http://www.kompas.com/kompas-cetak/0604/07/opini/2564057.htm

 
Tibo, Akbar, dan Muhaimin 


Todung Mulya Lubis



Beberapa hari terakhir ini, halaman surat kabar diisi berita penundaan eksekusi 
hukuman mati bagi Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu.

Eksekusi hukuman mati seharusnya dijatuhkan akhir Maret lalu, tetapi ditunda. 
Jaksa Masyhudi Ridwan tak merinci alasan penundaan. Padahal, permohonan grasi 
ketiga terpidana mati itu sudah lama ditolak Presiden Megawati sehingga tak ada 
lagi upaya hukum yang dapat dilakukan.

Konon sedang ditempuh upaya hukum, yaitu pengajuan peninjauan kembali oleh 
ketiga terpidana mati, selain permohonan grasi yang diajukan keluarga. Saya tak 
tahu apakah hal ini masih bisa dilakukan.

Yang menarik adalah berbagai protes di masyarakat, baik dalam bentuk 
demonstrasi maupun surat yang dilayangkan ke berbagai pihak. Tak kurang seorang 
Akbar Tandjung meminta eksekusi hukuman mati ditunda sampai ada putusan 
peninjauan kembali. Intervensi Akbar Tandjung ini menarik karena membuktikan 
secara "substantif" ada sesuatu yang perlu dikaji ulang, yaitu benarkah 
Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu bersalah, harus dihukum, 
dan apakah hukuman itu harus hukuman mati. Apakah ketiga orang ini korban yang 
dikorbankan? Apakah ada cerita lain yang tidak diketahui hakim dan kita semua?

Banyak menolak

Eksekusi hukuman mati terhadap orang tak bersalah sudah sering terjadi. Maka, 
banyak ilmuwan menolak hukuman mati. Pasalnya, saat hukuman mati dijatuhkan, 
tetapi ternyata si terpidana tidak bersalah, si terpidana yang telah dieksekusi 
tidak bisa dihidupkan lagi.

Kesalahan fatal ini membuat ahli hukum pidana mempertanyakan ulang validitas 
hukuman mati selain alasan, hukuman mati tak akan pernah mengurangi angka 
kejahatan seperti terjadi di banyak negara dan Indonesia. Efek penjeraan 
(deterrent) yang ingin dicapai sering tidak tercapai karena orang berbuat 
kejahatan biasanya karena faktor amat kompleks dan terkait kemiskinan, 
pendidikan yang rendah, kelainan jiwa, dan sebagainya. Adanya ancaman pidana 
mati tak selalu mengurungkan niat seseorang untuk melakukan tindak pidana 
kejahatan.

Lihatlah China. Kini ada gelombang yang mendesak peninjauan ulang hukuman mati 
karena kasus salah eksekusi. Seseorang yang dihukum mati karena didakwa 
memperkosa terbukti bukan pelaku dengan munculnya seseorang yang mengaku 
sebagai pemerkosa. Pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan bukti-bukti lain 
mendukung fakta, pengadilan keliru menjatuhkan hukuman mati. Bagaimana nasib 
orang yang sudah dihukum mati?

Pemerintah China kini berencana melakukan beberapa langkah perbaikan agar 
nantinya hukuman mati tak gampang dijatuhkan. Respons ini tentu tak memadai. 
Tetapi, bagi Pemerintah China yang sistem peradilannya relatif masih tertutup, 
respons ini memberi ruang baru bagi polemik pro-kontra hukuman mati. Saya yakin 
kritik terhadap hukuman mati akan kian gencar dilakukan.

Pandangan dari Malaysia

Kritik juga muncul dari Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR. Muhaimin meminta 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan eksekusi hukuman mati itu setelah 
mendengar banyak keberatan dari masyarakat sehingga dia mulai meragukan 
kebenaran fakta-fakta yang dihadirkan di persidangan. Seruan ini punya makna 
yang patut dipertimbangkan. Artinya, lagi-lagi pengadilan bisa salah, dan kita 
tak boleh menjatuhkan hukuman mati untuk orang yang diragukan telah melakukan 
tindak pidana berat. Jika ditelusuri, seruan Muhaimin bisa sampai pertanyaan 
dasar, apakah kejahatan dapat hilang atau berkurang dengan hukuman mati? Kita 
harus mencari jawabannya.

Dari Malaysia, Menteri Kehakiman Malaysia Nazri Aziz mendukung seruan 
penghapusan hukuman mati di negaranya (New Strait Times, 21/4/2006). Alasannya, 
selain tak akan mengurangi angka kejahatan, Menteri Kehakiman juga mengatakan, 
tak seorang pun berhak mencabut kehidupan orang lain meski orang itu telah 
mencabut kehidupan orang lain.

Yang mencengangkan saya, tak pernah terbayangkan ada Menteri Kehakiman dari 
Malaysia yang berpandangan cerdas dan radikal. Di Malaysia, hukuman mati banyak 
dijatuhkan terutama bagi mereka yang terlibat narkoba, tetapi perdagangan 
narkoba tak pernah hilang. Dewan Penasihat Hukum Malaysia, semacam Bar 
Association, menyerukan agar hukuman mati dihapuskan karena bertentangan dengan 
hak untuk hidup (the right to life) yang secara empirik gagal mengurangi angka 
kejahatan.

Sebagai bagian komunitas internasional yang menghargai hak asasi manusia kita 
akan menemukan banyak instrumen hukum internasional yang melarang dijatuhkannya 
hukuman mati, seperti Universal Declaration of Human Rights (Pasal 3); Covenant 
on Civil and Political Rights (Pasal 6); Protocol 6 of European Convention for 
Protection Human Rights and Fundamental Freedom dan The Rome Statute of 
International Criminal Court (Pasal 7). UUD 1945 hasil amendemen juga mengakui 
hak untuk hidup yang seyogianya meniadakan hukuman mati. Tetapi, hukuman mati 
masih bertebaran di berbagai produk perundangan kita termasuk undang-undang 
yang terkait hak asasi manusia. Ini jelas inkonsistensi yang perlu mengalami 
koreksi.

Perdebatan ihwal hukuman mati harus mulai jernih mengkaji asumsi-asumsi yang 
mendasari hukuman mati dan efektivitasnya, serta menawarkan jalan keluar yang 
mampu menjaga harkat dan martabat manusia. Ini tentu perdebatan panjang, namun 
kita tak bisa berpaling.

Mungkin nasib Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu tak bisa 
tertolong. Tetapi, beban kita adalah menyelamatkan kemanusiaan kita. Sebagai 
makhluk yang tak pernah sempurna, kita tak selalu mampu menangkap semua fakta. 
Karena itu, kita tak berhak mencabut nyawa manusia. Ini bukan berarti tak akan 
ada kejahatan, termasuk kejahatan yang menghilangkan nyawa manusia. Jawaban 
atas terjadinya kejahatan harus dicari pada akar kehidupan: telah lepaskah kita 
dari lingkar kemiskinan yang menghancurkan kemanusiaan? Jika kita semua hormat 
pada fitrah kemanusiaan, niscaya kejahatan akan semakin tiada.

Todung Mulya Lubis Ketua Dewan Pendiri Imparsial, The Indonesian Human Rights 
Monitor


[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke