http://jurnal-korupsi.blogspot.com/2013/08/kubu-khofifah-minta-polda-jatim-tangkap.html
Kubu Khofifah Minta Polda Jatim Tangkap Bambang DH 


Menjelang pemilihan gubernur Jawa Timur (pilgub Jatim) 2013, 
PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang mengusung pasangan calon gubernur 
(cagub) & calon wakil gubernur (cawagub) Khofifah - Herman, meminta 
polisi dalam hal ini Polda Jatim, untuk menangkap Bambang DH, salah 
seorang cagub Jatim karena tuduhan korupsi.

Musyafak, kader PKB yang pernah menjabat wakil ketua DPRD Surabaya, meminta 
Polda Jatim agar berlaku tidak pilih kasih dalam menuntaskan kasus korupsi, 
maka meminta agar Polda Jatim untuk berani menangkap Bambang DH. 
Sedangkan Polda Jatim menyatakan tidak main2 dan merencanakan akan 
memeriksa Bambang DH, usai pilgub Jatim Agustus 2013.

http://www.surabayapagi.com/index.php?read=Musyafak:-Tangkap-Bambang-DH!;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b8129829622e919411cf9e60431b2395d578c14c33
Musyafak: Tangkap Bambang DH (CaGub Jatim 2013)


SURABAYA (Surabaya Pagi) – Musyafak Rouf, Wakil Ketua DPRD Surabaya, 
akan mencari keadilan habis-habisan untuk menyeret Bambang DH, dibui 
seperti dirinya. `'Seorang manusia beragama menuntut keadilan itu halal. Dan 
saya sedang menuntut keadilan terhadap perlakuan Bambang DH yang 
sepertinya kebal hukum,'' tegas tokoh NU Surabaya, di sebuah hotel Surabaya, 
Kamis sore (15/8).

Kepada beberapa wartawan dan akademisi , Musyafak meminta Kapolda Jatim
 yang baru Irjen Unggung Cahyono, berani menangkap Bambang DH. `'Saya 
akan tagih Kapolda baru yang saat dilantik bertekad akan menuntaskan 
semua kasus korupsi tanpa pilih kasih,'' kata kader PKB Surabaya dengan 
berapi-api. Ia menegaskan, dalam kasus Gratifikasi Japung sebesar Rp 720
 juta yang terjadi pada tahun 2008, Bambang DH, adalah aktor 
intelektual, karena dia yang menyetujui jasa pungut (Japung).

`'Saya ini tidak membuat kebijakan. Saya diminta membagi dana japung ke 
anggota DPRD. Surat pembagian japung pun semula saya keberatan 
menandatangani. Berhubung Bambang DH sudah tanda-tangan, ia makmum 
(mengikuti, red) menandatangani,'' ingatnya.

Oleh karena itu, 
dirinya terheran-heran, Bambang DH, dibiarkan bebas sampai kini. 
Sementara dirinya sebagai anggota dewan dan tiga pejabat Pemkot yang 
menjadi bawahan Bambang DH, dibui. Mereka adalah Sukamto Hadi, Mukhlas 
Udin dan Purwito.

Menurut Musyafak, dirinya sejak di dalam 
tahanan Lapas Porong, sering merenung, konsep keadilan hukum di 
Indonesia. Renungan yang dilakukan Musyafak, tidak hanya pada saat 
shalat malam, tetapi juga sholat fardhu, termasuk ketika bertemu 
Soekamto Hadi dan dr. Mukhlas. `'Dalam rumah tahanan kita bertiga sering
 masak bareng. Saat makan bersama, saya termenung dan berpikir jernih, 
di mana Bambang sekarang. Kok enak Bambang berleha-leha di luar tahanan.
 Apakah ini yang namanya keadilan itu. Padahal yang membuat kebijakan 
gratifikasi ya Bambang DH?'' tambahnya berfilsafat.

Ditegaskan,
 sebagai seorang muslim yang taat pada ajaran agama, dirinya tidak akan 
mundur sejengkalpun memperjuangkan rasa keadilan terhadap perlakuan 
aparat kepolisian Polda Jatim terhadap Bambang DH. Ia juga mendengar, 
dalam kasus Bambang DH sehingga tidak ditahan, ada makelar kasus yang 
ikut cawe-cawe. `'Saya akan temui Pak Kapolda Irjen Unggung. Saya masih 
optimistis Pak Kapolda baru bertindak tegas dan adil. Tetapi kalau masih
 belum bisa, saya akan ke Kapolri bahkan sampai ke Presiden. Jujur saya,
 sudah banyak teman-teman yang bersimpati pada saya, karena itu 
menyangkut rasa keadilan,'' Musyafak menegaskan.

Sebagai sesama
 tokoh Surabaya, kata Musyafak memperumpamakan dirinya dengan Bambang, 
ada keanehan dalam diri Bambang. `'Bayangkah setelah saya ditahan. 
Sampai kini, Bambang belum pernah menjenguk saya. Ada kesan dia 
menghindar. Apakah itu yang namanya teman.,'' ungkapnya dengan pelan. 
Oleh karena itu, semua biaya berperkara, baik urusan kasasi, PK sampai 
di dalam rumah tahanan, semua ditanggung sendiri oleh Musyafak. Dirinya 
tak merasa ada uluran tangan dari Bambang DH.

Kengototannya 
menyeret Bambang DH masuk bui juga, selain Musyafak memiliki bukti 
keterlibatan Bambang, juga surat rekomendasi dari Jaksa Agung Muda 
Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Marwan Effendi, SH, yang memberi 
catatan agar pemeriksaan terhadap Bambang, ditunda, sampai kasus 
Musyafak dan sekota Surabaya, Soekamto Hadi, berkekuatan hukum teatap 
(incraht).

`'Percaya atau tidak ada empat kali beberapa 
petugas tindak pidana korupsi Polda Jatim nyambangi saya di rumah 
tahanan berencana menyeret Bambang DH. Tapi feeling saya, mengatakan 
tidak percaya. Ia takut, upaya itu hanya untuk urusan 86 (pengaturan). 
Jadi, saya tidak mau membuka keterangan dan alat bukti yang saya punyai,
 kecuali ada jaminan polisi adil. Maka itu, saya sudah menyiapkan 
kronologis kejadian untuk saya ajukan sendiri ke Kapolda, Kapolri bahkan
 ke wartawan sebagai testimoni seorang pencari keadilan bernama 
Musyafak,'' tegas pria yang masih tetap ceplas-ceplos seperti semula.

Seperti terungkap di persidangan, ada peran Bambang DH yang terlihat. 
Perkara gratifikasi ini muncul pada September 2007 saat Musyafak 
menjabat sebagai Ketua DPRD Surabaya. Dia menghubungi Muhlas Udin 
(Asisten II) agar mengingatkan walikota yang saat itu dijabat Bambang 
DH. Intinya meminta uang jasa pungut (Japung) pajak daerah sebesar Rp 
470 juta untuk DPRD lantaran mendekati hari raya.

Permintaan 
itu disetujui Bambang DH secara lisan. Pada 4 Oktober 2007, Muhlas Udin 
menyerahkan uang Rp 470 juta kepada Musyafak di ruang kerjanya. Terdakwa
 meminta uang tambahan lagi dan dikabulkan sebesar Rp 250 juta. 
Pembahasannya dilakukan bersama Purwito yang kala itu menjabat Kepala 
Bagian Keuangan.

Meski Bambang DH sempat diperiksa Polda Jatim 
dan memberikan keterangan di Pengadilan Negeri Surabaya, tapi politisi 
PDIP yang kini maju sebagai calon gubernur (Cagub) Jatim berpasangan 
dengan Said Abdullah ini, hingga sekarang tak pernah tersentuh hukum 
atas perkara tersebut. Sedang Musyafak dan tiga mantan anak buah Bambang
 DH, yakni Sukamto Hadi (saat itu Sekkota Surabaya), Mukhlas Udin 
(Asisten II) dan Purwito (Kabag Keuangan) dihukum 18 bulan penjara.

Sukamto cs dijebloskan ke Lapas Kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo 
menjalani putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) bernomor 
1465/K/PID.SUS/2010, sejak 4 Maret 2013 lalu. Sedang Musyafak Rouf sudah
 keluar dari Lapas Porong pada 29 Juli 2013 lalu.

Sementara 
itu, Bambang DH yang dikonfirmasi melalui ponselnya tidak tersambung. 
Namun sebelumnya, suami Dyah Katarina ini sempat buka suara soal 
rekomendasi Kejagung agar penyidik Polda mengusut lagi kasus gratifikasi
 tersebut. Kala itu, Bambang DH tetap berkeyakinan dirinya tidak 
bersalah. Menurutnya, japung itu diberikan setelah anggota DPRD Surabaya
 membandingkan japung yang diterima anggota DPRD Jatim di masa Gubernur 
Imam Utomo.

"Mereka (Sukamto Hadi, Muhlas Udin dan Purwito, 
red) menghadap saya, ini ada permintaan dari kawan-kawan dewan. Jawaban 
saya, silahkan," ujar Bambang DH (6/2/2013).

Lanjut Bambang DH,
 dirinya mempersilakan jika payung hukum yang ada memperbolehkan 
pemberian japung tersebut. Selain itu, dananya tersedia atau tidak. 
Berkaca dari DPRD Jatim, kala itu japung diberikan hanya berlandaskan 
Peraturan Gubernur (Pergub). 

http://www.surabayapagi.com/index.php?read=Seret-Bambang-DH,-Polda-Periksa-3-Saksi-Ahli;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962feeea584792264cbbaa111e2f1d5fc45
Seret Bambang DH, Polda Periksa 3 Saksi Ahli

Langkah penyidik pidana khusus (Pidsus) Ditreskrimsus Polda Jatim untuk
 menyeret mantan Walikota Surabaya, Bambang DH, tidak main-main. Meski 
pemeriksaan Bambang DH baru dilakukan usai Pilgub Jatim, tapi penyidik 
terus mendalami peran cagub dari PDIP itu dalam dugaan kasus gratifikasi
 jasa pungut (japung) Rp 720 juta. Salah satunya, penyidik akan gelar 
perkara dengan menghadirkan sejumlah saksi ahli dari kalangan akademi 
hukum.

Ini diungkapkan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi 
Setiyono, Kamis (15/8). Ia menegaskan dalam kasus ini pihaknya sudah 
menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan. Dan beberapa saksi 
juga sudah diperiksa, diantaranya dari Pemkot Surabaya.
Sedang untuk
 penentuan tersangka, Awi menyatakan masih menunggu tiga keterangan 
saksi ahli yang akan dipanggil minggu depan. Tiga saksi ahli tersebut 
dari pakar hukum administrasi Universitas Gajah Mada (UGM), pakar hukum 
tindak pidana korupsi dari Universitas Brawijaya (Unibraw) serta dari 
Badan Kepegawaian pada Pusdiklat RI.

"Ketiganya kita mintai 
keterangan minggu depan, kalau dari keterangan tiga ahli menyatakan 
adanya tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan wewenang yang langsung 
kita tetapkan tersangkanya," terang Awi ditemui di Mapolda Jatim, 
kemarin.

Selain itu, lanjut Awi, pihaknya juga akan memintai 
keterangan empat orang yang pernah dipenjara dalam kasus ini. Yakni, 
mantan Ketua DPRD Kota Surabaya Musyafak Rouf, Soekamto Hadi (mantan 
Sekkota Surabaya), Purwito (mantan Kepala Dinas Pendapatan dan 
Pengelolahan Keuangan), dan dr. Muhlas Udin (mantan Asiten II Sekkota).

"Pastinya mereka akan kita mintai keterangan, mereka kan sebagai pihak 
yang disuruh dan sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan," tukasnya.

Dalam perkara ini Soekamto cs terbukti melanggar pasal 3 Undang-undang 
Tindak Pidana Korupsi, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau 
orang lain atau suatu korporasi telah menyalahgunakan kewenangan, 
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan 
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Soekamto cs telah memberikan uang jasa pungut sebesar Rp 720 juta kepada
 Musyafak Rouf. Pemberian itu menyalahi ketentuan karena sesuai 
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004. Anggota dewan hanya 
diperbolehkan menerima uang representasi, uang paket, tunjangan jabatan,
 tunjangan panitia musyawarah, tunjangan panitia anggaran, tunjangan 
komisi, tunjangan badan kehormatan dan tunjangan alat kelengkapan 
lainnya.

Musyafak tanpa melalui rapat dewan atau peraturan 
daerah meminta secara lisan uang japung itu ke walikota melalui Muhlas 
Udin. Dari Rp 729 juta yang diberikan itu, sebanyak Rp 470 juta 
diberikan oleh Soekamto Hadi dan digunakan untuk Musyafak pribadi. 
Sementara Rp 250 juta diberikan oleh Muhlas Udin yang kemudian oleh 
Musyafak dibagi-bagikan ke anggota DPRD Surabaya lainnya.

Di 
peradilan tingkat pertama yakni PN Surabaya, pada Maret 2012, majelis 
hakim yang diketuai IGN Astawa menyatakan perbuatan Soekamto, Muhlas 
Udin, Purwito dan Musyafak tidak terbukti, sehingga mereka dibebaskan 
secara murni atau istilah hukum disebut vrispracht.

Putusan 
bebas itu lantas dikasasi jaksa penuntut umum. Pada Maret 2012, 
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menerima salinan putusan Musyafak dari 
MA. Isinya menghukum Musyafak 18 bulan penjara. Setelah itu, salian 
putusan MA untuk Sukamto Hadi, Purwito dan Mukhlas Udin juga turun. 
Mereka sama-sama diganjar hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.  

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke