PILKADA DAN KONSEKUENSI BAGI BANGSA ACHEH

Sebagaimana sudah kita maklumkan bersama bahwa Perjanjian Helsinki
antara Kolonialis Indonesia dan para elit Gerakan Acheh Merdeka
dengan mengatasnamakan pemimpin revolusi Dr. Hasan Di Tiro dan
seluruh Bangsa Acheh, berusaha menghancurkan konstitusi
perjuangan Acheh Merdeka dan mengekalkan Acheh di dalam
cengkraman kolonialis Indonesia. Untuk menggelapkan mata bangsa
Acheh, kedua pihak telah memperkenalkan istilah Self-Government
atau Pemerintah Sendiri atau Pemerintah Acheh sebagai pengganti
kata “otonomi”. Hal ini mengingatkan kita pada masa perbudakan di
zaman colonial yang menggantikan kata Budak (slave) menjadi asisten
pemilik kebun yang pada hakikatnya mereka adalah tetap sebagai
budak belian.

Begitu pula dengan status Nanggroe Acheh yang tidak
berbeda sama sekali dari status hukum atas Acheh yang telah
diberikan sebelumnya seperti Daerah Istimewa, Otonomi Khusus NAD
dan sebagainya yang pada akhirnya Acheh dan pemimpin lokal adalah
kepanjangan tangan dari Pemerintah Kolonialis Indonesia di Jakarta.
Komite telah memperkirakan methode penipuan ini sebelum MoU
Helsinki ditandatangani dan telah berulang kali kita sampaikan kepada
khalayak di Acheh agar mewaspadai segala tipu daya kaum penjajah
yang bekerjasama dengan sekelompok orang dari Bangsa Acheh yang
telah diperalat dan menjadi hamba penjajah. Sikap komite dalam
masalah ini tertulis jelas dalam Deklarasi (silahkan buka lembaran
Deklarasi Komite)

Sayangnya usaha Komite untuk menyampaikan persoalan ini
ke hadapan bangsa kami di Acheh, terhalang oleh gemuruhnya
kampanye para kolonialis yang telah bersekutu dengan kakitangan
mereka dari Acheh. Namun pada akhirnya waktu telah menjawab;
UUPA yang telah disahkan belum lama ini yang merupakan buah dari
MoU Helsinki itu ternyata jauh dari mimpi yang digambarkan oleh
pimpinan GAM yang telah menjadi kolaborator Indonesia di Aceh.
UUPA tersebut tidak lebih baik dari UU NAD tahun 2001 dan
UU Daerah Istimewa dulu. Self-Government yang mereka bayangkan
seperti pemerintahan Hongkong atau Bougenville adalah angin surga
yang telah melelapkan bangsa Acheh dalam mimpinya. Pada
kenyataan, UUPA tersebut malah tidak sebanding dengan otonomi
yang diterima Bangsa Moro yang mempunyai hak pengelolaan lebih
baik dan melingkupi wilayah pemerintahan yang luas di Mindanao.
Sangat menyedihkan lagi, para serdadu penjajah yang telah
membunuh, memperkosa dan menganiaya bangsa kita, mencuri dan
membakar harta benda yang kita miliki, kini mereka bebas berkeliaran
di Acheh tanpa ada yang diadili.

Lalu berbekal dengan UUPA yang jauh dari harapan itu, para
hamba Kolonialis Indonesia di Acheh mulai mencalonkan diri untuk
dipilih menjadi Gubernur (Baca: perpanjangan tangan kolonialis
Indonesia) di Acheh, yang apa pun latar belakang perjuangan
nantinya hanya akan menjadi hamba yang bukan melayani rakyat,
sebaliknya hanya akan menjadi para pengabdi dan pelayan tuannya di
Jakarta.

Para bekas pejuang kemerdekaan dan aktivis pejuang
referendum yang dulunya berjuang tak kenal lelah untuk suatu
kedaulatan dan marwah bangsa, kini mengalami degradasi moral yang
dalam. Dari keinginan mereka menjadi manusia yang merdeka di atas
tanah endatunya, kini hanya sanggup berpikir bagaimana menjadi
pesuruh kaum penjajah Indonesia di Acheh.
Oleh karena itu, sekarang kita sudah mengerti bahwa
siapapun yang akan terpilih dalam PILKADA mendatang adalah tidak
memiliki efek sama sekali terhadap kemaslahatan Bangsa
Acheh. Terlepas dari bagaimanapun baiknya seseorang yang
mencalonkan diri sebagai Kepala pemerintah kolonialis Indonesia,
tanpa ada sebuah sistem yang terpisah antara kita bangsa Acheh
dengan kolonialis Indonesia maka mereka hanya akan menjadi alat
para penjajah. Apa yang lebih baik dari sejumlah figur yang
mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala daerah mendatang dibanding
para bekas kakitangan Indonesia di Acheh seperti Ali Hasyimi, Muzakkir
Walad, Madjid Ibrahim, dan Syamsuddin Mahmud? Semuanya akan
bernasib serupa sepanjang mereka harus mengikuti aturan dan
perintah penjajah, di sana tidak ada peluang sama sekali untuk
membangun Acheh dan memakmurkan rakyatnya.

Seperti biasanya, kita selalu memboikot pemilu Indonesia di
Aceh dan PILKADA kali ini sebagai telah kami terangkan di atas tidak
ada beda sama sekali. Komite telah mempersiapkan suatu strategi
untuk tidak memboikot PILKADA, sebab itu akan mengundang
tekanan dan pemaksaan oleh serdadu dan pemerintah kolonialis
Indonesia terhadap rakyat Aceh. Kami mengajak seluruh rakyat Aceh
supaya menjalankan PILKADA dengan tertib, aman dan menurut
prosedur yang telah ditentukan.

Jika saudara telah mengerti bahwa PILKADA tidak akan
membawa perubahan atas nasib bangsa kita dan hanya memperkuat
legaliti Indonesia untuk terus menduduki tanah Acheh, maka ada satu
hal saja yang perlu saudara lakukan pada hari PILKADA, yang
bertujuan untuk membatalkan legitimasi kekuasan penjajah Indonesia
di Aceh tanpa ada resiko tertentu. Yang perlu dilakukan oleh semua
pemilih adalah memilih lebih dari sepasang calon/kandidat supaya
surat suara tersebut tidak laku (invalid) atau dianggap rusak.
Kali ini adalah peluang besar bagi kita yang mungkin juga
kesempatan terakhir untuk mengambil sikap di tengah sorotan
lembaga internasional yang akan hadir dan menyaksikan pelaksanaan
PILKADA. Berhasilnya perjuangan kita di masa depan sangat
ditentukan oleh keputusan dan tindakan yang akan saudara lakukan
pada hari PILKADA. Maka dari itu kami mengajak saudara sekalian
untuk menggunakan hari tersebut sebagai hari “pembuktian” bangsa
Acheh kepada dunia bahwa perjuangan dan hasrat kita untuk bebas
dari penjajahan tak akan pernah luntur.

Apa tujuannya?

Sekarang saudara sekalian pasti bertanya kenapa Komite meminta
saudara untuk melakukan hal tersebut dalam pengambilan suara?
Bukankah dengan sistem pemilihan di bawah pemerintahan kolonialis
Indonesia seseorang calon dapat memperoleh kemenangan meskipun
hanya sekian persen saja pemilih yang ikut serta?

Kita memang tidak dalam usaha mengagalkan PILKADA, tapi
lewat PILKADA itu pula kita perlu menunjukkan kepada dunia bahwa
MoU Helsinki dan PILKADA tersebut adalah bukan aspirasi rakyat
Acheh yang sesungguhnya; kita memang mendambakan Acheh yang
aman dan damai, tapi kita tidak mau otonomi paksaan dengan segala
trik politikal Kolonial, dan kita punya cara sendiri untuk menyampaikan
pendapat kita.

Dengan memilih lebih dari sepasang calon/kandidat atau
merusakkan surat suara, maka kita akan membuktikan kepada dunia
internasional bahwa kita bangsa Acheh tidak menerima kekuasan
penjajah di bumi Acheh dan perjuangan kemerdekaan Acheh masih
bersambung.

Dengan memilih lebih dari sepasang calon/kandidat atau
merusakkan surat suara, maka MoU yang ditandatangi oleh segelitir
elit GAM di Helsinki, yang meletakkan Acheh bagian daripada NKRI,
telah resmi dimansuhkan oleh suara demokratik rakyat Aceh.
Dengan memilih lebih dari sepasang calon/kandidat atau
merusakkan surat suara, maka suara demokratik rakyat Acheh telah
menjadikan PILKADA itu sebagai ajang referendum tidak resmi tapi
akan memperoleh hasil resmi yang tidak dapat ditutupi atau ditolak
keabsahannya, karena PILKADA nanti akan dimonitori oleh banyak
pihak dan menjadi pantauan masyarakat internasional khususnya pihak
Uni Eropa.

Dengan tidak menjatuhkan pilihan pada salah satu pasangan
kandidat atau calon, maka surat suara itu nantinya akan di hitung
sebagai invalid atau rusak yang membuktikan pada dunia bahwa kita
bangsa Acheh tidak tertarik untuk memilih kakitangan penjajah
Indonesia di Aceh dan basis untuk melanjutkan perjuangan
kemerdekaan Acheh ke depan telah bertambah kuat.
Demikian petunjuk dan harapan dari Komite, sekali lagi
jadikanlah Pemilihan Kepala Daerah tersebut untuk mencapai tujuan
kita bersama yaitu “merdeka” bukan untuk memilih para kakitangan
penjajah. Selamat mengikuti PILKADA, dengan pertolongan Allah kita
akan buktikan bahwa bangsa Acheh tak pernah takluk dan
ditaklukkan.

http://freeacheh.info/
   
   
   
   
                                              The perpetrators of gross human 
rights abuses and countless crimes against humanity during three decades of 
conflict have not yet been held accountable. This is in a very stark contrast 
to other peace efforts done in other parts of the world such as in former 
Yugoslavia, Burundi-Rwanda, Cosovo-Albania, West Africa, Congo-Kinshasa etc, 
where all those responsible for humanitarian crimes have been brought to 
justice.
             
  Genocide in Liberia
 
Former Liberian president Charles Taylor, April 2006, has flown from Freetown 
to the Netherlands where he will stand trial for war crimes (AFP/File)
=====



''You name any human rights violations, Aceh has it. If anybody wants to 
research human rights violation, Aceh would be a perfect place to go.'' Debra 
Yatim, The Nation, Bangkok, October 14, 1999


    Geonocide in Bosnia

 
Trial of Slobodan Milosevic in Den Haag


  
Salah saboh cell teumpat tinggai Charles Taylor dan Milosovic di den Haag.

      (Pakon bgs atjeh han keumah geuba algojo2 jawa keuno?)
             
  Genocide in Acheh



          
  Drop dan ba u Mahkamah International !
    
Wiranto Cs
       
  
  Drop dan ba u Mahkamah International ! 
    
SBY Cs
   
   
       
  
A family returns to its burned-out house 
by Indonesian military
 
A mass grave has been unearthed
"The darkest chapter in Indonesia's history" Grim evidence of the army's 
campaign against separatism in Aceh is only now being uncovered. Only now can 
the real grieving begin. The BBC's Jonathan Head: 

    
 
One of the sixty burned-alive Achehnese 
civilians by Indonesian army in the village of Lancok, Syamtalira Bayu, North 
Acheh, on 19/03/2002 

Investigators have found a number of mass graves in Acheh committed by the 
Indonesian regime 

         
Indonesian troops shot dead up to 60 peopleand wounded 10 last Friday in two 
villagesin Beutong Ateuh of West Aceh. And the bodies were thrown into an 
abandoned wel
 
  ''Name any human rights violations, Aceh has it. If anybody wants to research 
human rights violation, Aceh would be a perfect place to go.'' Debra Yatim, The 
Nation, Bangkok, October 14, 1999
 
2-7 Achehnese killed everyday by
Indonesian Colonialism Regime 
 

   
   
  
  

              
Jenazah Mukhtar(24) satpam kantor Dinas Sosial Prov NAD,yang meninggal akibat 
penganiayaan oknum polisi, diciumi ibu kandungnya sesaat sebelum dikafankan di 
rumah duka Desa Puni Mata Ie, Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar, Jumat 
(27/10/2006). SERAMBI /MANSHAR
  
Family and colleagues mourn a farmer as he
is prepared for burial.
 

    Massacred in KNPI Lhokseumawe, 60 civilians were brutally butchered by 
Indonesian Occupation Forces


Massacred in Simpang KKA, 250 villagers were brutally butchered by Indonesian 
Occupation Forces 


The Victims tortures before they kills


  
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 

 KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh


KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 

  
   
Local police chief Said Huseini said three "separatist rebels" were shot dead 
Saturday on the outskirts of the provincial capital Banda Aceh. A civilian was 
killed in the crossfire, he said. 

  
 
MASYARAKAT ACEH BERBARING DI TANAH PADA SAAT TNI AD MELEPASKAN TEMBAKAN 
PERINGATAN PADA RIBUAN PENGUNJUK RASA DI LHOKSEUMAWE, PROPINSI ACEH 21 APRIL 
1999. DUA ORANG PENDUDUK TEWAS SETELAH POLISSI DAN TENTARA MEMBUBARKAN UNJUK 
RASA RIBUAN PELAJAR SEKOLAH YANG MEMINTA DILEPASKANNYA 300 ORANG PELAJAR YANG 
TERTANGKAP SAAT UNJUK RASA MENDUKUNG KEMERDEKAAN ACEH BEBERAPA HARI SEBELUMNYA. 
(en/str: REUTERS)

 
Seorang ibu menangis setelah anak kandungnya dibunuh 
secara sangat kejam dan keji oleh babi jawa

 
Seorang anak dan ibunya kembali kerumah yang baru saja dibakar oleh anjing jawa
  
Setelah dibunuh Anjing TNI menyuruh masyarakat kampung untuk mengambilnya 
 

KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh, Kamis, 9 Augustus 2001, Avdelning 4, PT Bumi Flora, Desa Alue 
Rambôt, Kec. Bandar Alam Aceh Timur

 
 
  
  
  
  
  
 
    
        
Pihak keluarga, sejak awal tidak setuju otopsi dilakukan. Karena dari awal 
kejadian mereka sudah bawa korban ke rumah sakit. “Jadi, mengapa setelah sampai 
dua bulan kemudian baru diotopsi. Ini pun dipaksa,” kata Yusuf, abang Muslem. 
Se-usai otopsi. “Kami melihat, meski ada tuntutan tapi tidak ada proses. 
Apalagi, kami masyarakat awam. Kalau pun ada hukum, yang pegang hukum nggak 
adil,” tambahnya.
   
  



  
The wife and children of an Acehnese farmer 
killed by Indonesian soldiers
 
Just In One Day, Over 100 Unarmed Achehnese Civilianswere Unlawfully Killed by 
TNI 

 KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh
 

  KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh


KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 


KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 


KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh

  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 
  
Men in Aceh are questioned by 
Indonesian soldiers 
  
KEBIADABAN, KEGANASAN, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, dan KEBUASAN bangsa JAWA terhadap 
Bangsa Aceh 

 
BABI-BABI JAWA MENGADAKAN PEMERIKSAN KEPADA SETIAP KENDARAAN YANG AKAN MENUJU 
KOTA BANDA ACEH TEMPAT DI ADAKANNYA SIDANG RAYA RAKYAT ACEH UNTUK KEDAMAIAN, 10 
NOVEMBER 2000. TINDAKAN KERAS APARAT KEPADA MASYARAKAT YANG AKAN MENGHADIRI 
SIDANG ITU MENGAKIBATKAN BELASAN ORANG MENINGGAL DUNIA. (AP Photo/Ismael) 

 
Seorang student berdiri didepan rumah sekolahnya yang baru saja dibakar hangus 
oleh anjing-anjing TNI
   
Salah seorang masyarakat biasa yg 
dibunuh secara begitu keji dan kejam oleh babi dan anjing jawa-TNI di Kecamatan 
Nilam, Aceh Utara

 
   
   
   
   
  
Press Release 
To News Editors
July 21, 1999
For Immediate Release 
  ACEH REBEL LEADER CALLS INDONESIAN RULE ABSURD   In a rare interview from his 
exile in Sweden, the leader of the movement fighting for independence in 
Indonesia's northernmost province of Aceh, Hasan di Tiro, says Indonesia has no 
right to govern Aceh. The exclusive interview with the FAR EASTERN ECONOMIC 
REVIEW appears in its July 29 issue, published Thursday, July 22.   The 
uncompromising di Tiro calls Indonesia another name for the Dutch East Indies 
with new rulers, Javanese instead of Dutch. Di Tiro, who declared Aceh's 
independence in 1976 but fled to Sweden three years later, dismisses 
Indonesia's new autonomy legislation as irrelevant. The notion of Indonesia is 
absurd, he says. He also ridicules the Bahasa Indonesia language as "pidgin 
Malay" and calls the Javanese "barbaric and uncivilized."   Di Tiro puts the 
overall strength of separatist forces operating in Aceh at around 5,000. Asked 
what sort of message would he send to a new Indonesian government, perhaps
 one headed by Megawati Sukarnoputri whose party won the largest number of 
votes in June's parliamentary elections, Di Tiro says: "No message. They're all 
the same. Uneducated fools."   The REVIEW obtained the interview amid mounting 
concern that Aceh may be posing a serious challenge to Indonesian unity. The 
REVIEW reports Indonesian military concerns that outside support makes Aceh's 
rebels much more dangerous than the ragtag, poorly armed independence fighters 
of East Timor and Irian Jaya.   Two battalions of troops--backed by 1,700 
paramilitary police from Jakarta--have renewed operations in Aceh response to a 
wave of ambushes, assassinations and arson attacks in recent weeks. In one of 
the worst incidents so far, guerrillas killed five soldiers and wounded 20 in a 
July 19 ambush on a military convoy. More than 70,000 refugees have scattered 
across Aceh.

For further information, please contact:
Michael Vatikiotis
Far Eastern Economic Review
Tel 852 2508 4420
Fax 852 2503 1530 
    

        
The death of the charismatic Syafii, 54, his wife Fatimah alias Aisyah and five 
bodyguards were killed in the head and chest on Tuesday during fierce battle. 
Indonesia accused of treachery over Syafii's killing. (AT) 
 
The remains of great and charismatic Abdullah Syafei (L), 54, his wife Fatimah 
alias Aisyah (R) were taken to their house after verification of identities by 
his brother Zakaria at Sigli hospital on 24 January 2002. Abdullah Syafei was 
the Free Acheh Movement (GAM)' s War Commander who was killed by Indonesian 
troops on 22 January. GAM has accused Indonesian military of treachery over 
Syafii's killing. (AT) 

Dari awai
 




  

 
 


         
Almarhum Sjahid Jafar Siddiq Hamzah, murdered by Indonesian regime 

"KEBIADABAN KAFIR indonesia jawa tidak akan kita maafkan oleh kita Bangsa Aceh. 
Lihat dalam foto, bagaimana kafir laknat penjajah indonesia jawa membunuh anak2 
Bangsa Aceh di depan ibu2 mereka yang telah tua. Kemudian kafir laknat 
indonesia jawa itu telah mengikat tangan2 ibu mereka.....Demi Allah, kita 
Bangsa Aceh wajib terus memerangi kafir laknat penjajah indonesia jawa 
penyembah berhala burung garuda dan pancasila. KITA BANGSA ACEH JANGAN 
SEKALI-KALI PATAH SEMANGAT dalam memerangi kafir laknat indonesia jawa yang 
biadab itu.
Wassalam, 
Puteh Sarong 



Sampoë uroë njoe
 


 

 

 

 


      *Pada hakikatnya OTONOMI buat aceh hanyalah pengekalan status kita 
sebagai bangsa terjajah" 

    *Pada hakikatnya OTONOMI buat aceh hanyalah pengekalan status kita sebagai 
bangsa terjajah" 

   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   

   
   
   
      

 
---------------------------------
Cheap Talk? Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates.

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke