http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/24/opini/2236160.htm
Impor Beras dan Keruntuhan Semangat Bangsa Agusdin Pulungan Surat Menteri Perdagangan RI per 1 November 2005, No 05/M-DAG/II/2005, yang dilaporkan sebagai hasil rapat kabinet yang dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah mengizinkan Perum Bulog mengimpor beras 70.050 ton. Dengan keputusan ini, apalagi yang ingin dikatakan selain rasa heran dan kecewa? Kalangan petani dan organisasi-organisasi tani mengatakan, keputusan mengimpor beras sebagai tindakan yang keterlaluan dan pengkhianatan terhadap rakyat (Kompas, 17-18/11/2005). Heran, mengapa pemerintah tidak membeli beras petani di sentra-sentra produksi. Karena, saat ini produksi beras nasional hingga akhir tahun 2005 dalam keadaan surplus jutaan ton dan harga gabah di tingkat petani sedang dalam keadaan baik. Kecewa, karena beras yang diimpor dari Vietnam atau Thailand akan masuk pertengahan Januari 2006, bertepatan dengan panen raya Februari. Kemungkinan besar itu akan menekan dan mendistorsi harga-harga hasil panen sebelum dan sesudah panen raya Februari 2006. Petani miskin Petani Indonesia terdiri dari tiga strata sosial, yaitu petani pemilik tanah (rata-rata kurang dari 0,3 hektar); petani bagi hasil; dan buruh tani, lebih kurang 72 persennya adalah petani miskin. Dapat dikatakan, selain dari apa yang dimiliki dan tantangan alam yang dihadapi, sebenarnya negara diharapkan dapat membantu dan menyelenggarakan keadilan serta memberi kesempatan setara untuk memperbaiki kehidupan petani. Untuk itu, pemerintah bisa melakukan dua hal. Pertama, memotivasi petani dengan cara memberi insentif yang menunjang usaha tani, yaitu selain memberi jaminan pasar, juga membantu memperluas akses dan mengurangi sebesar-besarnya hambatan serta biaya-biaya pemasaran dan distribusi. Pemerintah juga dapat memberi insentif terhadap kebutuhan permodalan usaha tani sehingga mudah diakses sesuai dengan latar belakang dan karakteristik sosio-ekonomi petani. Termasuk di dalamnya memberi insentif pada pengadaan sarana produksi, peningkatan dan penggunaan teknologi, infrastruktur, pemilikan hak atas tanah (reforma agraria), dan hal-hal yang menyangkut kebutuhan sosial (dasar) petani. Kedua, pemerintah bisa melindungi petani dari serbuan komoditas impor yang murah dengan cara mengendalikan tekanan-tekanan liberalisasi perdagangan sehingga terkendali dalam bentuk perdagangan berkeadilan. Perlu diingat, selain telah disubsidi di negara asal, komoditas itu merupakan produk residu yang sudah melampaui batas skala ekonomi usaha sehingga dapat dijual di bawah harga pokok. Terkesan pemerintah bersikukuh mengimpor beras dengan aneka alasan, kekeringan, kebanjiran, inflasi, stok nasional, dan lainnya yang berlangsung sejak Juni 2005. Fenomena ini menggambarkan jauhnya tekad Presiden SBY merevitalisasi pertanian. Antara tekad dan praktik, "jauh panggang dari api". Kredibilitas Pemberian izin impor beras 70.050 ton menunjukkan lemahnya kredibilitas pemerintah secara keseluruhan. Keputusan untuk tidak mengimpor yang pernah dibuat Juni 2005 didasari proyeksi kredibel Departemen Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan Nasional. Diramalkan produksi nasional akan surplus 1,5-3 juta ton sampai akhir 2005. Hingga kini situasi beras masih surplus. Hingga akhir tahun 2005 kebutuhan beras terpenuhi dari dalam negeri. Dengan kinerja pemerintahan seperti ini, amat logis jika rakyat membaca, aneka kebijakan pemerintah terkesan labil dan inkonsisten. Terutama bila dikaitkan tekad revitalisasi pertanian yang dicanangkan Presiden SBY pada 11 Juni 2005. Keinginan membeli beras 70.050 ton, atau 300.000 ton sebagaimana disepakati dalam kontrak impor (Kompas, 19/11/2005), sebenarnya merupakan peluang yang amat baik bagi pemerintah untuk memulihkan kepercayaan rakyat jika dibeli dari petani Indonesia. Apalagi pembelian dilakukan dengan harga yang baik sehingga mampu mengurangi dampak kenaikan harga BBM. Dampak lain, petani termotivasi untuk terus meningkatkan produktivitasnya. Rakyat pun melihat, pemerintah telah sungguh-sungguh mempraktikkan komitmennya karena dalam keterpurukan seperti ini telah mendahulukan kepentingan pembangunan perekonomian rakyat. Bukankah harapan agar pemerintah membeli hasil usaha tani sehingga petani mendapatkan harga yang baik adalah sebagai sebuah kepatutan yang wajar? Tetapi, bila terjadi sebaliknya, impor beras oleh Perum Bulog selain menurunkan moral dan motivasi petani, juga akan membuat pemerintah menjadi asing bagi petani. Bahkan, dianggap sebagai kekuatan yang menindas karena kebijakannya cenderung antipetani dan anti-insentif bagi pembangunan pertanian Indonesia. Secara pragmatis, kalangan petani dapat menyimpulkan, pemerintah yang sebenarnya merupakan faktor pembela terkuat bagi petani malah berperan membongkar dan meruntuhkan pertahanan sosial-ekonominya. Keputusan impor beras tidak dapat dilihat secara sederhana dari jumlah besar atau kecil. Keputusan itu harus dilihat sebagai simbol tekad sebuah bangsa yang bervisi. Karena, berapa pun jumlah impornya, akan berdampak pada semangat bangsa. Jika demotivasi terus terjadi kepada petani, akan mempercepat menurunnya moral dan minat generasi muda di desa untuk membangun pertanian. Konsekuensinya, kita akan gagal membangun sebuah bangsa yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. Apalagi menjadi sebuah negara yang memiliki ketahanan pangan nasional yang tangguh, yang tidak bergantung kepada bangsa lain. Agusdin Pulungan Ketua Dewan Pimpinan Nasional HKTI [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/