http://www.suarapembaruan.com/News/2006/07/26/Editor/edit01.htm

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Menghapus Seragam Sekolah, Mengapa Tidak?
 

Arissetyanto Nugroho 

Menteri Pendidikan Nasional beberapa waktu yang lalu, mengeluarkan wacana 
tentang dihapuskannya seragam sekolah. Artinya, tidak ada lagi ketentuan pada 
sekolah SD s/d SMA untuk mengenakan wajib berseragam kepada siswanya. Namun, 
kita memang masih harus menunggu, apakah wacana tersebut akan menjadi kenyataan 
dan di implementasikan di lapangan. Mengingat, seragam sekolah adalah sebuah 
identitas-baik dari sisi jenjang pendidikan maupun indentitas sekolah. Seperti 
diketahui,sejak 1982 SD menggunakan seragam baju putih dan bawahan merah, SMP 
bawahan biru baju putih, sedang SMA menggunakan bawahan abu-abu dan baju putih. 

Di samping itu, masing-masing sekolah mendapatkan kebebasan untuk menentukan 
seragam sekolahnya masing-masing. Motif seragam merupakan indentitas bagi 
sebuah sekolah sekaligus sebagai kebanggaan sebuah sekolah. Beberapa sekolah 
malah menambah keseragaman tersebut pada sepatu sekolah. Misalnya, warna sepatu 
harus hitam dan harus bertali. Plus harus pula menggunakan kaos kaki putih dan 
ikat pinggang hitam. 

Sebelum membahas lebih lanjut, saya ingat betul pemberlakuan seragam sekolah 
dimaksudkan untuk meminimalkan perbedaan status sosial antar siswa yang satu 
dengan yang lain. Sehingga diharapkan seorang siswa tidak bisa bergaya dan 
memamerkan baju-baju mewahnya pada saat di sekolah dan tampil sama seperti 
siswa lainnya. Di dalam kebijakan seragam ini, ada pula pengajaran disiplin 
terhadap siswa. Karena, biasanya pada sekolah tertentu, seorang siswa akan 
dikenai hukuman apabila melanggar ketentuan seragam sekolahnya. 


Sekadar penunjang 

Kebijakan mengenai seragam sekolah sesungguhnya bukanlah kebijakan mendasar 
dalam dunia pendidikan. Karena, seragam hanyalah atribut, yang termasuk unsur 
penunjang pada dunia pendidikan. Seragam sekolah tidak memiliki korelasi dengan 
prestasi siswa dan kualitas pendidikan nasional. Sehingga, tanpa adanya 
ketentuan dan keharusan memakai seragam sekolah pun pendidikan nasional tetap 
harus jalan. Generasi muda sebagai penerus bangsa harus tetap mendapatkan 
pendidikan agar memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk meneruskan mengelola 
kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Sebab itu,wacana untuk menghapus seragam sekolah memang patut dipertimbangkan 
dampaknya di lapangan. Pada saat ini, kita tidak perlu khawatir, penghapusan 
seragam sekolah akan menimbulkan efek negatif terhadap siswa, karena, misalnya, 
akan terjadi perang pamer kekayaan. Seperti siswa yang berasal dari keluarga 
kaya-akan memamerkan pakaiannya pada saat berada di sekolah. Sehingga 
menimbulkan kecemburuan siswa lain yang tidak mampu berganti ganti pakaian 
setiap hari. 

Dengan memakai seragam sekolah pun, siswa dari kalangan mampupun pasti 
berpenampilan lebih parlente. Lantaran, sang siswa biasanya memiliki beberapa 
pasang seragam sehingga bajunya tidak pernah terlihat kusam plus asesoris jam 
tangan, sepatu, tas yang up to date. Sementara bagi siswa yang tidak mampu, 
mereka rata-rata hanya memiliki satu pasang baju sekolah saja. 

Akibatnya, seragam putihnya cepat kusam dan mereka tak mampu memakai asesoris 
apapun. Belum lagi selama ini tidak pernah ada larangan dari sekolah untuk para 
siswanya agar tidak membawa telepon seluler dan mengendarai mobil pribadi ke 
sekolah. Jadi seragam terbukti tidak efektif dalam menghentikan sekolah sebagai 
tempat ajang "pamer" kekayaan. 

Pada sisi lain, contoh di Yogyakarta yang keadaannya belum pulih dari gempa 
bulan mei lalu, ratusan orang tua siswa SMP dan SMA tanggal 24 juli memprotes 
ke DPRD atas tindakan 64 Komite Sekolah yang me"legal"kan para Kepala Sekolah 
untuk menarik uang seragam sekitar Rp 300-800 ribu kepada mereka. Bagi para 
orang tua tersebut, pengadaan seragam dianggap tidak perlu dan menyumbang 
praktek ekonomi biaya tinggi. 

Konsep pendidikan sekolah SD hingga SMA tentu saja berbeda dengan sebuah 
pendidikan militer. Bagi sebuah angkatan perang, identitas memang amat 
dibutuhkan. 

Filosofinya adalah untuk membedakan tentara dengan masyara-kat sipil dan 
membedakan satu kesatuan dengan kesatuan lainnya. Selain itu, di medan perang 
akan bermanfaat untuk membedakan antara musuh dengan kawan. 

Pula, patut dicatat pendidikan militer pada dasarnya adalah pendidikan 
khusus-yang merupakan sebuah pilihan bagi seseorang dalam melanjutkan karier 
kehidupannya, setelah menempuh pendidikan umum. Dengan demikian, seragam bagi 
militer memang amat dibutuhkan, karena berhubungan dengan kebutuhan militer di 
medan pertempuran. Para era saat ini,wacana tanpa seragam sekolah bila 
dikaitkan dengan upaya perbaikan sistem pendidikan dan berujung pada upaya 
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara sistematis, merupakan 
terobosan yang dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah. 

Selain itu, sudah saatnya kita menyadari sepenuhnya, indoktrinasi generasi 
melalui sistem pendidikan harus diubah dengan pola pendidikan yang lebih 
interaktif dua arah. Siswa bukanlah obyek tetapi adalah subyek pendidikan. 
Hubungan siswa dengan sekolah, siswa dengan guru,sekolah dan orang tua harus 
didorong pada hubungan kesetaraan pada pola berpikir, terlebih- lebih dengan 
adanya angin segar dari Pemerintah yang membebaskan SD hingga SMA di seluruh 
tanah air untuk mengembangkan model kurikulumnya masing-masing. 

Guru bersama-sama dengan siswa, orang tua dan seluruh stake holder pendidikan 
menjadi "otoritas" pemegang kebenaran segala informasi. Dengan demikian terjadi 
pula demokratisasi di dalam dunia pendidikan. Dengan penghapusan seragam, 
diharapkan siswa, orangtua siswa, guru dan pengelola sekolah membuka wawasan 
berpikir seluas-luasnya, tentang pentingnya mengeliminasi pola berpikir formal 
(yang cenderung mencetak generasi hafalan) sehingga menghambat kreativitas 
siswa dan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan bakat-bakat 
alamiahnya menjadi lebih berpikir Substantif (mencetak generasi yang paham 
masalah secara utuh). 

Saya meyakini, kebebasan berpikir ini secara jangka panjang berdampak positif 
kepada perkembangan generasi muda bangsa. Kita pun tidak perlu berburuk sangka, 
bahwa penghapusan seragam akan berdampak pada menurunnya kedisiplinan siswa dan 
mempertajam kesenjangan sosial antara siswa yang mampu dan tidak mampu. 

Pengalaman penulis yang pernah dididik di SMP dan SMA tahun 1981-1987 yang 
tidak berseragam sekolah, menunjukan bahwa kecerdasan intelektual, disiplin dan 
rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi bisa terwujud. Nama- nama seperti Prof. 
Billy Yudono, Sarwono Kusumaatmadja, dan Fauzi Bowo, adalah beberapa nama 
kondang alumni SMA di Jakarta yang tidak memiliki tradisi seragam sekolah. 
Adalah lebih tepat apabila disiplin diajarkan tidak saja secara formal seperti 
di sekolah, tetapi ditempatkan pada kerangka pola dan perilaku masyarakat 
secara lebih luas. Disiplin haruslah dimulai dari tingkat paling dasar, yakni 
rumah tangga. 

Artinya, orang tua dan anggota keluarga harus menjadi garda terdepan 
keteladanan disiplin dan budi pekerti bagi siswa untuk bersikap bagi diri 
sendiri dan orang lain. Jika kita ingin anak kita selalu mandi sebelum makan 
pagi, maka kita sebagai orang tua harus memberi contoh. 

Bukan keteladanan yang lain seperti sarapan pagi sebelum mandi. Disiplin harus 
dilakukan sebagai tanggung jawab pribadi yang tumbuh dari dalam, bukan sebagai 
indoktrinasi.Sekali lagi, disiplin bukanlah sekedar formalitas melalui seragam 
sekolah, karena seragam sekolah tidak termasuk unsur elementer dalam sistem 
pendidikan nasional. 


Penulis adalah Wakil Rektor Universitas Mercu Buana 


Last modified: 25/7/06 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Check out the new improvements in Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/7EuRwD/fOaOAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke