http://www.indomedia.com/bpost/102005/19/opini/opini2.htm
Kearifan Lokal Yang Semakin Terpinggirkan Oleh: Eddy Rozani Dikotomi desa-kota dalam terminologi pembangunan ala kapitalisme yang secara tidak sadar dianut oleh rezim Orde baru, menghasilkan banyak implikasi yang kontra produktif. Jargon yang dikumandangkan juga semakin membuat posisi desa semakin dimarjinalkan. Pembangunan yang dijalankan pemerintah memakan banyak korban masyarakat lokal dan perdesaan. Seperti diungkapkan peneliti dari Pusat Penelitian Pengembangan Pedesaan dan Kawasan (P3PK) UGM Dr Susetiawan, penyebab kegagalan pembangunan adalah ketergesaan negara mewujudkan pertumbuhan ekonomi tanpa melihat kondisi yang berbeda di setiap desa. Problem struktural silih berganti hadir dalam bentuk yang mikro dan laten. Menurut Mahmood Mamdani, guru besar Center for Basic Research di Kampala, Uganda, rakyat perdesaan menghadapi tiga permasalahan mendasar: kemiskinan, dominasi politik, dan dominasi kebudayaan. Isu otonomi daerah sebagai bagian integral dari wacana pemberdayaan lokal belum menyentuh bagian masyarakat yang paling membutuhkan otonomi, yakni desa. Ironisnya, pola pembangunan seperti ini masih ditemui di beberapa wilayah di Indonesia umumnya dan Kalsel khususnya. Jika pembangunan fisik menjadi acuan utama, tentu asumsi ini dapat langsung dipatahkan dengan data pembangunan. Namun jika kita berbicara dalam tataran tata nilai, tentunya banyak hal yang harus diperdebatkan. Romantisme Kultural Sebagai seorang putra daerah (yang baru kembali dari perantauan), penulis mengalami banyak kegagapan kultural saat kembali melihat tanah kelahiran. Romantisme masa lalu saat bercengkrama dengan alam perdesaan hulu sungai akhirnya hanya menjadi bagian sejarah. Bahkan mungkin hanya menjadi bagian dongeng sebelum tidur bagi anak cucu kelak. Sketsa tentang desa bukan lagi tentang kisah hamparan padi yang menguning, gunung menjulang hijau, atau tawa ceria gadis yang pergi ke sawah memakai caping. Desa kini tak lagi romantis. Penduduk lebih akrab dengan industri unrenewable (seperti pertambangan) dibanding budaya warisan yakni agraris. Orang-orang di desa lebih cendrung berpikir pragmatis dengan melibatkan diri dalam arus optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam temporer. Padahal tanpa disadari, proyek tersebut sangat rapuh strukturnya, di mana ketergantungannya dengan pihak luar begitu besar. Ironisnya, di sisi lain bermunculan resistensi akibat sistem pengelolaan sumberdaya alam yang jauh dari kesan bersahabat dengan lingkungan, terlebih lagi dengan budaya lokal. Kebijakan pemerintah daerah propinsi yang mengizinkan pemakaian fasilitas umum untuk kepentingan sebagian pihak, semakin membuat bilur-bilur dampak pembangungan terasa mengusik rasa keadilan dalam kesetaraan. Orientasi penentu kebijakan di tingkat daerah, seringkali belum menyentuh substansi permasalahan di desa. Ada juga arah kebijakannya sudah tepat namun belum mampu diterjemahkan oleh jajaran di bawahnya, sehingga kesan bahwa desa menjadi objek lebih menonjol dibanding menjadi subjek pembangunan. Ada beberapa hal yang harus kita format ulang dalam konsep pembangunan desa agar kita tidak terjebak dalam lingkaran setan pembangunan, yang di kemudian hari bisa menjadi bumerang bagi kita. Pertama, kita harus belajar banyak sebelum mengubah desa. Orientasi pembangunan dan ide tentang kemajuan desa harus diubah. Selama pemberdayaan desa selalu berangkat dari logika bahwa desa masih terkebelakang, bodoh, dan belum maju. Legitimasinya ialah asumsi, ketidakmampuan teknologi dalam menjangkau progresivitas. Sebagai contoh, mekanisasi pertanian menjadi tolak ukur sektor pertanian desa agar disebut maju, modern, progresif. Kedua, jadikan masyarakat sebagai aktor utama. Biarkan mereka berjalan dengan logika yang mereka anut, karena mereka tahu bagaimana harus beradaptasi, bernegosiasi, berstrategi dengan dunia luar. Masyarakat desa mampu mengelola sumberdaya untuk multi purpose: produksi, kebutuhan domestik, pengamanan lingkungan, dengan satu paket teknologi yang sangat mereka pahami. Ketiga, tidak semua kebaikan yang dtawarkan aktor mediatik sesuai. Untuk itu harus dipelopori sistem pembangunan yang partisifatif. Kita kadang silau pada keberhasilan daerah lain sehingga sangat mudah mengadopsinya di tempat kita, padahal kesuksesan mempunyai masa dan ruang tersendiri. Dalam arti, satu jenis usaha kadang hanya berhasil di tempat tertentu. Kita lupa, desa punya local knowledge (kearifan lokal) tersendiri hasil dari pengalaman dan tingkat trial dan error yang tinggi. Kearifan lokal sangat dinamis dan selalu sesuai zaman. Kita tidak bisa memasukkan teknologi yang sama sekali baru, namun tidak sesuai kearifan lokal. Gagasan pemberdayaan selalu melegitimasikan intervensi dari luar. Nyatanya, sekian tahun kita gagal membangun desa terutama dari segi kemasyarakatan dan konsep perubahan sosial. Pengelolaan desa justru merusak ekosistem, karena proyek pembangunan kurang mengindahkan kondisi organik masyarakat desa. Desa punya segalanya, dalam batas kapasitasnya desa mempunyai teknologi yang lengkap. Tentunya kita tidak mengharapkan potret buram industrialisasi pertanian lewat sistem kemitraan di masa lalu kembali terulang. Tujuan peningkatan taraf hidup petani melalui industrialisasi, jangan menjadi mimpi yang menyisakan sinisme belaka. Niat baik pemegang kebijakan di daerah, harus diimbangi dengan rona awal kondisi desa yang tentunya harus disuplai oleh dinas terkait secara akurat. Dengan demikian, 'kegeeran' birokrat pada program pembangunannya dapat lebih di rasionalisasi dan dari sudut pandang yang lebih objektif. Pengembangan kawasan perdesaan merupakan sebuah perjalanan panjang, berliku, dan amat mungkin kita dapat tersesat. Pekerjaan kita adalah bagaimana mentransformasikan nilai, prinsip lokal menjadi sebuah energi pembangunan. Inti dari semua itu adalah kebersamaan. Pemerintah menyediakan pilihan, namun yang akhirnya melakukan perubahan adalah masyarakat sendiri. Mereka menerima akibat perubahan langsung, bukan kita. Maka merekalah yang bertanggung jawab terhadap nasib yang mereka hadapi. * Direktur Operasional PD Sasangga Banua, tinggal di Kandangan e-mail: [EMAIL PROTECTED] [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/