http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=221703
Rabu, 19 Apr 2006, Koruptor Saling Gertak Oleh Moh. Mahfud M.D. Anggap saja ini terjadi di negara antah berantah. Beberapa parpol yang punya kursi di parlemen ribut setelah ditemukan surat sakti alias katebelece yang dikeluarkan seorang menteri. Katebelece yang berisi rekomendasi bagi sebuah perusahaan untuk presentasi sebuah proyek di kantor pemerintah itu dinilai berbau kolutif dan koruptif karena bertendensi mengarahkan pemberian proyek kepada perusahaan tertentu. Parlemen dan media massa ribut. Jika seorang menteri sampai mengeluarkan katebelece seperti itu, patut diduga kuat ada apa-apanya. Upaya sang menteri untuk meyakinkan publik bahwa dirinya hanya meneruskan sebuah permohonan yang wajar saja dalam administrasi pemerintahan tak serta merta diterima semua pihak. Meski ada yang menganggap selesai, tapi masih ada parpol yang tetap ngotot untuk menginvestigasi kasus itu sampai ke negara antah berantah yang lain. "Pokoknya, ini harus dibongkar tuntas, koruptor harus dilibas," kata pentolan parpol yang terus ngotot itu. Merasa jengkel karena dikerjai secara berlebihan dan tak fair, melalui sebuah LSM tangan, sang menteri justru mengungkapkan hasil investigasinya sendiri yang mengejutkan. Ternyata, isu proyek yang dia katebelecekan itu sudah muncul sejak pemerintahan sebelumnya, tapi terhenti karena terjadi perubahan pemerintahan. Gilanya, nego-nego proyek itu dulunya justru melibatkan oknum pimpinan parpol yang kini getol menyerang sang menteri. Ada hari dan tanggal yang menunjukkan bahwa oknum pimpinan parpol "pahlawan" tersebut datang ke lokasi proyek dan bertemu beberapa pihak yang terkait dengan proyek itu. Bahkan, ada daftar fee (honor suap) untuk rencana proyek tersebut sebesar 10 juta US dolar (100 miliar rupiah), yang 5 juta US dolar (50 miliar rupiah) di antaranya dijatahkan kepada oknum pimpinan parpol itu. Sebuah media massa memuat itu semua lengkap dengan nama yang terlibat, tempat pertemuan, dan rincian uang fee yang disediakan. Wow, benar-benar gila. "Jadi, naudzubillaah, bukan gue yang mengolusikan ini proyek. Gue hanya meneruskan surat agar tak mengendap di kantor gue. Kalau mau bicara kolusi dan korupsi, indikasinya justru dilakukan oleh oknum pimpinan parpol ente... Mau dibongkar? Ayo, saya layani," gertak sang menteri dari negara antah berantah itu Dan innaalillah, sejak sang menteri mengungkap "data tandingan", kasus katebelece itu menjadi hilang. Sampai sekarang, kasus tersebut hilang bak ditelan bumi. Tak seorang pun yang ngomong lagi tentang itu, padahal pembicaraan panas tentang ini sudah menyita waktu berminggu-minggu. Parpol yang tadinya ngotot akan mengusut tuntas kasus tersebut dan akan melibas sang menteri jadi diam seribu bahasa. Terakhir hanya diberitakan, salah seorang anggota parpol itu bilang, "Itu terserah pada pemerintah untuk menyelesaikannya, karena terjadi di tubuh pemerintah." Lo, kalau itu hanya urusan intern pemerintah dan parpol tak perlu berbuat apa-apa, mengapa tadinya ngotot mau melibas habis? Bukankah dengan fungsi pengawasannya parpol bisa melangkah untuk itu? Saling Mengunci Indonesia dapat belajar dari kasus di negara antah berantah itu. Ternyata, tak mudah bagi suatu negara, dalam hal ini Indonesia, untuk memberantas korupsi dan kolusi. Sebab, yang harus ditindak dan yang harus menindak itu sama korupnya. Orang yang diancam akan ditindak karena dugaan kolusi dan korupsi bisa mengancam balik terhadap petugas hukum karena sang petugas pun berlepotan dengan korupsi dan kolusi di masa lalu. Yang kemudian terjadi adalah saling mengancam, saling menggertak, atau saling mengunci di antara para koruptor untuk kemudian "saling melirik" dan sama-sama diam karena TST alias "tahu sama tahu." Seorang polisi, jaksa, hakim, atau pejabat pemberantas korupsi yang tadinya serius berupaya membongkar satu kasus korupsi tiba-tiba melapor kepada atasannya atau mengumumkan bahwa kasus dugaan korupsi yang sedang ditanganinya tak cukup bukti dan harus ditutup. Padahal, di balik itu, mereka menutup kasus bukan karena tak cukup bukti, melainkan karena diancam bahwa kasus korupsi mereka pun di masa lalu akan dibongkar. Ketika menjadi polisi, jaksa, atau hakim di Jember, Bandung, atau Jakarta Selatan dulu, misalnya, mereka sering memeras atau menerima suap dari orang yang punya perkara. Karena itu, sekarang mereka tersandera, kalau akan membongkar dan menghukum kasus korupsi yang dilakukan seseorang, maka seseorang itu pun mempunyai data yang siap diledakkan untuk juga membongkar KKN para pejabat penegak hukum tersebut. Seorang hakim agung yang ingin bertobat bisa saja tak bisa mengelak untuk kembali memafiakan peradilan atau membebaskan koruptor. Sebab, kalau tak mau melakukan itu, korupsi sang hakim agung sendiri di masa lalu akan dibongkar oleh sang koruptor. Diyakini, sangat banyak penegak hukum dan pejabat-pejabat kita yang lainnya yang tak bisa bergerak untuk memberantas KKN karena tersandera masa lalu yang seperti itu. Tegasnya, situasi "terkunci macet" pemberantasan korupsi di Indonesia disebabkan tersanderanya para penegak hukum oleh masa lalunya. Di sini, para koruptor dan pemberantas korupsi yang dulunya pernah melakukan korupsi dan berkolusi terjebak dalam situasi saling mengunci atau saling mengancam untuk kemudian memilih sama-sama diam. Karena itu, diperlukan langkah tegas untuk memutus penyanderaan dan belenggu tersebut. Dan langkah tegas itu akan lebih aman kalau datang dari atas (pemerintah). Sebab, kalau menunggu dari bawah, pilihannya bisa reformasi jilid baru, atau lebih menakutkan daripada itu, yakni munculnya "re." dari rakyat yang bukan hanya reformasi. Moh. Mahfud M.D., pengajar ilmu hukum pada program pascasarjana di beberapa universitas, anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/