http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/21/opini/2305386.htm

 
Pertahanan Nirmiliter 

Makmur Keliat



Mengapa kita perlu menyebarluaskan gagasan pertahanan nirmiliter? Bukankah 
seharusnya pertahanan itu urusan tentara saja? Selain argumentasi 
legalistis-formal dengan merujuk UUD RI 1945 (Pasal 30 Ayat 2) dan 
Undang-Undang Pertahanan Negara (Pasal 8 Ayat 2), seperti diungkapkan Juwono 
Sudarsono (Kompas, 20/9/2005), mungkin perlu dicari argumen lain.

Globalisasi telah mengakibatkan negara bukan hanya satu-satunya aktor yang 
memiliki jaringan (network) dan melakukan pertukaran atau transaksi 
lintasnasional, tetapi juga komunitas, lembaga-lembaga internasional, 
organisasi nonpemerintah (NGO), dan perusahaan multinasional. Selain aktor yang 
kian beragam, globalisasi juga mengakibatkan kerumitan dalam pengorganisasian 
ruang dan wilayah.

Dampak globalisasi

Globalisasi mengakibatkan batas-batas apa yang disebut isu lokal, nasional, dan 
internasional menjadi kabur. Karena kemajuan pesat teknologi komunikasi, isu 
lokal dapat cepat ditransformasikan menjadi isu nasional dan internasional. 
Sebaliknya, isu internasional cepat masuk ke ruang-ruang yang selama ini 
dikategorikan nasional dan lokal. Meski perang AS-Irak, misalnya, jauh dari 
Indonesia, tetapi gaung politiknya masuk ke dalam negeri. Demikian juga aksi 
teroris di Bali berdampak politik skala nasional dan nasional.

Ada tiga dampak dari proses globalisasi terhadap kehidupan manusia dan 
pembuatan kebijakan. Pertama, pada tataran identitas dan loyalitas. Negara 
nasional, meminjam pemikiran David Held dkk (1999), kini bukan lagi 
satu-satunya institusi bagi manusia untuk menunjukkan identitas dan 
loyalitasnya, tetapi telah disaingi berbagai jaringan yang dapat berskala 
lokal, nasional, regional, dan sekaligus lintasnasional. Meski demikian, pada 
saat yang sama alternatif terhadap negara sebagai institusi politik tampaknya 
belum menjadi sesuatu yang feasible. Gerakan separatis, sebagai produk puncak 
dari menguatnya otoritas lokal, sebagai misal, bukan penolakan terhadap negara, 
merupakan refleksi kerinduan terhadap negara. Karena itu, fungsi keamanan 
negara (security function of state) tampaknya tidak pernah dapat dihilangkan 
sepanjang negara itu ada. Menurut TV Paul (2003) hanya dua negara, yaitu Panama 
dan Haiti, yang telah menghilangkan kekuatan militernya dan menganut model 
Kosta Rika setelah berakhirnya Perang Dingin. Namun, harus pula dicatat, 
penghilangan kekuatan militer tidak serta-merta menjamin fungsi kesejahteraan 
negara (welfare function of state) jadi lebih baik. Laporan Bank Dunia (2004), 
misalnya, menyebutkan, untuk 2001-2002 Panama mengalami pertumbuhan GDP negatif 
(-0,7 persen), begitu juga Haiti (-2,7 persen), dan Kosta Rika tumbuh positif 
sekitar satu persen.

Kedua, derajat ketidakpastian yang kian besar. Ketidakpastian itu, meminjam 
pemikiran Anthony Giddens (1998), sebagai ketidakpastian yang dibuat oleh 
manusia sendiri (manufactured uncertainty). Globalisasi telah menghasilkan 
transformasi besar. Ironisnya, transformasi yang telah dibuat manusia amat 
sulit dikendalikan. Proses globalisasi, sebagai akibat kemajuan teknologi 
sebagai misal, mengakibatkan batas-batas negara dari menit ke menit menjadi 
amat terbuka terhadap penetrasi pihak luar dan otonomi negara untuk menentukan 
jalan hidupnya amat berkurang. Akibatnya, ada ruang abu-abu amat besar antara 
isu ekonomi, politik, dan keamanan. Sebagai misal, hancurnya arsitektur moneter 
dan finansial internasional sejak 1970-an memberi peran besar terjadinya krisis 
keuangan di Asia Tenggara tahun 1997, disusul kerusuhan sosial di beberapa 
tempat di Indonesia.

Ketiga, pendefinisian tentang ancaman menjadi amat lentur. Jika pandangan top 
down digunakan, ada alasan menjadi optimis untuk melihat masa depan. Tidak 
pernah berlangsung perang besar (major war) antar-aktor adikuasa (great power) 
selama 50 tahun terakhir. Konklusinya, statecraft masih penting. Negara 
berdaulat masih akan merupakan aktor penting dalam perpolitikan dunia, 
khususnya dalam pengaturan kekerasan, pembangunan hukum, dan dalam manajemen 
hubungan eksternal. Namun, seperti diungkap Ken Booth (1998), jika pandangan 
bottom up yang digunakan, berarti menggunakan perspektif dari kelompok miskin 
(the poor), optimisme itu tampaknya tidak memiliki landasan kuat. Gambaran masa 
depan akan amat berbeda karena kelompok miskin masih merupakan mayoritas 
terbesar dari manusia yang hidup dalam lima puluh tahun terakhir dan 
kemungkinan akan tetap bersama kita di masa depan.

Tampaknya, perspektif dari kelompok miskin perlu lebih diperhatikan di masa 
depan karena aneka ketimpangan pada tataran masyarakat itu dapat dengan dengan 
mudah ditransformasikan menjadi sumber-sumber kerawanan untuk tidak percaya 
kepada negara.

Akibatnya, pendefinisian tentang ancaman bukan hanya berkaitan urusan 
statecraft atau penghindaran perang militer, tetapi telah menjadi amat luas. 
Itu sebabnya, kita kini mengenal istilah-istilah perang ekonomi, perang 
intelijen, maupun perang melawan kemiskinan. Barangkali itu pula sebabnya, 
Joseph J Romm (1993), pakar keamanan nasional di AS, suatu saat mendefinisikan 
ancaman dalam kalimat yang amat luas, "segala hal yang dapat menyempitkan 
pilihan-pilihan kebijakan yang tersedia bagi pemerintah".

Dua prasyarat

Jika kita bertolak dari batasan definisi semacam ini, upaya pengurangan ancaman 
berarti sama dengan upaya memperluas pilihan kebijakan bagi pemerintah. Jika 
kita percaya dengan ungkapan ini, ada kebutuhan amat mendesak bagi pemerintah 
untuk memperluas pilihan kebijakan dalam era globalisasi. Upaya untuk 
memperluas pilihan kebijakan hanya dapat dilakukan jika para pembuat kebijakan 
dapat melakukan kerja sama dengan pihak luar, terutama dengan universitas dan 
kalangan akademisi.

Pengalaman AS dalam masa Perang Dunia II mungkin dapat dijadikan rujukan guna 
menciptakan kerja sama itu. Melalui pembentukan lembaga khusus, yang disebut 
Office of Scientific Research and Development (OSRD) tahun 1941, kekuatan 
militer AS dan sekutunya, disebutkan Maxine Singer (2001), telah memberi 
kontribusi yang signifikan bagi kemenangan pihak sekutu dalam Perang Dunia II 
melalui berbagi penelitian dan temuannya, seperti radar, bom atom, dan 
obat-obatan. Menarik mencatat anggaran penelitian dan pengembangan tentara AS 
saat itu, amat minim, yaitu sekitar 0,6 persen dari seluruh anggaran pertahanan 
negeri itu.

Namun, menurut Singer, ada dua prasyarat yang harus dipenuhi untuk 
mengembangkan kerja sama itu.

Pertama, penelitian dan temuan yang dilakukan ilmuwan bukan ditujukan untuk 
mengambil alih tanggung jawab tentara dalam masalah teknis peperangan. Hal ini 
disebabkan selalu ada kekhawatiran dari kalangan militer terhadap intervensi 
sipil dalam masalah internal tentara. Sebagai misal, ada perjuangan yang 
panjang dari ORSD untuk meyakinkan Angkatan Laut AS agar menggunakan pesawat 
udara yang dilengkapi radar guna menghadapi kapal selam Jerman.

Kedua, militer dan kalangan komunitas akademis mau dan mampu mencari jalan 
tengah dari hakikat dan watak kehidupannya yang amat berbeda. Karena, menangani 
soal-soal keamanan nasional, seluruh aktor yang terlibat di dalamnya, baik 
tentara, polisi, maupun intelijen, biasanya amat hirau dengan masalah 
kerahasiaan. Sebaliknya, kalangan akademisi justru amat hirau dengan persoalan 
publikasi karena kualitas temuan dan gagasannya akan kian memperoleh reputasi 
yang kian tinggi jika ada ruang untuk dikritisi.

Dua prasyarat itulah yang tampaknya menjadi tantangan bagi Indonesia untuk 
mewujudkan konsep pertahanan nirmiliter itu di masa depan.

MAKMUR KELIAT Direktur Eksekutif Center for East Asian Cooperation Studies 
(CEACoS), Universitas Indonesia


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Know an art & music fan? Make a donation in their honor this holiday season!
http://us.click.yahoo.com/.6dcNC/.VHMAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke