http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/16/opini/2278266.htm
Birokratisasi Tempat Ibadah Rumadi Dalam waktu dekat, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri akan menandatangani Peraturan Bersama tentang Pembinaan Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat di Daerah (Kompas, 3/12/2005). Peraturan Bersama itu menggantikan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 1/BER/MDN-MAG tahun 1969 tentang pendirian rumah ibadah yang dipandang tidak sesuai dengan perkembangan dan peraturan perundang-undangan. Meski sudah mendekati masa akhir, tim revisi belum pernah me-release ke publik draf peraturan bersama sehingga tidak bisa diperdebatkan secara luas. Ketika Komnas HAM dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) mendiskusikan hal ini, (16/11/2005), perwakilan dari Balitbang Depag mengatakan, draf yang dibagikan ke peserta diskusi sudah kedaluwarsa karena terus berubah. Terakhir saya mendapat draf bahan pertemuan tim revisi di Cisarua, Bogor (22/11/2005) dari seorang kawan. Ia berpesan, Depag dan Depdagri minta agar draf ini jangan dibocorkan ke masyarakat. Forum kerukunan Niat baik pemerintah menyempurnakan SKB No 1/BER/MDN-MAG tahun 1969 tidak lepas dari suasana kehidupan umat beragama yang kurang kondusif. Berbagai kasus operasi tempat ibadah oleh kelompok tertentu sempat menyulut ketegangan. Pemerintah melihat, kasus itu antara lain disebabkan SKB yang belum mengatur rinci prosedur pendirian tempat ibadah. Karena itu, penyempurnaan SKB ada dalam semangat pembuatan aturan yang lebih detail. Semangat itu tampak jelas pasal demi pasalnya. Secara garis besar, peraturan bersama ini mengatur dua hal yang saling berkaitan, yaitu pembinaan kerukunan umat beragama melalui pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan prosedur pendirian tempat ibadat. Ada beberapa catatan penting yang perlu mendapat perhatian sebelum peraturan ini disahkan. Pertama, adanya birokratisasi agama dan tempat ibadat. Ini bisa dilihat bagaimana prosedur FKUB dibentuk di tiap tingkatan (pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai desa), tugas, dan struktur kepengurusannya. Lihat struktur FKUB provinsi. Ketua: wakil gubernur; Wakil Ketua: kepala Kanwil Depag; Sekretaris: kepada badan kesbangpol provinsi; anggota: instansi terkait termasuk wakil kepolisian, TNI, dan kejaksaan. Struktur seperti ini dibuat hingga ke tingkat desa. Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi dengan FKUB seperti ini. Dalam dalam rancangan peraturan bersama, FKUB mempunyai posisi amat sakti. Berdiri atau tidaknya tempat ibadat amat tergantung rekomendasi forum ini. Bisa dipastikan FKUB akan menjadi alat politik baru yang pada tingkat tertentu bisa merepresi masyarakat. Juga dijelaskan, prosedur pendirian tempat ibadah harus menyertakan: 1) Izin Prinsip Pendirian Rumah Ibadat (IPPRI) dan Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat (IMBRI) yang diterbitkan Bupati/Wali Kota. IPPRI dan IMBRI bisa keluar berdasar rekomendasi FKUB tingkat kelurahan/desa yang disahkan kepala desa, rekomendasi FKUB kecamatan yang telah disahkan camat, rekomendasi FKUB kabupaten/kota, rekomendasi Kepala Kantor Depag kabupaten/kota. 2) daftar nama dan alamat kepala keluarga sesuai KTP setempat yang akan menjadi jemaat rumah ibadat yang sedang diusulkan, sekurangnya 50 kepala keluarga. Kedua, dengan birokratisasi itu bisa dibayangkan betapa rumitnya mendirikan tempat ibadah. Namun, bukan itu inti masalahnya. Birokratisasi tempat ibadah yang terlalu berlebihan amat potensial menyuburkan sentimen mayoritas-minoritas. Bisa dipastikan, kelompok minoritas di sebuah wilayah akan selalu dalam kontrol mayoritas. Ketiga, politik mayoritas-minoritas secara otomatis akan menyegregasi sosial berdasar agama. Segregasi itu terjadi hingga tingkat paling bawah, desa/kelurahan. Dengan demikian, alih-alih mencairkan kebekuan hubungan antarumat beragama, peraturan bersama justru amat potensial memunculkan arena kontestasi baru kelompok-kelompok agama di Indonesia. Bahkan, bukan tak mungkin, FKUB yang amat formal seperti ini akan menjadi sarana â?basa-basiâ? para tokoh agama menghabiskan uang rakyat tetapi tidak mempunyai relevansi kepentingan rakyat. Keempat, dengan birokrasi lebih rumit untuk mendirikan rumah ibadat, bukan tidak mungkin kalangan minoritas merasa dikerjain kelompok mayoritas. Peraturan ini dicurigai sebagai cara mayoritas menghambat minoritas. Dengan SKB 1969 yang lebih sederhana saja banyak kalangan mengeluhkan sulitnya mendapat izin pendirian tempat ibadah karena aneka alasan, apalagi dengan aturan lebih rumit. Aparat birokrasi yang seharusnya memberi pelayanan juga sering dikeluhkan tidak netral. Memudahkan Melihat berbagai kemungkinan itu, penulis berpendapat, SKB tahun 1969 justru lebih baik karena lebih sederhana meski mengandung kelemahan. Revisi atas SKB seharusnya diarahkan untuk memudahkan dan menyederhanakan pendirian tempat ibadah, bukan memperpanjang birokrasi yang rawan penyelewengan. Dalam kondisi kehidupan keagamaan Indonesia yang belum sepenuhnya sehat, memang dibutuhkan aturan tentang rumah ibadah. Namun, aturan itu harus berangkat dari semangat melindungi kebebasan beragama. Konsekuensinya, jika pemerintah tak memberi izin pendirian tempat ibadah karena persyaratan yang ditetapkan tak dipenuhi, pemerintah harus menyediakan tempat ibadah bagi mereka yang belum punya rumah ibadah. Ibadah tentu tak bisa ditunda hanya karena belum punya tempat ibadah. Pemerintah tidak bisa lepas tangan mengenai hal ini. Penyediaan tempat ibadah oleh pemerintah merupakan wujud tanggung jawab sebagai bentuk perlindungan dan pemberian jaminan beribadah menurut agama masing-masing. Namun, jika pemerintah tidak bersedia, jalan keluarnya adalah mempermudah pendirian tempat ibadah. Rumadi Peneliti The Wahid Institute, Pengajar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Know an art & music fan? Make a donation in their honor this holiday season! http://us.click.yahoo.com/.6dcNC/.VHMAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/