http://www.suarapembaruan.com/News/2006/11/06/Personal/per01.htm
SUARA PEMBARUAN DAILY Wanita Indonesia di Organisasi Voli Dunia Bicara olahraga, khususnya voli, ia sangat antusias dan bersemangat. Ia akan memberikan semua yang dipunyainya, tenaga, pikiran, dan juga waktu, untuk voli. Komitmennya begitu besar. Demi voli pula ia tak peduli ketika harus terombang-ambing di tengah lautan, di kegelapan malam, dalam embusan angin yang tidak bersahabat. Ia harus menyerahkan bantuan bagi korban tsunami yang menghantam beberapa negara di Asia pada Desember 2004. Ia menjalani tugas dengan penuh tanggung jawab. Dialah Rita Subowo, warga negara Indonesia yang menjadi salah satu tokoh voli dunia. Tugas itu ia emban karena ia ditunjuk sebagai ketua proyek pemberian bantuan bernilai 3 juta dolar AS. Bantuan itu dikumpulkan oleh Federasi Bola Voli Internasional (FIVB) kepada negara-negara yang terkena tsunami, seperti Indonesia, Sri Lanka, Maladewa, dan Thailand. Rita mendapat tugas dari Presiden FIVB Ruben Acosta untuk memberikan bantuan langsung kepada negara-negara itu. Tugas yang paling berat, adalah ketika ia memberikan bantuan kepada Maladewa, negara kecil di tengah laut. Ia harus naik perahu saat orang lain lagi nyenyak tidur malam. "Hanya ada dua wanita, semua 'nenek-nenek'. Satunya lagi Mrs Hwang, Sekretaris Presiden AVC (Konfederasi Voli Asia)," kata Rita. Awal perjuangan dimulai dari Sri Lanka. Ia tiba di negara itu, pada pukul 11 malam, setelah menempuh perjalanan dari Singapura. Rita langsung bergegas menuju hotel, karena sudah ditunggu Presiden Persatuan Bola Voli Sri Lanka, yang ternyata salah satu menteri di negara itu. "Setelah rapat satu jam, kami istirahat dan paginya langsung keliling memberikan bantuan. Hanya enam tempat yang dapat kami kunjungi karena situasi tidak memungkinkan. Sampai hotel jam tujuh malam," ujarnya. Sekitar pukul satu malam, rombongan melanjutkan perjalanan ke Maladewa. Perjalanan udara menempuh waktu dua jam. Ia sebenarnya ingin segera ke hotel untuk merebahkan diri, tetapi ternyata harus menunggu perahu. Bandara di Maladewa berada di sebuah pulau tersendiri sehingga untuk mencapai kota harus naik perahu. "Ombaknya cukup besar," ia mengenang. Beristirahat sejenak, pagi hari itu rombongan langsung memberikan bantuan dengan menggunakan perahu, karena sebagian besar tempatnya berada di tepi pantai. Rita sempat takut karena pada saat itu CNN menayangkan peristiwa pembunuhan 11 orang di daerah yang ia kunjungi. Selesai mengemban tugas, ia langsung meninggalkan Maladewa untuk ke Thailand melalui Sri Lanka. Saat itu, waktu menunjukkan pukul tiga pagi. "Di Thailand ternyata tengah ada kudeta. Namun, untungnya presiden voli Thailand dapat menjamin keselamatan rombongan. Saya bahkan tiba-tiba disuruh memimpin Sidang Regional AVC, sehingga acara ke Phuket (tempat bantuan diberikan) yang seharusnya sore hari ditunda," ceritanya. Satu-satunya Wanita Hari-hari yang melelahkan bagi Rita. Meskipun berat, ia menjalaninya dengan gembira. Ia menikmatinya. "Kami memang ingin program itu selesai sesegera mungkin sehingga dapat dilaporkan dalam Kongres FIVB secepatnya," katanya. Oleh Rita, program pemberian bantuan tersebut ia kemukakan kepada hadirin dalam Kongres FIVB ke-30 yang digelar akhir Oktober lalu di Tokyo. Bantuan FIVB senilai 3 juta dolar AS itu di antaranya untuk membangun 18 sekolah di empat negara tersebut. Indonesia, negara terparah yang terkena tsunami, mendapat jatah paling besar. Di Aceh, dibangun delapan sekolah baru, tujuh di antaranya lapangan voli di luar ruangan (outdoor) dan satu lainnya lapangan voli dalam ruangan (indoor). Di Thailand, FIVB memberi bantuan untuk pembangunan lima sekolah dengan lapangan voli outdoor dan lapangan voli pantai. Sri Lanka mendapat jatah empat sekolah, dilengkapi lapangan voli outdoor dan voli pantai. Maladewa memperoleh sumbangan berupa satu sekolah dan satu lapangan voli outdoor. Masing-masing sekolah itu dibangun dengan biaya 140.000 dolar AS. Fasilitas kelas yang diberikan meja, kursi, papan tulis, dan lapangan voli outdoor sintetis lengkap dengan bola (50 buah). Lapangan sintetis dengan kualitas terbaik itu sumbangan dari produsen lapangan voli Mondo, yang menjadi patner FIVB. Proyek tersebut diharapkan selesai 2007. Kerja keras Rita di voli dunia tidak perlu diragukan lagi. Karena itu, tidaklah heran bila ia terpilih kembali duduk di kursi Wakil Presiden FIVB pada kongres tersebut. Ibu dari Dini, Andru, dan Anton, serta istri dari A Subowo itu, untuk kedua kalinya menjabat sebagai orang nomor dua di induk organisasi voli dunia tersebut. Bukan karena memang berparas cantik, tetapi Rita juga paling cantik. Ia satu-satunya wanita yang duduk dalam pucuk pimpinan FIVB. "Jabatan itu tidak terlalu penting, tetapi bagaimana kita mengabdikan diri secara maksimal," katanya. "Saya sebagai salah satu peserta kongres sangat bangsa atas terpilihnya kembali Bu Rita. Ibu mendapat dukungan penuh dari peserta lainnya. Harusnya, orang seperti Bu Rita mendapat penghargaan dari pemerintah. Dia tidak saja telah mengembangkan voli di Tanah Air tetapi juga dunia," kata Sekjen PP PBVSI Nyoman Sukesna yang hadir dalam kongres tersebut bersama Ketua Bidang Pembinaan Prestasi dan Pelatnas PP PBVSI Sutardiono. Main Film Puluhan tahun Rita mengabdi di dunia voli, baik untuk Indonesia, Asia, maupun dunia. Jabatan tertinggi di Indonesia yang ia pegang adalah Ketua Umum PP PBVSI 2000-2004, 2004-2005. Di Asia, hingga kini, ia masih dipercaya sebagai Wakil Presiden Konfederasi Voli Asia (AVC) dan Ketua Bola Voli Pantai Asia. Di Indonesia, ia juga menjadi milik semua cabang olahraga, karena ia dipercaya sebagai Sekjen KONI Pusat. "Saya sebetulnya sudah lelah di FIVB, penginnya yang muda yang menggantikan. Tetapi hingga kini belum ada juga," kata wanita kelahiran Yogyakarta 58 tahun lalu itu. Tugas berat kini ada di pundak Rita. Ia diharapkan mampu mengembangkan voli dunia, terutama di wilayah Asia dan Afrika. Di Asia, tugasnya adalah mengangkat voli indoor putra yang terpuruk di percaturan voli dunia. Berbeda terbalik dengan prestasi putri yang dua tahun lalu melalui China menjadi juara Olimpiade. "Tahun depan ada tujuh negara, termasuk Indonesia yang akan mendapat bantuan khusus untuk pengembangan voli. Bantuan antara lain berupa pengiriman atlet di training camp di negara maju, pengiriman pelatih untuk mengikuti liga di Eropa. Selain itu, mungkin kita akan mengadopsi sistem pembinaan Eropa dan Amerika Selatan yang sudah begitu maju," katanya. Agar voli lebih membumi, dibangunlah development center di berbagai negara. Sentul menjadi salah satu tempat pengembangan voli untuk wilayah Asia dan Pasifik. Rita juga dipercaya sebagai ketua visi voli dunia hingga 2012. Salah satu terobosan yang dimulainya, adalah Kejuaraan Dunia U-185 (di bawah tinggi badan 185 sentimeter) dua tahun lalu. Kejuaraan itu pernah digelar pada 2004. Indonesia keluar sebagai juara. "Itu visi ke depan, tetapi kini memang mandek. Ada beberapa hambatan, antara lain sistem. Mungkin ke depan akan digelar lewat konfederasi dulu, baru kemudian kalau sudah jalan lewat dunia (FIVB)," katanya. Wanita bernama asli Rita Sri Wahyusih ini lahir bukan dari keluarga olahraga, tetapi dari keluarga seniman. Ia putri bintang film era-1950-an, Rendra Karno dan Juriah. Sebagai anak bintang film, wajar bila ia pernah bermain dalam sebuah film. Rita tampil di film Bertjerai Kasih, ketika masih 8 tahun. Film itu dibuat pada 1956, dengan cerita meletusnya Gunung Merapi. Film itu menceritakan sebuah keluarga dengan dua anak (Rita salah satunya) yang tercerai-berai akibat Merapi meletus. Kakak laki-lakinya hidup dengan ibunya sedangkan ia tinggal bersama ayahnya. Namun, akhirnya keluarga itu dapat berkumpul kembali. Ayah Rita tercatat pernah mendapat penghargaan sebagai aktor pembantu terbaik pada The Asian Film Festival di Tokyo 1960-an dalam film Bajangan di Waktu Fadjar. Namun, Rita, nenek delapan cucu itu tidak mengikuti jejak profesi orangtuanya. Ia lebih suka dengan olahraga, terutama saat kuliah. "Terutama basket, voli, dan renang," kata Rita, yang pernah menjabat kapten tim basket di Universitas Indonesia. Yang membuatnya gembira, adalah keluarganya mendukung penuh kegiatannya. Bahkan suaminya sering mendampingi Rita ke berbagai negeri meskipun sudah berumur 70 tahun. [Pembaruan/Bernadus Wijayaka] Last modified: 5/11/06 [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/