Serangan Balik Koruptor Bukan Isapan Jempol


Upaya harmonisasi hukum dan perundang-undangan diyakini dapat menutup celah 
hukum yang dapat dimanfaatkan koruptor dan pengacaranya untuk melakukan 
serangan balik.

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dalam keadaan bahaya. Demikian 
kampanye yang coba diusung oleh Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT Korupsi) FH 
UGM, Indonesian Court Monitoring (ICM) dan Kemitraan melalui acara Diskusi 
Publik dengan tema "Melawan Serangan Balik Koruptor". Tema yang cukup 'sangar' 
ini diangkat terkait sejumlah permohonan uji materiil terhadap UU No. 30/2002 
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang diantaranya 
diajukan oleh sejumlah mantan anggota KPU yang sekarang mendekam di penjara 
akibat tersangkut kasus korupsi.

"Jangan sampai KPK dan Pengadilan Tipikor bernasib seperti KY yang dikebiri 
atau bahkan sampai dibubarkan. Ini krusial. Saat ini kita sedang menghadapi 
serangan balik koruptor yang pelurunya tajam," ujar Denny Indrayana, Direktur 
ICM, sedikit berharap kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang dalam waktu dekat 
ini akan menjatuhkan putusan terhadap permohonan uji materiil tersebut. 

Denny yang juga ahli hukum tata negara ini berharap MK tidak mengabulkan 
permohonan tersebut karena argumen para pemohon yang diantaranya menyatakan 
keberadaan KPK adalah ekstra konstitusional dan mengacaukan sistem 
ketatanegaraan, sangatlah tidak tepat. Dia menambahkan dalil pemohon yang 
mempersoalkan keberadaan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) juga tidak 
tepat dan berpotensi membuyarkan upaya pemberantasan korupsi yang selama ini 
telah berjalan. "Dengan pembubaran pengadilan Tipikor, maka nantinya KPK tidak 
bisa lagi mengajukan tuntutan dan ini artinya pemberantasan korupsi akan 
terhenti," sambungnya. 

Kekhawatiran yang sama juga disuarakan oleh kolega Denny di FH UGM, Zainal A. 
Mochtar. Dia mengatakan wacana 'corruption fight back' bukan hanya isapan 
jempol belaka. Pasalnya, fakta yang muncul belakangan ini telah menunjukkan 
upaya para koruptor yang dengan berbagai cara ingin terbebas dari jeratan 
hukum, dan yang paling mutakhir adalah melalui jalur hak uji materiil ke MK. 

Secara khusus, Zainal mengungkapkan keraguan yang begitu dalam terhadap MK. 
Keraguan tersebut didasarkan pada putusan-putusan MK sebelumnya yang dia nilai 
tidak pro pemberantasan korupsi. Zainal setidaknya mencatat MK telah dua kali 
menjatuhkan putusan kontroversial. Pertama adalah ketika MK dalam putusan atas 
permohonan uji materiil yang diajukan Bram Manoppo, menyatakan UU No. 30/2002 
hanya berlaku untuk korupsi yang terjadi setelah diberlakukannya UU tersebut.

Lalu, kedua adalah ketika MK dalam putusan No. 03/PUU-IV/2006 menyatakan demi 
asas kepastian hukum maka hanya sifat perbuatan melawan hukum dalam artian 
formil yang berlaku. Dua 'rapor buruk' tersebut, menurut Zainal, jelas 
memperlihatkan bahwa upaya koruptor melakukan serangan balik melalu MK sebagai 
penjaga konstitusi, sejauh ini cukup berhasil. "Jangan sampai ada koreksi yang 
ketiga, keempat ataupun kelima bagi gerakan anti korupsi," harapnya. 

Harmonisasi hukum

Sementara itu, Abdullah Hehamahua selaku penasihat KPK mengatakan serangan 
balik para koruptor dapat terjadi karena gelombang reformasi ternyata tidak 
mampu mengenyahkan birokrat atau elit politik yang orde baru dimanjakan dengan 
sistem yang korup. Dengan mental yang lama, alhasil, mereka langsung 
melancarkan serangan balik begitu mesin reformasi menghampiri mereka.
 
Abdullah memandang upaya perlawanan para koruptor dilakukan dengan sistematis, 
terencana, dan canggih. Dia mencatat ada empat bentuk dan kiat perlawanan para 
koruptor yakni membuat UU yang setengah hati, mengeluarkan kebijakan yang 
parsial, menghambat reformasi birokrasi, dan berupaya melindungi sendiri dan 
para koruptor dengan berbagai cara. Untuk menangkal ini, Abdullah 
merekomendasikan agar segera dilakukan upaya harmonisasi hukum dan 
perundang-undangan. Harmonisasi ini penting untuk sebisa mungkin menutup celah 
hukum yang dapat dimanfaatkan koruptor dan pengacaranya untuk melakukan 
serangan balik.   

Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII), 
berpendapat serangan balik yang dilancarkan para koruptor adalah salah satu 
penyebab kenapa upaya pemberantasan korupsi pasca reformasi masih jauh dari 
harapan.  jika KPK atau pengadilan Tipikor sampai dibubarkan, maka akan 
membahayakan sistem hukum dan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Dengan 
berbagai dalih mulai dari kepastian hukum sampai perlindungan HAM, mereka terus 
berupaya melawan pemberantasan korupsi.

"Implikasinya sangat berat. Kita harus mulai dari nol lagi. Korupsi jadi sulit 
diberantas. Orang yang telah diputus bersalah karena korupsi bisa menggugat 
lagi dan bebas karena merasa dihukum oleh lembaga yang tidak konstitusional," 
ujarnya. 
 
Sumber: http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=15741&cl=Berita

++++++++++

Untuk berita aktual seputar pemberantasan korupsi dan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) klik
http://www.transparansi.or.id/?pilih=berita

Untuk Indonesia yang lebih baik, klik
http://www.transparansi.or.id/

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke