RIAU POS
Sabtu 23 Desember 2006 

      Bukti Ekonomi Kita Masih Labil  
     
      Awal pekan ini, kita sempat dikejutkan berita tentang melemahnya nilai 
tukar mata uang Thailand, Baht, terhadap dolar AS. Begitu Baht terdepresiasi 
tajam, pelaku pasar uang dan bursa saham di Asia dan Pasifik bereaksi dengan 
melepas saham dan menjual valuta regional.

       
      Akibatnya, bukan hanya di Thailand, transaksi saham dan valas di 
negara-negara Asia-Pasifik juga anjlok. Tentu saja Indonesia tidak ketinggalan. 
Kurs rupiah dan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) melemah 
tajam.

      Kita mestinya tidak terlalu terkejut atas reaksi pasar yang berlebihan 
seperti itu. Pelaku pasar uang dan investor saham masih trauma terhadap apa 
yang pernah terjadi pada 1997. Saat itu, berawal dari anjloknya nilai tukar 
THB, mata uang regional ikut terpuruk. Termasuk kurs rupiah yang terus 
terpelanting dari Rp2.700 per dolar AS hingga terjerembab ke Rp15 ribu per 
dolar AS. Beberapa negara di Asia pun terseret dalam krisis moneter. Di 
Indonesia, dampak krisis tersebut masih terasa hingga saat ini.

      Hampir satu dekade sejak Indonesia terpukul oleh krisis moneter, kondisi 
ekonomi nasional sampai saat ini belum bisa dikatakan sepenuhnya pulih. 
Beberapa problem masih menghadang. Mulai belum bergeraknya sektor riil akibat 
belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan hingga masalah kepastian hukum 
dan keamanan sebagai faktor kunci membaiknya iklim investasi.

      Karena itu, indikator-indikator positif pada sisi makro tidak bisa serta 
merta dianggap bahwa ekonomi Indonesia telah pulih. Indikator makro itu, 
misalnya, tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus naik, laju inflasi yang 
rendah, penurunan suku bunga, tingginya transaksi di pasar modal dan kenaikan 
indeks saham, serta menguatnya kurs rupiah. Indikator-indikator tersebut hanya 
mencerminkan sebuah kondisi fundamental yang sesungguhnya baik untuk melakukan 
aktivitas ekonomi dan investasi.

      Tetapi, sisi makro yang baik itu belum didukung aspek mikro. Salah 
satunya adalah penyaluran kredit perbankan ke sektor riil yang jalan di tempat. 
Mengapa bank enggan menyalurkan uangnya ke dunia usaha? Faktor utama adalah 
menghindari risiko kredit macet (non-performing loan). 

      Perbankan nasional yang sebetulnya telah direstrukturisasi ternyata 
memilih aman. Mereka cenderung menempatkan uang di SBI (Sertifikat Bank 
Indonesia) yang pasti aman dan tingkat bunganya di atas suku bunga simpanan. 
Dengan positive spread tersebut, bank sudah bisa hidup tanpa harus bersusah 
payah mencari perusahaan yang dibiayai. Makanya jangan heran kalau bank-bank 
itu tetap memilih menempatkan uangnya di SBI.

      Sektor riil yang tidak jalan itu sebenarnya adalah bom waktu yang setiap 
saat bisa meledak. Bayangkan, jika dunia usaha tidak bergerak, produksi terus 
berkurang dan pengangguran bertambah. Besarnya angka pengangguran jelas 
merupakan modal bagi meletupnya sebuah gejolak sosial. Jika stabilitas sosial 
dan keamanan tidak tercapai, bisa dipastikan investor tidak mau datang dan yang 
sudah ada memilih pergi. 

      Masih ingat gertakan Wapres Jusuf Kalla, bahwa direktur bank BUMN yang 
tidak mau menyalurkan dananya di sektor riil akan dipecat, pernyataan itu untuk 
menggugah bank menyalurkan dananya di sektor rill, tapi resikonya sangat 
tinggi. Artinya, kondisi kita masih labil.

      Seandainya makro dan mikro ekonomi negara kita kuat, tidak seharusnya 
gampang terkena gejolak-gejolak ekonomi dari luar negeri yang bersifat 
temporer. Yang terjadi di Thailand beberapa hari lalu, yang langsung berimbas 
di dalam negeri, adalah bukti nyata bahwa untuk mencapai stabilitas ekonomi, 
Indonesia ibarat masih jauh panggang dari api.*** 
     


[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke