http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/22/opini/2305279.htm

 
Kelaparan dan Penyangkalan 


Sudirman H Nasir

Tidak ada yang mengejutkan dari kasus kelaparan yang melanda warga Kabupaten 
Yahukimo, Papua. Sudah sejak lama Papua adalah daerah dengan tingkat kerawanan 
pangan yang tinggi.

Diberitakan, kelaparan di Yahukimo mengakibatkan 55 orang meninggal dan 112 
orang sakit.

Rentetan kematian dan kesengsaraan manusia di Papua akibat kekurangan pangan 
seharusnya membuat pemerintah di segala tingkat memiliki langkah-langkah 
antisipatif. Namun, yang kita lihat adalah pameran budaya penyangkalan (denial 
culture) para pejabat pemerintah di pusat, provinsi, dan kabupaten.

Menko Kesra Aburizal Bakrie menyangkal kejadian kelaparan di Yahukimo. Ia 
menghaluskannya sebagai gejala awal yang bisa mengarah pada kelaparan. 
Pernyataan Aburizal itu memiliki sejumlah celah.

Pertama, tidak perlu menjadi ahli pangan dan gizi untuk mengetahui, kelaparan 
merupakan slow on-set disaster, bencana yang tidak terjadi seketika namun 
perlahan-lahan. Ada rentang waktu panjang antara kondisi kekurangan asupan 
makanan sampai akhirnya seseorang menjadi sakit, lalu meninggal.

Kedua, kekurangan asupan makanan dan gizi tidak selalu langsung membuat orang 
mati. Tetapi, kondisi kelaparan itu membuat orang rentan terhadap berbagai 
penyakit, atau memperparah penyakit-penyakit yang telah diidap sebelumnya.

Ketiga, ini yang terpenting, pernyataan Menko Kesra secara jelas menunjukkan 
penyangkalan tanggung jawab negara terhadap hak warga terhadap pangan (right to 
food), yang merupakan hak asasi manusia paling mendasar.

Kelaparan di Yahukimo dan di beberapa tempat di Tanah Air yang amat ironis 
karena tidak berselang lama dari ratifikasi Pemerintah Indonesia terhadap 
Kovenan Hak-hak Asasi Manusia di Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya (Ecosoc). 
Kovenan ini merupakan payung dari hak-hak warga negara yang mendasar, seperti 
hak terhadap pangan, terhadap pembangunan, terhadap pelayanan kesehatan, 
terhadap pendidikan, dan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan publik.

Tidak biasa

Ketidaksiapan pemerintah memberi langkah-langkah antisipatif kejadian kelaparan 
di Yahukimo juga terlihat dari paket bantuan yang sebagian besar berupa beras 
dan mi instan. Tidak perlu menjadi ahli antropologi untuk menyadari, makanan 
utama penduduk pedalaman Papua adalah umbi-umbian dan sebagian besar 
penduduknya kemungkinan besar tidak memiliki kebiasaan dan peralatan memasak 
yang memadai untuk segera mengolah paket bantuan.

Bantuan beras dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk berupa peralihan 
paksa masyarakat dari makanan asli (ethno food) ke makanan baru (beras) yang 
sulit mereka produksi sendiri secara berkelanjutan karena lemahnya keterampilan 
dan kondisi lahan yang tidak cocok. Nantinya, ini kian melemahkan kedaulatan 
pangan mereka. Paket bantuan itu menunjukkan lemahnya kepekaan budaya 
pemerintah dalam mengupayakan jalan keluar bencana ini.

Ketidaksiapan pemerintah juga terlihat dari lemahnya paket bantuan darurat 
untuk penanganan kelaparan pada anak-anak di bawah lima tahun dan perempuan. 
Padahal, yang paling menderita kesakitan dan kematian akibat kelaparan adalah 
kedua kelompok itu. Penanganan khusus terhadap kedua kelompok ini bukan hanya 
membutuhkan bantuan pangan seketika, namun juga pelayanan kesehatan 
komprehensif (termasuk pendidikan dan promosi kesehatan serta program kesehatan 
reproduksi), dan jaminan akses terhadap pangan-gizi berkelanjutan.

Tanpa intervensi komprehensif, kemungkinan besar kelaparan akan terus berulang 
dan membuat dampak lintas generasi. Intervensi komprehensif membutuhkan 
kepekaan terhadap budaya dan nilai-nilai lokal, membutuhkan penggalian 
kebutuhan rinci dan partisipatoris untuk menyusun cultural sensitive programs 
mengatasi bencana.

Peran media

Satu-satunya kondisi melegakan dari kelaparan di Yahukimo adalah gencarnya 
liputan media. Liputan lapangan dan simpang siurnya pernyataan pemerintah 
memiliki sejumlah fungsi: melaporkan besar dan kompleksitas masalah, menjadi 
penekan bagi pemerintah untuk mengambil langkah komprehensif, dan melaporkan 
efektivitas maupun kekurangan langkah yang telah diambil sehingga bisa 
dilakukan perbaikan-perbaikan.

Amartya Sen dalam The Poverty & Famines (1981) menyebut vitalnya peran media 
untuk menekan pemerintah bertindak sigap dan tepat menghadapi kelaparan. 
Suara-suara kelompok penekan yang terus dikumandangkan media akan memengaruhi 
kualitas langkah-langkah antisipasi pemerintah, sekaligus merangsang 
solidaritas sosial aneka kelompok masyarakat untuk memberi bantuan.

Sen menyebut, di negara-negara demokratis, kelaparan biasanya tidak 
berlangsung. Sen mengambil kasus India. Tetapi Sen harus dikritisi. Demokrasi, 
yang sekadar demokrasi prosedural, seperti di Indonesia, sulit diharapkan ampuh 
mengatasi kelaparan. Alih-alih menghasilkan pemerintahan yang tanggap 
menghadapi soal mendasar seperti kelaparan, demokrasi prosedural membuat elite 
pemerintah dan partai politik mengutamakan ritual demokrasi seperti pilkada 
ketimbang melayani masyarakat, bahkan untuk yang menyangkut hidup mati seperti 
pangan.

Sekjen PBB Kofi Annan memberi tinjauan tepat, bila menyebut determinan tunggal 
dalam mengatasi kemiskinan dan kelaparan, yaitu pemerintahan yang baik.

Sudirman H Nasir Mahasiswa Universitas Melbourne, Australia


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Know an art & music fan? Make a donation in their honor this holiday season!
http://us.click.yahoo.com/.6dcNC/.VHMAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to