REFLEKSI:  Mungkin duit  dikasi bukan dalam pengertian kompensasi, melainkan 
sebagai zakat. Tetapi, kalau seandainya untuk menerima Rp100.000,-- tiap 
keluarga diwajibkan melakukan sesuatu  pekerjaan yang berguna bagi kepentingan 
bersama, misalnya membersihkan lingkung, membetulkan jalan dsb. tentunya akan 
memberi nilai tambah kolektif yang lebih positif.


MEDIA INDONESIA
Rabu, 21 September 2005


Madu atau Racun buat Orang Miskin



JUMLAH orang miskin di Republik ini sungguh fantastis. Sekitar 62 juta orang 
atau setara 15,5 juta keluarga. Dasar hitungannya setiap keluarga diasumsikan 
mempunyai empat anggota. Sebuah jumlah yang mencengangkan.

Orang-orang miskin itulah yang akan mendapat derma kompensasi karena rencana 
kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Tiap-tiap keluarga akan mendapat Rp100.000 
yang dibagikan mulai 1 Oktober yang tinggal beberapa hari lagi. Nilai totalnya 
sekitar Rp4,6 triliun.

Kini data orang-orang melarat itu tengah digodok Badan Pusat Statistik. Lembaga 
ini mengerahkan 192 ribu petugas cacah lapangan dengan anggaran Rp252 miliar. 
Sementara distribusinya akan ditransfer melalui PT Pos Indonesia dan Bank 
Rakyat Indonesia.

Pemberian subsidi dengan dana kontan memang barang baru. Wajar kalau ada 
pro-kontra. Mereka yang setuju jelas punya argumentasi yang kuat, bahwa dana 
cash akan meningkatkan daya beli masyarakat. Bagi orang-orang yang sangat 
memerlukan, bisa menjadi setetes madu.

Sementara bagi yang kontra, memberi 'ikan' seperti itu tidak mendidik, membuat 
rakyat tidak mandiri. Sebab, dana kontan di tangan masyarakat tidak akan 
menggerakkan perekonomian. Ada yang mengatakan ini kebijakan orang panik, 
seperti memberi racun.

Mengingat waktu sudah amat mepet, tidak bijak rasanya jika terus berdebat 
memilih madu atau racun. Toh, pemerintah juga akan mengevaluasi program derma 
langsung ini setiap tiga bulan sekali.

Pertanyaannya justru bagaimana supaya seluruh penduduk miskin bisa benar-benar 
menerima dana tersebut? Sebab, untuk menerima uang Rp100.000, mereka harus 
mempunyai kartu sebagai bukti orang miskin. Dan dasar pembuatan kartu itu 
adalah kartu tanda penduduk.

Lalu, bagaimana orang-orang miskin yang tanpa identitas? Di mana tempatnya 
mereka yang tidak bisa masuk dalam manajemen statistik yang mengandalkan 
identitas formal? Di mana tempatnya mereka yang hidup di bawah kolong-kolong 
jembatan, pinggir-pinggir rel kereta api, dan di tempat-tempat lain yang 
marginal seperti itu.

Problem yang lain lagi memang perlu dipikirkan soal nilai uang. Kelompok 
masyarakat yang paling menanggung kesulitan ekonomi akibat kenaikan BBM adalah 
kelompok miskin perkotaan. Karena itu, nilai uang Rp100.000 di Jakarta dengan 
di pedalaman Kalimantan jelas berbeda.

Pada akhirnya kita akan sama-sama melihat dan menilai, subsidi langsung itu 
madu atau racun. Jika ternyata racun, ke depan pemerintah bisa memberi subsidi 
yang lebih tepat. Misalnya lewat pembangunan infrastruktur jalan dengan sistem 
padat karya. Atau lewat modal usaha rumahan dengan pola pendampingan. Ini 
dianggap bantuan kepada orang melarat secara lebih bermartabat.

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Life without art & music? Keep the arts alive today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/FXrMlA/dnQLAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke