Anarki, agama, dan okultisme Mungkin inilah karakter negara transisi. Terlalu banyak masalah rumit yang tidak tuntas pemecahannya. Ironisnya, perhatian publik pun gampang terpecah atau berbelok dari satu isu ke isu lain. Publik belum mendapatkan gambaran utuh tentang suatu peristiwa. Tiba-tiba muncul lagi setumpuk kasus baru yang juga tak kalah rumitnya. Akibatnya, perhatian atas kasus dan kejadian lama pun terabaikan.
Beberapa pekan lalu, perhatian publik Indonesia sempat tertuju pada kasus bentrokan antara aliran Madi di Dusun Selena, Palu, dengan aparat keamanan. Korban jatuh dari kedua belah pihak. Tak urung komandan Kasat Samapta dan Kasat Intel Polresta Palu tewas seketika. Kasus Madi ini tetap harus dicermati lebih jauh, supaya muncul pemahaman utuh. Di samping itu, kasus ini bukanlah spesifik di Sulawesi Tengah, melainkan fenomena di banyak tempat lain, di Indonesia maupun manca negara. Bahkan dalam batas tertentu, kasus tersebut bisa juga menambah gambaran mengenai fenomena kekerasan dalam kehidupan umat beragama. Dalam bahasa sosiologi agama, kelompok atas nama aliran kepercayaan dinamakan occultism (okultisme). Agama, seperti yang didefinisikan Edward B. Tylor (1832-1917), adalah a belief in spiritual being. Aliran kepercayaan (occultism) punya kesamaan dengan agama, yaitu sama-sama percaya kepada spiritual being. Spiritual being itu tidak harus Tuhan, jin, mana, hantu pun jadi. Agama dan aliran kepercayaan secara antropologis hanya punya pembatas setipis daun bawang. Agama sudah terlembaga sehingga bagi yang menyamakan antara keduanya, agama dinamakan institutionalized religion. Keyakinan keduanya didasarkan kepada kekuatan gaib dan tidak harus rasional. Kedua-duanya rentan terhadap tindakan yang sesuai dengan kecenderungan kelompok masing-masing. Kecenderungan itu bervariasi dari sekedar sebagai penenang, mencapai fly, transcendent, sampai ke tindakan nekad dan teror (Agus, Sosiologi Agama, 2003) Kenapa tindakan nekad biasa timbul atas nama kepercayaan dan agama? Perlu ditinjau lebih dalam lagi apakah memang karena bisikan kekuatan gaib atau ada faktor lain? Tindakan makar dan terorisme, sebagaimana berbagai perilaku sosial lainnya, lahir dari kondisi sosiologis yang dialami yang bersangkutan. Tindakan nekad, baik nekad bunuh diri atau pun membunuh orang lain, biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mengalami depresi yang berlebihan. Pencuri dan perampok berani melakukan tindakan nekad membunuh korbannya karena terdesak, seperti takut ketahuan saksi mata atau korban melawan. Mereka adalah kelompok yang merasa tertekan dari segi ekonomi. Dengan nekad, pertimbangan rasional tidak diperhatikan lagi, baik jangka pendek apalagi jangka panjang. Kelompok Madi termasuk miskin dan terkebelakang. Pelaku terorisme setali tiga uang. Hamas di Palestina meledakkan bom bunuh diri karena orang Yahudi dirasakan telah merampas negeri mereka dan berkuasa sewenang-wenang. Para pejuang Irak melakukan peledakan dan bom bunuh diri untuk mengusir penjajah Amerika. Kelompok Al-Qaeda pimpinan Usamah bin Laden bertindak nekad melakukan terorisme karena memandang negaranya dan umat Islam telah tertekan oleh hegemoni Amerika. BBC menyiarkan pernyataan Bin Laden walaupun ada yang meragukan keasliaanya. Di antaranya adalah, "Agresor (AS) harus menerima hukuman. Apakah anda tahu bahwa gangster Gedung Putih adalah pembantai terbesar di abad ini. Saya maklumkan kepada rakyat Amerika, Insya Allah, kami akan terus memerangi kalian. Kami akan teruskan perjuangan syahid kami, di dalam dan di luar Amerika, sampai kalian menghentikan ketidakadilan dan kebodohan serta menyetop teman-teman kalian yang juga biadab". Tindakan teror mereka lakukan karena tidak mampu lagi melawan "penjajah" secara sportif di medan perang. Kalau pelaku bom di Indonesia ada hubungan dengan Al-Qaeda, rasa tertekan dalam kekuasaan Amerika dilampiaskan dengan meledakkan bom terhadap segala sesuatu yang dianggap ada kaitan dengan Amerika, Inggris dan Australia. Ledakan bom di Poso persis ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) menemui pebisnis dan orang-orang penting di Amerika. Bom Bali I dan II, bom di depan Kedubes Australia karena orang Australia banyak di sana. Bom di Hotel Mariott langsung kepada milik Amerika. Bom di London juga dengan alasan yang sama. Mengatasi sesuatu secara profesional harus didasarkan atas hasil penelitian ilmiah yang mendalam. Kerja profesional dalam memberantas kelompok nekad dan jaringan teroris harus dilakukan sampai tuntas. Mungkin banyak asumsi yang menjadi faktor munculnya aksi nekad dan terorisme, tapi faktor-faktor utama dari hasil penelitian mendalamlah yang harus dihilangkan atau ditekan semaksimal mungkin oleh pemerintah atau aparat keamanan. Secara sosiologis, faktor rasionalisme, materialisme, dan liberalisme dapat pula menjadi penekan bagi kebutuhan manusia kepada kepercayaan dan spitualisme. "Serangan" yang bertubi-tubi dari paham tersebut melalui media massa dan media pendidikan, dapat mengakibatkan tekanan ("depresi") atau "kehausan" (cultural shock) bagi komunitas terjajah dan tertindas. Rentetan kejadian Jika di balik lagi ke belakang, banyak kekerasan yang muncul berkaitan dengan eksistensi okultisme. Sekitar 280 pengikut Sekte Kiamat pimpinan Pendeta Mangapin Sibuea telah suka rela meninggalkan harta dan kampung halaman mereka di Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua yang miskin itu. Mereka yakin kepada ajaran Sibuea bahwa 10 November 2003 akan terjadi kiamat. Di Guyana telah terjadi aksi bunuh diri massal yang dilakukan oleh pengikut aliran The People Temple. Jim Jones (1931-1978) memimpin bunuh diri yang dilakukan oleh ratusan orang anggota sekte yang berkembang di California. Mereka nekad minum racun secara massal pada 1978. Pada 26 Maret 1997, 39 anak-anak muda mati bunuh diri di San Diego, AS, karena percaya bahwa kendaraan langit telah datang menjemput mereka untuk hidup di planet lain. Kita juga masih ingat Sekte Aum Shin rikyo di Jepang Maret 1995 menjadikan aliran kepercayaan sebagai justifikasi membunuh dengan menebar gas beracun yang tentu mengancam keselamatan manusia. Tekanan dan "kehausan" spiritual menjadikan mereka merasa tidak berdosa melakukan tindakan nekad demikian. Karena itu kelompok masyarakat yang tertekan secara politik, ekonomi dan kultural perlu diberi safety valve dalam rangka mencegah timbulnya tindakan nekad, baik dalam bentuk kekerasan, anarki, maupun terorisme yang dampaknya lebih destruktif bagi kemanusiaan. Oleh Bustanuddin Agus Dosen Sosiologi Agama, Universitas Andalas Padang http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A57&cdate=17-NOV-2005&inw_id=403265 ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/