunia ini. Sedikit saja ada kejadian yang berdarah-darah, hampir bisa dipastikan "orang-orang garis keras"--istilah ini juga dari media massa Barat--yang dijadikan kambing hitam. So, akhirnya, komunitas Islam akan merasa jengah dengan identitas keislamannya. Identitas Islam kemudian menjadi sesuatu yang disembunyikan. Inilah kondisi rendah diri yang dialami kaum muslimin era mutakhir ini. Jika ini yang terjadi, pasti ada dampak negatifnya. Pertama, ia akan terkagum-kagum dengan adat, agama, kebiasaan, karakter, dan perilaku Barat. Kedua, ia akan membenci apa saja yang datangnya dari Islam. Kalau itu yang terjadi, stigma terhadap nilai-nilai Islam benar-benar sudah terpatri. Semuanya ini kemudian bermuara pada sebuah istilah ghazwul fikri dalam bahasa Arab atau ghazwul fikir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Wallahualam bissawab. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hvh2rrl/M=362335.6886444.7839734.2575449/D=groups/S=1705796846:TM/Y=YAHOO/EXP=1122680933/A=2894362/R=0/SIG=138c78jl6/*http://www.networkforgood.org/topics/arts_culture/?source=YAHOO&cmpgn=GRP&RTP=http://groups.yahoo.com/">What would our lives be like without music, dance, and theater?Donate or volunteer in the arts today at Network for Good</a>.</font> --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/