MEDIA INDONESIA Sabtu, 26 November 2005
Terorisme: Perluasan Wewenang BIN Rusak Prinsip Intelijen JAKARTA (Media) : Permintaan wewenang lebih luas yang disampaikan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar pada rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Senayan, (24/11), bisa merusak prinsip intelijen yang tidak boleh menyentuh sasarannya dalam bekerja. "Sedangkan tugas utama intelijen adalah mengawal, mengamankan, dan menyelesaikan. Akan terjadi tumpang tindih dan melemahkan fungsi aparat penegak hukum kita nantinya," kata peneliti Center Global Civil Society Studies Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto kepada Media di Jakarta, kemarin. Menurut Andi, yang seharusnya dilakukan BIN adalah membentuk satuan tugas (satgas) intelijen yang mampu mengumpulkan data sekaligus melakukan tindakan. "Satgas ini dibentuk dengan menyertakan aparat penegak hukum, seperti polisi dan jaksa," kata Andi. Jika satgas ini terbentuk, pekerjaan intelijen dan penindakan dilakukan satgas ini. Seandainya BIN diberi wewenang menangkap, identitas intelijen bisa terungkap. "Jika sudah terungkap dan melakukan penangkapan, lalu ada yang mempraperadilkan, maka intelijen akan kalah. Wewenang penangkapan hanya dan harus tetap dilakukan aparat polisi dan jaksa," tambah Andi. Sementara itu, Direktur operasional Imparsial Rusdi Marpaung juga berpendapat senada dengan Andi. "BIN tidak punya hak untuk melakukan penangkapan dan memeriksa orang yang terindikasi terlibat kegiatan terorisme," kata Rusdi. Menurutnya, tugas penangkapan tidak boleh dilakukan intelijen non-yudisial. Tugas penangkapan hanya boleh dilakukan intelijen yudisial, yaitu polisi, imigrasi, Bea Cukai, dan jaksa. Tugas BIN adalah mengumpulkan data, menganalisis dengan tepat dan merekomendasikannya pada Presiden untuk ditindaklanjuti. "Permintaan wewenang penangkapan ini membuat kita bertanya-tanya, BIN bisa analisis tidak?" kata Rusdi. Rusdi didampingi koordinator peneliti Imparsial Al Araf, yang telah melakukan penelitian-penelitian untuk Imparsial. Menurut Al Araf, sangat lucu dan kacau dalam tatanan pengamanan kita jika intelijen yang mengolah data ikut menangkap atau melakukan yang bukan tugasnya. "Adalah konyol jika Effendy Simbolon (anggota Komisi I DPR) menyetujui keinginan Syamsir Siregar yang meminta supaya BIN boleh melakukan penangkapan," kata Al Araf. Mendesak Sementara itu, pengamat intelijen Wawan Purwanto mengatakan karena kondisi negara yang rawan ancaman terorisme dan tindakan destruktif lainnya, Indonesia sangat membutuhkan Undang-Undang Intelijen. "Kebutuhan UU Intelijen sudah sangat mendesak karena jika menunggu sesuai aturan yaitu diajukan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebelum 2007, UU Intelijen itu baru dapat kita memiliki pada 2009," kata Wawan Purwanto di Jakarta, kemarin. Kondisi di lapangan, kata Wawan, sudah sangat memerlukan UU Intelijen, mengingat potensi konflik serta aksi terorisme terus mengancam. Dia menilai jika memungkinkan pada akhir 2005, hendaknya sudah bisa ditetapkan untuk membahas konsep (draf) RUU yang sudah ada pada tahun 2006. Dia menjelaskan aturan hukum (keppres) yang dimiliki Indonesia masih sangat lemah, terutama jika dibandingkan dengan Patriot Act di Amerika Serikat dan UU sejenis di Inggris dan Australia, termasuk Internal Security Act (ISA) Malaysia. Patriot Act memiliki wewenang menahan seseorang yang diduga teroris hingga tiga tahun, ISA bisa menahan hingga dua tahun, sedangkan BIN Indonesia tidak mempunyai wewenang untuk menangkap tersangka. Wawan menjelaskan, saat ini aparat intelijen gamang untuk bertindak karena khawatir menghadapi tuduhan melanggar hak asasi manusia. "Akibatnya, aparat intelijen menjadi skeptis," katanya. Ketika ditanya, perlunya melibatkan orang-orang yang benar-benar mengenal dunia intelijen dalam penyusunan UU Intelijen, Wawan mengatakan memang sebaiknya demikian, karena pemerintah dan DPR tidak bisa hanya mengandalkan kalangan akademisi yang tidak mengetahui medan intelijen Indonesia yang sesungguhnya dan perkembangan dunia intelijen dunia. "Juga jangan sampai ada tuduhan masukan dari para penyusun UU Intelijen itu adalah pesanan dari pihak luar (asing) yang justru membuat UU Intelijen itu tidak efektif." (Ant/*/P-3). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/