Hukum Murphy [Murphy's Law] ini bunyinya sederhana saja: "if anything can go wrong, it will". Atau terjemahan kasarnya: jika ada sesuatu yang mungkin bisa untuk melenceng, maka itu pasti akan melenceng. Terjemahan bahasa sehari-hari ini sulit karena cakupan 'anything' dan 'can go wrong' itu sedemikian luasnya. Tapi yang lebih sulit lagi, saya rasa, adalah untuk memahami kebenaran hukum Murphy ini karena prasyarat utamanya adalah pengalaman serta kesadaran, bukannya kecerdasan. Pengalaman sendiri hanya bisa didapat melalui usia, tidak seperti kecerdasan yang anak-anak kecil pun juga bisa -- seperti membuat virus komputer misalnya. Tentu saja ini membuat hukum Murphy itu jadi ironis karena seseorang melalui pengalamannya perlu melanggarnya dulu untuk memahaminya.
Saya pikir asumsi dasar hukum Murphy ini pada dasarnya ada dua: (1) manusia itu secara individual harus bertanggung-jawab atas hidupnya sendiri, dan ini bisa dilakukan melalui (2) kemampuannya untuk mengontrol segala sesuatu yang ada dalam cakupannya. Ambil contoh yang sederhana saja dari kehidupan sehari-hari. Katakan hidup seks Anda tidak bergairah lagi dan secara sadar Anda pun tahu seks Anda itu berpotensi untuk 'go wrong' jika tidak dibenahi cepetan. Nah, tapi entah kenapa Anda membiarkannya begitu saja, sampai satu hari Anda kaget dan sakit hati sendiri setelah tahu pasangan Anda itu diam-diam menyeleweng kanan kiri. Dalam konteks begitu tentu saja Anda berhak untuk marah! Anda merasa dikhianati atau apa saja. Tapi coba letakan ini dalam konteks hukum Murphy, maka sebetulnya harus dibilang bahwa Anda pun juga salah. Karena Anda tahu bahwa seks Anda itu bisa 'go wrong', tapi Anda tetap diam saja tidak mau secara proaktif membenahinya. Anda mungkin berkhayal sendiri bahwa itu masalah sepele yang nanti yach pasti akan beres-beres sendiri. Celakanya, justru fase-fase di mana Anda berfantasi bahwa 'itu akan beres-beres sendiri' itulah yang justru makin mempertebal kemungkinan seks Anda itu jadi 'go wrong'. [Apa terjemahan Indonesia terbaik untuk 'go wrong' itu?] Mengambil contoh dari kehidupan seks mungkin terlalu rendahan dan bombastis bagi sebagian dari Anda. Tapi percayalah, prinsip yang sama pun berlaku di semua bidang kehidupan manusia. Ambil contoh kasus Ambon dan Poso di Indonesia. Nah, sikap dari kebanyakan orang Indonesia baik politikusnya maupun rakyatnya ialah, "biarin saja, itu akan beres-beres sendiri". Tapi seperti kita tahu pembiaran itu malah menjadi regresi yang tambah lama tambah gila, dan sama sekali tidak seperti fantasi kita yang bilang itu akan baik-baik sendiri! Setahu saya orang Jawa [atau lebih tepatnya: Kejawen] dari kecil sudah diajarin oleh budayanya untuk 'eling' [waspada & ingat]. Meski tidak persis sama, konsep 'eling'-nya Kejawen ini berasumsi dasar yang sama dengan hukum Murphy, yaitu (1) kontrol dan (2) kesadaran. Keduanya sama-sama yakin bahwa kalau kita tidak 'eling' alias 'waspada lan sadar' alias 'kontrol kita los-losan', maka sesuatu yang buruk pun pasti akan langsung terjadi! Dunia 'eling'-nya Kejawen itu secara positif dan eksplisit menekankan agar orang menjauhi serta menghindari sejauh-jauhnya apa yang dalam psikoanalisa disebut 'regresi'. Dilihat dari prisma ini, maka hukum Murphy sendiri pun sebetulnya secara umum menyiratkan tendensi regresif ini di segala bidang. Dalam psikoanalisanya si Freud sendiri, konsep atas regresi ini biasanya berkaitan erat dengan 'defence mechanism' [mekanisme pertahanan diri]. Ambil contoh yang umum serta sederhana saja. Anda menyeleweng dengan sekretaris Anda dan kemudian gatelnya Anda itupun ketahuan sama entah suami atau istri Anda. Sekarang, apa pertahanan diri Anda yang pertama sekali? Yach tentu saja berdusta serta menyangkal penyelewengan itu. Dusta adalah mekanisme pertahanan diri yang paling umum, sekaligus paling ringan. Nah, apa yang terjadi jika dusta Anda itu terus saja dipepet secara sengit oleh pasangan Anda? Sekarang Anda punya dua pilihan, (1) secara rasional mengakuinya dan minta maaf sama pasangan Anda, atau (2) malah lebih regresif lagi, model pake main sumpah-sumpahan segala. Idealnya yang terjadi adalah yang nomer (1) itu; tapi tentu saja yang lebih banyak terjadi adalah yang nomer (2). So, ini adalah contohnya regresi itu. Sekarang coba berfantasi lebih jauh lagi dengan contoh umum itu, dan bayangkan meski sudah sumpah-sumpahan pun Anda masih saja dipepet! Maka kemungkinan lainnya pun malah terbuka lebar; bisa jadi Anda secara agresif membunuh sekretaris Anda itu, atau malah menghabisi istri Anda, atau malah secara infantil mulai main perang dingin dengan pasangan Anda model anak kecil lagi ngambek. So, definisi! Definisi terbaik untuk regresi itu menurut saya adalah 'respon irrasional atas rasa takut'. Perhatikan contoh di atas itu. Anda 'takut' mengakui karena Anda 'takut' kalau pasangan Anda minta cerai, atau pun hanya sekedar ketakutan sendiri karena sudah mengkhianati pasangan Anda secara seksual, atau pun hanya takut secara altruis dalam artian takut pasangan Anda itu jadi sakit hati. Intinya tetap saja sama, Anda merasa takut dan Anda memilih untuk menangkisnya secara irrasional dan regresif melalui (1) dusta, (2) sumpah, (3) perang dingin atau ngambek, (4) mungkin saja jika sudah kepepet betul-betul malah Andalah yang minta cerai dengan alasan 'dicurigai terus-terusan'. Yang pasti, regresi itu terjadi. Dan hukum Murphy itupun sudah dipenuhi. Saya yakin Anda sepakat dengan saya bahwa semua contoh di atas itu 'benar'. Tapi saya harap Anda pun juga sudah mengamati bahwa contoh-contoh di atas itu terlalu gampangan karena sudah jelas ada satu pihak yang nyata-nyata salah dan keliru di sana, model nyeleweng misalnya. Dalam hidup dan realitas sendiri yang seringkali terjadi ialah semuanya sama-sama benar sekaligus semuanya sama-sama salah. Dan dalam situasi beginilah hukum Murphy ini menjadi menarik. -o0o- Banyak situasi dalam hidup manusia ini sifatnya tragis dan pantas jadi tragedi. Definisi tragedi yang paling tepat sendiri adalah waktu 'semua pihak dalam posisi serta perspektif individualnya benar semua tindakannya, tapi secara keseluruhan, tindakan mereka itu keliru semua'. Kalau ini ekonomi, maka saya bisa nge-game [jadi kayak game theory] ini begini. Semua pihak punya kepentingan serta interes sendiri-sendiri yang tidak selalu sama, ini tentu saja tidak bisa disalahkan. Semua pihak pun secara sadar berusaha memaksimalkan serta mengoptimalkan insentif yang bisa diraih dalam situasi yang terberi itu, sekali lagi ini pun benar dan rasional -- cuman orang goblog yang mau merugi dan main altruis-altruisan. Tapi celakanya, total agregat dari tindakan rasional semua pihak yang terlibat ini pun cuman bisa jadi satu, yaitu chaos, disharmoni, kehancuran atau bahkan [kalau ini ekonomi] semuanya jadi tambah rugi! Kulminasi total dari situasi ini adalah perang. Nah, ada banyak orang --apalagi si Semit-- yang betul-betul anti-perang karena mereka membayangkan perang itu nggak lebih cuman gara-gara si jahat yang lagi merajalela. Ini keliru. Sudah jelas semua orang waras tidak suka perang, tapi lebih tidak waras lagi adalah tindakannya mereka yang takut perang itu. Perang adalah kejadian yang paling tragis buat manusia karena dalam rasionalitasnya sendiri-sendiri, semua pihak itu seringkali benar belaka, tapi sekaligus secara agregat totalitas dari benar-benar kecil itu jadi salah semua. Tentang perang saya sering menggunakan ilustrasi begini. Bayangkan sejenak Anda adalah CEO atau presdirnya Coca-cola. Nah, sudah tentu Anda harus bisa membuat mati dan menghancurkan Pepsi, saingan bebuyutannya Coca-cola itu. Tapi pertanyaannya sekarang, apakah itu bisa dibilang bahwa Anda 'benci' sama Pepsi? Apakah Pepsi itu 'setan' yang harus dihancurkan? Yach sudah jelas tidak! Anda pun bahkan tidak menggunakan parameter cinta-benci sama sekali, namun hanya secara rasional perlu membuat Coca-cola perusahaan itu bisa tetap survive. Karena kalau tidak, yach Andalah yang goblog serta malah berbahaya. Karena bayangkan saja, kalau Anda tidak punya niat untuk menghancurkan Pepsi, maka bisa jadi malah perusahaan Coca-cola Andalah yang bangkrut, sahamnya jadi kertas buat bikin bersih pantat, pegawai Anda yang sudah puluhan tahun mengabdi jadi menganggur tanpa pesangon sepeserpun, dan salah-salah Anda sebagai CEO-nya malah dibui! Situasi perang itu seringkali adalah seperti itu! Sama sekali bukan model 'Bush benci Cina' atau pun 'Hu benci Amerika', tapi murni karena mereka itu dalam kapasitasnya masing-masing yang harus secara egois mengoptimalisasikan daya-tahan hidup negaranya. Kalau Bush 'mengalah', yach Amerika bisa amblas kena Cina; demikian juga sebaliknya! So, kalau perlu yach perang! Bukan karena benci, tapi karena kepentingan serta interes pribadi kita harus diletakan di tempat tertinggi! Situasi perang memang bentuk yang paling ekstrim dari hukum Murphy ini. Tapi kalau kita memahami pernak-pernik motivasi berbagai pihak untuk maju perang, maka sedikit banyak kita bisa lebih memahami aspek-aspek tragis dari kebenaran hukum Murphy ini. Supaya relevan coba ambil contoh orang Islam 'baik-baik' yang saat ini secara sosial sering merasa tergencet dan merasa dipaksa untuk mengutuk Islam atau sesamanya muslim yang kebetulan dicap teroris. Dari posisi dan perspektif pribadinya, yach sudah jelas si muslim 'baik-baik' ini bakal enggan melakukan hal itu, dan itu juga tidak bisa disalahkan. Nah, disinilah terus muncul dilema ala si Murphy. Kalau publik terus menekan si muslim begitu, maka bisa jadi si muslim 'baik-baik' itu malah secara regresif bisa jadi fanatik beneran; tapi kalau tidak ditekan, maka tidak seorang pun yang akan mulai untuk melawan ideologinya si Islam fanatik. -o0o- Apa kita bisa menghindari tragedi? Menghindari perang? Ini susah dijawab. Dalam setiap tragedi yang terjadi pertama-tama adalah semua pihak sebetulnya hanyalah korban situasi. Cuman sayangnya ini sering dikaburkan sama si pemenang perang itu sendiri dan malah digambarkan secara hitam-putih seolah-olah perang yang terjadi itu yach secara keseluruhan salahnya si musuh, alias salahnya si pihak yang kalah perang. Ini baik untuk diingat, agar sekali Anda mau maju 'perang' --apapun bentuknya-- yach jangan sampai kalah! Karena si kalah bakal selalu kalah ganda. Kalah perangnya, sekaligus kalah dalam sejarahnya karena bakalan dihitamkan sama yang menang. Saat ini sendiri 'go wrong'-nya hukum Murphy itu sudah mulai kelihatan bengkak-bengkak di mana-mana. Semuanya kelihatannya cuman bisa 'go wrong'. Celakanya lagi, yang 'go wrong' itu semuanya juga benar semua di posisinya masing-masing. Akibatnya, mau didebat sampai kapan pun yach tetap saja tidak bakalan muncul satu pihak yang betul-betul benar atau pun lebih benar. Wong semua benar! Tapi itu juga bukan berarti tidak ada yang tidak bisa dilakukan. Untuk meredam setiap situasi tragis [alias semua pihak benar sekaligus salah], yang paling baik dilakukan adalah [1] merekonstruksi situasinya, [2] merelatifkan respon setiap pihak yang terlibat sebagai tidak lebih suatu tindakan rasional untuk mengoptimalisasi insentif yang bisa didapatnya [model game theory itu], [3] mengakui kebenaran *respon* setiap pihak yang terlibat tidak dari sudut salah-benar, tapi dari sudut rasional-irrasional sesuai dengan sudut posisinya, [4] membuat semua pihak sepakat dengan kebenaran hukum Murphy itu, yaitu kalau situasi itu ditangani secara proaktif, maka yach sudah jelas situasinya bakal tambah memburuk dan regresif terus. Kalau ini wayang, ini sama dengan memperdebatkan siapa yang lebih benar, Wibisana atau Kumbakarna; dan itu tidak mungkin dilakukan karena keduanya merespon secara rasional atas situasi yang ada. Meski tragisnya, mereka kedua saudara itupun harus ketemu di medan perang sebagai musuh. Buat kita sendiri, memahami hal beginian rasanya bisa membuat kita jadi tambah arif. JD Klik: 1. Situsnya Murphy's Law: http://www.murphys-laws.com/ ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/