Lydia kawanku yang hilang..... (9) Sedangkan Debi yang duduk disebelahnya masih saja dengan tenangnya menyibukan diri untuk melahap makanannya. Seakan-akan dia tak peduli akan keresahanku, yang mengkhawatirkan sikap a-sosialnya yang tidak mau membayar makanannya. Juga temannya tidak pula mereaksi apa-apa, akan tetapi kelihatannya dia merasa tidak tenang dan seringkali menoleh kearah jalan besar melalui tirai pintu masuk tenda depan. Namun tiba-tiba terdengar suara keributan yang sepertinya ada pertikaian sengit antar kelompok. Kedengarannya pun sambil saling memaki antar satu dan lainnya, yang suara makiannya berasal dari arah belakang tenda. Lalu menyusul suara teriakan histeri perempuan dari balik tenda belakang warung, yang bersamaan waktunya terdengar pula suara tendangan keras yang diarahkan ke perabotan dapur lainnya. Kemudian terdengar nada keras dari suara laki-laki yang sedang menggeram. Ayo...keluar...keluar...keluar semua!!! Seketika tenda bagian belakang warung runtuh menimpa seisi ruangan di warung. Dan, kulihat kedua temanku telah berhasil secara cepat lari menyelinap keluar tenda warung menuju jalan besar. Dengan melalui samping kanan tenda depan akhirnya mereka bisa meloloskan diri dari keruntuhan. Kebetulan tempat duduk mereka letaknya di tenda depan yang keadaannya masih setengah runtuh. Sedangkan aku yang duduk di bangku panjang bagian sebelah kiri tenda, dengan posisinya yang berdekatan dengan dapur belakang mengalami keadaan runtuh total. Pada saat yang bersamaan, aku tak sempat bergerak cepat untuk menghindarinya, sehingga aku ikut tertimpa runtuhan tenda warung. Sementara itu suara keributan dan teriakan histeri di luar tenda masih kudengar jelas. Aku menjadi panik dan semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi di luar tenda. Biar bagaimanapun juga aku tetap berusaha untuk keluar dari jeratan jaringan reruntuhan tenda, maksudnya supaya bisa cepat menyelinap keluar melalui sela-sela tenda samping yang telah runtuh. Tapi usahaku sia-sia karena dari balik reruntuhan total tersebut ternyata masih ada besi penyanggah tenda dari bagian kanan yang juga jatuh langsung meniban ke badanku. Sehingga aku jatuh tersungkur sampai kebawah meja. Dengan susah payah aku mengembalikan posisi kakiku, yang habis tersandung tali pengikat penyanggah tenda yang masih tertancap di trotoar. Dan, tanpa berputus asa aku masih tetap berusaha merangkak perlahan-lahan untuk supaya bisa keluar dari tumpukan tenda. Namun seketika kulihat dari balik tumpukan tenda, langkah kaki bersepatu lars hitam yang sedang berjalan ke arah samping tenda seakan-akan ingin menghampiriku. Aku semakin bertambah panik dan kurasakan sekujur badanku mulai bergetar tapi kurasakan pula tanganku seperti di pegang erat oleh orang lain, yang jemari tangannya terasa besar dan kekar dari arah lain, kemudian dengan cepat ditariknya aku keluar dari tumpukan tenda yang sudah runtuh total itu. Setelah aku berada diluar tumpukan reruntuhan warung, ku coba dengan susah payah menggerakkan badanku untuk supaya bisa mengembalikan posisi badanku, yang kurasakan sudah terasa kaku. Tentu maksudnya untuk supaya aku secara perlahan bisa berdiri kembali. Sejenak kurasakan badanku mulai terasa nyeri dan ngilu. Baru kusadari pakaian seragamku sebagaian sudah koyak dan kotor pula. Dan kulihat kearah suara kedua temanku, yang sedang memanggil-manggil namaku. Ternyata kedua temanku itu sudah berdiri di seberang jalan besar sambil melambaikan tangannya, yang maksudnya supaya aku cepat menghampirinya. Disitu pula kulihat taksi, dan dengan langkah kaki terseok-seok aku bergegas menyeberangi jalan raya menuju arah taksi. Sementara itu temanku masuk kedalam taksi tapi pintu taksi masih terlihat terbuka. Dengan cepat aku pun menghampirinya serta masuk kedalam taksi dengan dibantu oleh Debi. Tak lama kemudian masuk pula seorang lelaki kekar masuk kedalam taksi, yang ternyata dia adalah supir taksinya yang telah membantuku untuk keluar dari tumpukan tenda warteg. Dengan sigapnya dia menstater mobilnya lalu meluncurkan taksinya meninggalkan daerah blok M. Sempat kulihat beberapa orang berpakaian seragam berwarna hijau sedang sibuk menangkapi para penjual kaki lima. Tak kusangka, yang juga kulihat Ibu penjual di warung yang baik hati itu di masukan pula kedalam truk tentara. Banyak orang-orang berdatangan dan mengerumuninya, yang rupanya hanya untuk menonton peristiwa tragis penggusuran pedagang kaki lima.
Kasihan mereka itu. Gumam supir taksi sambil menekan pedalgas mobilnya sampai meluncur cepat ke arah Gatot Subroto untuk menuju daerah Tebet. Kami masing-masing sama sekali tak mengeluarkan sepatah katapun untuk menanggapinya. Lalu aku menoleh kearah Debi, kemudian ke arah temannya yang sedang duduk lemas seperti tidak berdaya. Kata supirnya lagi sambil mengumam namun dengan nada suara menahan amarahnya: Bah...lagi-lagi di gusurnya mereka!!! Pada gilirannya Debi menoleh kearahku kemudian matanya melirik kearah temannya. Kutatap pandanganku kearah Debi dengan pancaran tajam mataku, yang maksudnya mengingatkan dia bahwa kita masih berhutang dengan Ibu di warung yang baik itu. Dan, kulihat Debi mengerti maksudku karena dia kembali merunduk, yang sepertinya menyesali akan sikapnya terhadap Ibu di warung. Sementara itu aku masih tetap duduk terdiam sembari pula menahan rasa nyeri sakitnya, yang sudah menyerang di beberapa bagian tempat punggung belakangku. Seketika aku teringat kembali pada temanku Lydia, yang sebenarnya aku telah berniat untuk sore harinya mengunjungi rumahnya. Lantas ku perhatikan pakaian seragam sekolahku yang kukenakan. Dengan keadaan pakaianku seperti ini tentu aku tak mungkin kerumah Lydia. Neng, kita sudah hampir sampai di daerah pancoran... Tebetnya dimana? tanya supir taksinya. Kalau sudah melewati pancoran, Bapak langsung masuk jalur lambat terus belok kiri saja. Jawabku cepat sambil menoleh kearah Debi. Nanti aku diturunkan di depan kantor kelurahan itu... Sambil aku menunjuk kearah yang aku maksudkan. Namun Debi langsung memprotesnya dan memaksaku untuk memberitahu alamat rumahku karena mungkin Debi tak tega menurunkanku di pinggir jalan dengan keadaan pakaian seragamku yang kelihatannya sudah compang-camping. Menurutnya aku musti diantar sampai di tempat tujuan rumahku padahal biasanya aku selalu mengelak tawaran dari siapa pun untuk mengantarku sampai kealamat rumahku... Dan kali ini, aku aku tidak bisa menolaknya dan terpaksa aku memberitahu alamat rumahku, yang sebenarnya jarak antar rumahku dengan kantor kelurahan Tebet Barat juga tidak berjauhan. kemudian aku diantarnya sampai dirumah. Sementara itu waktu sudah menjelang magrib, sedangkan rencanaku untuk berkunjung ke rumah Lydia kubatalkan. Bersambung.... MiRa Amsterdam, 8 Novem Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ --------------------------------- Access over 1 million songs - Yahoo! Music Unlimited. [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/