http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2005092101191131

      Rabu, 21 September 2005 
     
      OPINI 
     
     
     
Nuansa : Lesu Darah 

      PERGANTIAN pimpinan ternyata ada yang menyisakan kegelisahan, khususnya 
pejabat tertentu. Akh, bekerja menjadi tak lagi nyaman. Situasi yang adapun 
menyebabkan, pinjam istilah rekanku Dadang: lesu darah. So what?

      Kawan, bekerja sesungguhnya adalah sesuatu yang harus kita lakukan, bukan 
semata yang kita inginkan. Memang idealnya kita mengerjakan sesuatu yang kita 
inginkan, tapi keinginan tak selamanya mesti terwujud. Karena sebuah keharusan, 
sering bekerja membuat kita masuk dalam situasi 'mau tidak mau'. Namun, situasi 
'mau tak mau' hendaknya tidak menjebak kita pada sebuah keterpaksaan.

      Kita bekerja tak semata berurusan duit. Duit memang penting, tapi ada 
yang tak kalah penting: pengakuan akan eksistensi dan apresiasi diri. Salah 
satu alat untuk memenuhi itu adalah bekerja. Dalam masyarakat yang sangat 
heterogen, yang menghasilkan beragam visi dan misi tentang hakikat hidup, 
bekerja masih dipandang sebagai sebuah simbol status sosial.

      Namun, bekerja hanya untuk kepentingan ini sesungguhnya rentan. Ketika 
uang, pengakuan, dan penghargaan atas karya tak mampu diperoleh dari bekerja, 
energi dan kinerja pun menurun. Semangat untuk menghasilkan yang terbaik 
runtuh. Ini akan makin parah jika institusi tempat kita bernaung dipenuhi aroma 
menyesakkan, misalnya arogansi kekuasaan dan diksriminasi perlakuan. Arogansi 
kekuasaan, apalagi dibekali privilese bernama prerogatif, pastilah memunculkan 
nuansa kezaliman.

      Ini sangat tampak, misalnya, dalam penempatan jabatan. Sang petinggi 
memberikan posisi/jabatan atas dasar selera pribadi, kedekatan, perkawanan, 
disenangkan bawahan yang pandai menjilat baik melalui harta atau pujian, tanpa 
peduli mutu dan integritasnya. Pola-pola seperti ini tak saja mengkhianati 
profesionalisme, juga tidak menghormati keberadaan institusi karena memberangus 
berbagai standar mutu--yang ditetapkan institusi--yang seharusnya diterapkan.

      Dalam situasi seperti ini, bekerja memerlukan sesuatu yang lebih mendasar 
dari sekadar motif uang, kekuasaan, penghargaan, atau prestise. Apakah itu?

      Kawan, ketika kita lahir, ada sesuatu yang kita bawa, dan kita 
bertanggung jawab terhadap yang kita bawa itu. Bekerja adalah sebuah media 
mewujudkan misi suci itu. Maka, bekerjalah sebagai ibadah dan jalan mengabdikan 
hidup kita pada-Nya. Komitmen ini menuntun kita tetap memiliki energi untuk 
bekerja, bahkan dalam situasi sangat menekan dan menyakitkan sekalipun. 
Komitmen ini insya Allah menjadi benteng untuk melakukan hal-hal dilarang norma 
dan agama, dan institusi pun terselamatkan karena moral menjadi sandaran dalam 
lembaga di mana kita bernaung. Kita bersemangat. Jika pekerjaan tak lagi 
memberi uang, jabatan, atau apresiasi yang kita inginkan, setidaknya Allah 
telah mencatat setiap langkah kita dalam bekerja. Tuhan, kata rekan saya Ayi, 
tak pernah tidur. Suatu ketika, kita pasti memetik apa yang kita tanam. HESMA 
ERYANI YAZID GUMAY
     



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke