http://www.sinarharapan.co.id/berita/0604/15/opi01.html
Investasi, Alienasi Buruh, dan Umat Beragama Oleh Tom S Saptaatmaja Leonardo Boff, Teolog Pembebasan asal Brasil, dalam bukunya Via Sacra da Justica (Editora Vozes Ltda, Petropolis, RJ, Brazil, 1978) mengutip kisah orang fasik dalam Alkitab yang mengatakan: Mari kita menindas orang miskin yang benar; kekuatan kita hendaknya menjadi kaidah keadilan, sebab yang lemah ternyata tidak berguna". Kata-kata itu rasanya kena untuk menggambarkan nasib kaum buruh yang terus dieksploitasi dan diusik dengan berbagai produk hukum yang hanya menguntungkan para penguasa dan pengusaha yang tidak memiliki nurani. Kini demi investasi, posisi kaum buruh hendak dijepit atau dikorbankan lagi. Misalnya, akhir-akhir ini para buruh kita terusik oleh rencana revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Revisi ini memang guna memenuhi permintaan kaum pemilik modal, kaum kapitalis yang dipaksakan melalui badan-badan seperti WTO dan IMF sebagai kekuatan pemaksa kapitalis internasional bagi seluruh negara untuk terbentuknya liberalisasi pasar. Memang pemerintah akhirnya menunda revisi UU No 13/2003 itu. Ini merupakan hasil pertemuan di Wisma Negara antara pemerintah, 11 pengusaha, dan 30 wakil serikat buruh. Meski begitu, ini belum memuaskan para buruh sehingga mereka kembali berdemo di depan Istana. Mereka juga menolak usulan forum tripartit nasional, seperti diungkapkan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Dalam pertemuan tripartit di masa lalu, posisi buruh selalu dikalahkan. Lepas dari rencana revisi UU No 13 tentang Ketenagakerjaan, nasib buruh kita sebenarnya sudah sangat buruk. Kita tentu masih ingat kebijakan kenaikan BBM hingga 120% pada awal Oktober 2005 lalu nasib kian kembang kempis. Alienasi Sejauh kesempatan kerja disyaratkan dengan otot dan peluh, sejauh itu pula tenaga mereka punya arti. Inilah kenyataan yang oleh Karl Marx disebut sebagai alienasi. Para buruh semakin terasing dengan pekerjaannya, semakin terasing dengan hidup dan masa depannya. Dengan demikian, pekerjaan yang dihadapi para buruh tidak menjadi ungkapan dari aktualisasi diri seperti diharapkan oleh Gibran, tetapi menjadi alienasi yang mengenaskan hati. Bekerja, upah rendah. Tidak bekerja juga tambah tidak enak. Dalam situasi seperti ini, penulis teringat Gustavo Guitierrez. Bapak Teologi Pembebasan itu berpendapat teologi harus dapat membebaskan yang tertindas. Pada waktu itu kaum yang ingin dibebaskan adalah kaum miskin yang tertindas, sedang di sekitar kita adalah para buruh. Teologi pembebasan sebenarnya merupakan imbauan agar para pejabat agama, juga para pengusaha yang rajin beribadah di gereja, juga umat beragama tak lagi menjadi terasing dari kenyataan orang-orang tertindas, seperti kaum buruh kita. Dengan demikian esensi agama yang selalu memihak kaum lemah dapat dirasakan kepemihakannya. Pemihakan pada kaum buruh jelas harus jauh dari sikap basa-basi atau manis di bibir, tetapi perlu sungguh-sungguh nyata. Jadi tidak perlu belajar teologi pembebasan baru kemudian berbuat sesuatu pada kaum buruh. Karena teologi pembebasan sebenarnya tak lain hanyalah praksis atau tindakan nyata untuk mengubah situasi tertindas yang dialami sesama kita (buruh) menuju ke pembebasan sejati. Pembebasan bagi kaum buruh tidak perlu menunggu Hari Paskah, karena pembebasan akan selalu aktual sepanjang waktu. Menolak Kekerasan Bagaimana membebaskan kaum buruh? Apakah lewat jalan kekerasan saja seperti demo-demo para buruh yang anarkis? Teologi pembebasan dari Gustavo GutiƩrrez, memang sering disalah mengerti sebagai pemberi inspirasi untuk melegitimasi kekerasan. Teologi ini padahal merupakan refleksi atas situasi ketidakadilan. GutiƩrrez menegaskan keberpihakan teologi pembebasan pada kaum tertindas. Keberpihakan itu harus tetap menolak segala bentuk kekerasan. Penulis melihat Gereja atau umat kristiani yang punya ekonomi kuat, belum sepenuhnya berani sungguh-sungguh memihak kaum lemah seperti pada kaum buruh. Di masa lalu, ketika kaum buruh dirangkul kaum komunis, Gereja baru merespons. Gereja masih lebih senang berkompromi dengan kaum kuat, para pemilik modal. Hal ini juga berlaku untuk umat agama-agama lain. Jadi daripada sibuk berebut "klaim kebenaran", lalu membuat SKB ini dan itu, kemudian berebut pengikut atau saling mengeluarkan fatwa sesat atau porno, lebih baik semua umat beragama berkoalisi, bersatu dan berpihak secara nyata pada kaum buruh. Puncaknya akan bisa mencari solusi untuk masalah-masalah yang mereka hadapi. Demi investasi, para buruh kini mengalami alienasi dan jika kita sungguh menghayati pesan agama kita, kita seharusnya melakukan aksi dan solidaritas sejati bagi pembebasan kaum buruh dari represi kaum pemilik modal yang hanya berorientasi profit. Investasi penting, tetapi jangan menimbulkan aliienasi dan mengorbankan hidup para buruh. Penulis adalah teolog dan kolumnis, tinggal di Surabaya [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/