MEDIA INDONESIA Senin, 28 November 20
Merevisi Sistem Persenjataan Indonesia Andi Widjajanto, Peneliti Center Global Civil Society Studies Universitas Indonesia (UI) PENCABUTAN embargo militer oleh Amerika Serikat (AS) memunculkan kembali pertanyaan tentang pengembangan sistem persenjataan Indonesia. Sejak embargo diterapkan AS, Indonesia telah berupaya untuk melakukan diversifikasi sistem persenjataannya. Posisi akhir sistem persenjataan Indonesia di tahun 2004 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 173 jenis sistem persenjataan yang bersumber dari 17 negara produsen. Lima peringkat terbesar untuk sumber persenjataan Indonesia adalah Amerika Serikat (34%), Prancis (12%), Jerman (12%), Rusia (10%), dan Inggris (9%). Industri strategis domestik Indonesia hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 5% dari seluruh jenis sistem persenjataan yang dimiliki oleh TNI. Untuk periode 1999-2004, Indonesia memesan 21 jenis senjata dari delapan negara produsen senjata dengan nilai impor senjata sebesar US$796 juta. Dari delapan negara produsen ini, Rusia menjadi pemasok senjata terbesar dengan nilai impor senjata sebesar US$274 juta, diikuti oleh Inggris (US$226 juta), Prancis (US$121 juta), Jerman (US$74 juta), Amerika Serikat (US$29 juta), dan Belanda (US$21 juta). Pemesanan tersebut sebagian besar dilakukan untuk melengkapi kebutuhan Angkatan Udara. Penambahan sistem persenjataan terjadi untuk beberapa jenis alutsista seperti helikopter jenis MI-35, helikopter NBO-105C, tank amfibi PT-76, kendaraan APC BTR-50P, serta pesawat tempur jenis Su-27SK, dan Su-30MKI. Diversifikasi persenjataan tersebut menimbulkan persoalan serius untuk sistem pengelolaan persenjataan Departemen Pertahanan. Keberadaan 173 jenis sistem persenjataan tentunya memperbesar biaya operasional dan perawatan. Untuk sistem persenjataan jenis pesawat tempur, misalnya, Indonesia, memiliki 87 pesawat tempur yang berasal dari tiga negara, yaitu AS (34 pesawat), Inggris (49 pesawat), serta Rusia (4 pesawat). Sebanyak 87 pesawat tempur tersebut terdiri dari 8 jenis pesawat tempur F-16A Fighting Falcon, F-5E Tiger, Hawk Mk.209, Hawk Mk 53, A-4 E Skyhawk CAS, OV-10F Bronco Coin, Su-27SK, dan SU-30MKI. Keberadaan 8 jenis pesawat tempur tersebut tentunya meningkatkan secara signifikan biaya-biaya operasional dan perawatan yang tergabung dalam biaya program pengadaan materiil. Beban anggaran ini bisa dikurangi jika Departemen Pertahanan menginisiasi program efisiensi sistem persenjataan serta inovasi strategi pembelian senjata. Efisiensi sistem persenjataan bisa dilakukan melalui tiga strategi. Pertama, diversifikasi jenis persenjataan dikurangi untuk menciptakan satu kerangka sistem persenjataan terpadu. Hal ini, misalnya, telah dilakukan AS dengan pengembangan pesawat tempur F35-JSF yang akan menggantikan seluruh jenis pesawat tempur yang dimilikinya. Kedua, variasi sumber negara produsen dikurangi untuk mendukung terciptanya sistem persenjataan terpadu. Hal ini tidak berarti Indonesia akan sepenuhnya bergantung ke satu negara produsen namun bisa mencari satu kelompok negara yang bekerja sama mengembangkan suatu teknologi persenjataan. Kerja sama tersebut, misalnya, tampak dari perusahaan-perusahaan Rusia yang membentuk kerja sama internasional dengan Prancis. Sistem elektronik dan avioinik Prancis telah dipakai untuk pesawat tempur Su-30MKM yang dipesan oleh Malaysia. Sistem yang dikembangkan Prancis dan Israel juga telah digunakan pada pesawat tempur SU-30MKI yang dipesan India. Ketiga, program pengembangan senjata yang semula diarahkan untuk program arms maintenance digeser menjadi program arms disposal dan arms build-up. Program arms disposal harus dilakukan untuk mengurangi secara signifikan persenjataan yang tidak sesuai dengan rencana pengembangan sistem persenjataan dan juga persenjataan yang sudah jauh melampau usia pakai. Program arms build-up dilakukan untuk mengisi kekosongan sistem persenjataan karena program arms disposal dan sekaligus memperkuat elemen postur pertahanan. Strategi ofset Inovasi sistem pembelian senjata diperlukan untuk memodifikasi pola akuisisi persenjataan Indonesia. Menurut Makmur Keliat (2005), dalam tiga dasawarsa terakhir Indonesia menghadapi tiga pola yang berbeda dalam melakukan akuisisi persenjataan. Pola pertama memiliki dua ciri, tidak adanya hambatan anggaran negara yang signifikan dan hubungan yang sangat baik antara pemerintah Indonesia dan para produsen senjata utama internasional yang berasal dari negara-negara maju. Pola ini umumnya terjadi ketika Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup baik sepanjang tahun 1980-an. Pola kedua ditandai oleh tidak adanya hambatan anggaran negara yang signifikan dan disertai tekanan politik dari negara-negara maju, terutama dari AS dan Uni Eropa. Pola ini--yang muncul setelah peristiwa Timor Timur I, 1991 dan terus berlangsung hingga krisis finansial 1998 yang kemudian diperparah dengan embargo pascaperistiwa Timor Timur 1999--telah menyulitkan Indonesia untuk melakukan akuisisi karena embargo persenjataan oleh negara-negara maju itu. Pola ketiga ditandai oleh adanya kendala keuangan yang sangat serius yang dihadapi pemerintah dan tekanan politik yang masih terus diberlakukan oleh negara-negara pemasok utama persenjataan internasional. Pola ketiga ini, yang mulai muncul sejak terjadinya krisis finansial 1997, telah memaksa pemerintah untuk mengandalkan mekanisme pendanaan kredit ekspor untuk memenuhi kebutuhan persenjataan Indonesia. Penggunaan fasilitas kredit ekspor untuk akuisisi persenjataan memberikan beban tambahan kepada keuangan negara terutama karena fasilitas kredit ekspor merupakan bentuk utang luar negeri yang memiliki tingkat suku bunga sangat tinggi, dengan waktu pengembalian yang sangat cepat. Salah satu cara untuk melakukan inovasi sistem pembelian senjata adalah strategi ofset. Pengertian ofset pada dasarnya mengacu pada pembelian atau investasi timbal balik yang disepakati oleh pemasok senjata sebagai imbalan dari kesepakatan yang dilakukan. Ada dua tipe ofset yang bisa diminta oleh Indonesia, yaitu licensed production dan co-production. Jika licensed production dipergunakan, Indonesia meminta negara produsen untuk mentransfer teknologi kepada Indonesia sehingga sebagian dari kegiatan untuk memproduksi sistem persenjataan yang sedang dipesan itu dapat dilakukan di Indonesia. Jika co-production yang dipilih, Indonesia tidak hanya terlibat dalam kegiatan menghasilkan komponen peralatan militer yang tengah dipesan, tetapi juga terlibat untuk menghasilkan peralatan militer yang sama untuk memenuhi pesanan dari negara produsen maupun memenuhi pesanan pasar internasional. Bagi Indonesia, inovasi sistem pembelian senjata dilakukan untuk setidaknya mengurangi beban devisa dan efek-efeknya pada neraca pembayaran, serta menstimulasi perkembangan industri pertahanan domestik. Inovasi tersebut harus menjadi bagian dari mekanisme transisi pendanaan pengadaan persenjataan. Mekanisme transisi ini harus secara komprehensif melihat korelasi antara rencana strategis pertahanan dan program pengembangan postur pertahanan. Alokasi anggaran penelitian dan pengembangan pertahanan, dan alokasi sumber daya untuk industri strategis pertahanan serta keberadaan sumber-sumber pendanaan luar negeri. Mekanisme transisi ini harus dapat secara jelas menjabarkan trajektori jangka menengah-panjang yang secara gradual meningkatkan efisiensi dan kemandirian sistem persenjataan Indonesia. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/