BAGI MUSLIM TUDUHAN SESAT DITEBUS NYAWA
Oleh: Abdullah Ubaid Matraji
"Kok rasanya begini?" perasaan hati Hasiri Muttaqin dilanda gundah. 
Ia mencoba menepis perasaan itu dan tetap naik mimbar menyampaikan
khotbah shalat Idul Fitri 1427 Hijriah, hari Selasa, 24 Oktober lalu
di lapangan Yayasan Kharisma Usaha Mustika (Yaskum) yang berada di
Kembangan Baru, Jakarta Barat.  Di atas mimbar Hasiri merasa hambar. 
Tak seperti biasanya.
Keesokan harinya, pembina Yaskum itu memutuskan berangkat bersama
keluarga ke Garut, Jawa Barat.  Di kota dodol itu, pria kelahiran
Bangkalan Madura itu berniat berziarah silaturahmi dan berziarah ke
makam Muhammad Syamsu (Aki), pendiri dan sesepuh Yaskum sekaligus
mertuanya.  Hari Kamis malam, perasaan resah gelisah malah
menjadi-jadi tak karuan.  Ia pun tak kuasa tidur hingga larut malam. 
"Ada apa ini?" hati kecilnya kembali bertanya-tanya.
Tanda tanya itu terjawab ketika Muhammad Mamat Hasbullah, salah satu
pimpinan Yaskum, menghubunginya lewat telepon.  "Ada kejadian di
Bogor," katanya di ujung telepon.
"Kejadian apa?" tanya Hasiri.
"Itu ada murid Pak Munir yang di Bogor dikeroyok massa lalu
meninggal," jawab Mamat seperti yang diceritakan Hasiri.
Pak Munir itu nama panggilan dari Munir Anwar, ketua Yaskum cabang
Cipondoh Tangerang.  Sedangkan muris Pak Munir yang dimaksud adalah
Mohammad Alih Sobari.  Warga kampung Bobojong, desa Petir, kecamatan
Dramaga, kabupaten Bogor ini sehari-hari bekerja di ladang dan
beternak ikan gurame.  Sejak tahun 1999 ia aktif sebagai anggota Yaskum.
Yayasan ini sudah melakukan kegiatan sejak 1969.  Pendirinya Muhammad
Syamsoe Usman (alm), atau biasa dipanggil Aki Syamsoe.  Garapan
utamanya pembinaan mental dan spiritual.  Baru tahun 1996 berbadan
hukum dan diberi nama Yaskum.  Dalam aktivitasnya, kata Hasiri, Yaskum
tidak merambah soal-soal fikih.  Tapi, lebih pada aksi sosial, antara
lain pengobatan baik secara medis maupun spiritual, penanganan korban
narkoba, memberikan beasiswa, dan mendirikan usaha mandiri.  Kini,
jumlah anggotanya kurang lebih 4 juta orang yang tersebar di 27 propinsi.
Malam, 26 Oktober 2006 menjadi malam kemalangan bagi Alih.  Sepulang
dari acara tahlilan pada pukul 19.30 WIB, pria berusia 40 tahun itu
shalat Isya di masjid Uswatun Hasanah, masjid tak jauh dari rumahnya.
 Jaraknya sekitar 45 meter.  Usai shalat Alih berniat pulang ke rumah.
 Begitu keluar, Alih langsung dihadiahi pukulan dan tendangan pleh
beberapa orang, kopiahnya jatuh ke tanah dan ia tersungkur.
Alih sempat melarikan diri, tapi langsung ditangkap oleh massa yang
sudah menunggunya.  Berdasarkan penyelidikan Kepolisian Sektor Dramaga
Bogor, waktu itu ada sekitar 50 massa yang berasal dari tiga kampung:
Bobojong, Sempur, dan Ijul.
Kemudian Alih diseret kurang lebih 200 meter dari masjid menuju villa
kosong.  Di villa yang terletak di perbatasan kampung Bobojong dan
desa Petir itulah Alih dipukuli ramai-ramai.  Golok, kayu, batu,
secara tak beraturan bersarang ke tubuh dan wajah bapak dua orang anak
ini.
Darah Alih tak terbendung, mengalir deras membasahi pelataran villa
milik warga Jakarta bernama Syamsul Bahri, yang sudah lama tak dihuni
itu.  Alih babak belur dan tergolek merintih lirih.  Tak jelas ia
melafalkan apa, bibirnya bergerak-gerak seperti bertakbir.  Massa yang
masih kalap itu menyeret Alih ke kantor kepala desa.  Di tengah
perjalanan, ada mobil angkutan kota (angkot) melintas, lalu berhenti
seketika.  Melihat si korban, supir angkot terperanjat.  Ternyata,
yang babak belur itu adalah rekannya.
Tanpa pikir panjang, Alih dimasukkan ke dalam angkot.  Tapi massa
tiba-tiba merangsek ke mobil itu.  Mereka tahu kalau sopir itu
ternyata pengikut Alih yang bernama Uca.  Sembari menyetir mobil yang
ditumpangi jasad Alih, Uca dihujani pukulan dan tamparan lewat jendela
mobil.  "Uca pun terus tancap gas hingga lolos," kata Muhammad
Bulganon Amir, ketua umum Yaskum.
Mobil yang dikendarai Uca tadi akhirnya bertemu mobil ambulan di
daerah kampung Jadipa, di depan masjid jami Al-Mubarok, kurang lebih
1,5 kilometer dari tempat kejadian.
Jasad pria yang juga mahir mengobati orang sakit itu dipindah ke mobil
ambulan dan dibawa meluncur ke rumah sakit Palang Merah Indonesia,
Bogor.  Di rumah sakit itu Alih dipastikan tak bernyawa.  "sejak suami
saya keluar rumah untuk tahlilan, saya tidak tahu lagi, tahu-tahu dia
sudah meninggal.  Tak tahu meninggalnya jam berapa dan ketika di
mana," kata Mintarsih dengan lirih.
Sejak peristiwa itu, aura warga dan suasana kampung Bobojong mencekam.
 Tak terdengar suara keras apalagi tawa anak-anak di kampung itu saat
Syir'ah investigasi ke tempat kejadian.  Hujan rintik-rintik turun
mengiringi langkah setapak demi setapak.  Puluhan pasang mata menatap
saat Syir'ah dengan tajam.  Wajah mereka mengunjuk roman curiga juga
takut.  Tepat di belakang masjid Uswatun Hasanah, ada sosok pria
setengah baya mengaduk-aduk pasir dan semen.  Syir'ah mendekat,
menyapa, dan bertanya.
"Apa benar peristiwa yang menimpa Pak Alih terjadi di sini?"  tanya
Syir'ah sembari menunjuk ke mesjid.
"Saya tidak tahu, tidak tahu ..." jawab pria itu sambil
menggeleng-geleng kepalanya.
Hujan semakin deras dan lebat.  Syir'ah menepi di rumah salah seorang
warga.  "Saya tidak tahu apa-apa Mas ... jangan tanya saya," ujar si
pemilik rumah yang membuat Syir'ah tersentak dan heran.  Niatnya
hendak berteduh malah disangka akan bertanya.  Bahkan beberapa rumah
warga yang mulanya pintunya terbuka, begitu melihat Syir'ah yang bawa
tas ransel dan menenteng kamera langsung menutup pintunya.  Brak ...!
Sejenak Syir'ah kebingungan harus mencari informasi pada siapa. 
Nampaknya ada semacam aksi tutup mulut.  Akhirnya Syir'ah mampir di
kedai kecil dekat masjid untuk menghela napas sembari minum teh
hangat.  Tak terduga di kedai itulah pintu informasi terbuka lebar.
Penjaga kedai bernama Neneng. Wanita belasan tahun berkulit putih ini
ternyata masih ada hubungan darah dengan Alih.  Ibunya adalah saudara
kandung Mintarsih, istri Alih.  "Main aja Mas ke rumah Pak Alih,
keluarganya terbuka kok," anjur Neneng.
"Syir'ah lalu menuju rumah Mimin, panggilan akrab Mintarsih (30
tahun).  Seorang anak remaja menyambut di depan pintu.  "Itu ibu
saya," kata Alfiansyah, usia 15 tahun, putra sulung Alih.  Sosok
wanita berkulit sawo matang setinggi sekitar 150 sentimeter, dan
rambutnya panjang terurai mempersilahkan Syir'ah  masuk.  Perutnya
terlihat besar karena sedang hamil.
Di tempat berukuran 5x4 meter itu Syir'ah beramah-tamah dengan Mimin
dan dua orang anaknya.  Anaknya yang kedua bernama Aldevianti, berusia
tujuh tahun.
Peristiwa sebulan yang lalu itu tak pernah dilupakan Mimin.  Apalagi
saat ditinggal Alih, mimin tengah berbadan dua, dengan usia kehamilan
empat bulan.  "Saya tak habis pikir, mengapa mereka tega membunuh
suami saya, apa kesalahan dan dosa-dosa dia?" kata Mimin dengan suara
lirih.  "Saya juga tidak mengerti, apa orang-orang, suami saya
menyebarkan aliran sesat," imbuhnya.
Menurut Muhammad Iqbal Iskandar, pengasuh pesantren Hidayah al-Bayan
yang berada di desa Bobojong, tuduhan itu muncul dari warga Bobojong.
 Ada beberapa kegiatan yang menyebabkan tuduhan sesat itu dialamatkan
kepada Alih.  Antara lain, kalau tengah malam ada ritual dzikir yang
disebut "laporan ke Tuhan".
Dengan dasar itu Syir'ah bertanya pada Mimin.  "apa yang dilakukan
Ustad Alih saat tengah malam?"
Sebelum menjawab, wanita kelahiran Bobojong ini mengklarifikasi. 
"Suami saya kok dipanggil ustad sih?  Alih itu bukan ustad, dia orang
biasa," katanya.  Warga Bobojong biasa memanggilnya Abang atau Kakak.
Mimin lalu menjelaskan apa yang dilihatnya ketika tengah malam.  Alih,
anggota Yaskum itu kalau tengah malam sering tidak tidur.  Kalau ada
teman-temannya, dia mengajak mereka untuk dzikir kepada Tuhan dan
shalat Tahajud.  Lampu ruangan dimatikan.  "Kasta suami saya biar
lebih khusyuk," urai Mimin.
Menurut Hasiri, pembina Yaskum, bacaan dzikir yang digunakan anggota
Yaskum tidak ada yang berbeda, layaknya bacaan masyarakat yang lain. 
"Mulai dari allahu akbar sampai laa haula walaa quwwata ..." kata
Hasiri saat ditemui Syir'ah di studio Metro TV sambil menyodorkan
lembaran bacaan dzikir yang berlaku di Yaskum.
Selain itu, Alih juga dituduh mengajarkan ritual shalat yang cukup
dengan niat saja.  Giliran Muhammad Bulganon Amir angkat bicara.  Ia
menjelaskan kepada Syir'ah ketika ditemui di kantornya di Kembangan
Baru Jakarta Barat 25 November lalu.  Abang Ibul, panggilan akrabnya,
malah balik bertanya, "Kenapa banyak orang shalat tapi kelakuannya
masih bejat?"  Baginya, ini akibat menjalankan shalat hanya sebatas
ritual.
Dalam kasus Alih, Abang Ibul memberi tanggapan. " Apa benar dia
menyebarkan shalat hanya dengan niat, sementara dia dibunuh habis
shalat di masjid," tandasnya.
Menurut Mimin, suaminya juga kerap dituduh menyebarkan ajaran yang
melarang  orang menunaikan haji ke Makkah, tapi cukup di Cipondoh,
Tangerang saja.  Abang Ibul kembali menjelaskan dengan fakta.  Ia
memanggil salah seorang anggota Yaskum, yang kebetulan berada di
dekatnya.  Ia lalu bertanya ke sosok prempuan tua yang masih kelihatan
enerjik itu.
"Bu, tahun lalu kan ibu baru naik haji.  Waktu itu ibu haji ke mana?"
tanyanya santai.  Ya ke Makkah lah."  Jawab perempuan itu semabari
terheran.  Abang Ibul terdiam sejenak.  "Kalau melarang haji bagi
orang yang rtak mampu itu memang benar, tapi kalau melarang orang haji
ke Makkah itu baru fitnah," tegasnya.
Hingga kini MUI belum memberikan keputusan ihwal Alih.  "Masalah ini
kami limpahkan ke pusat dan masih dalam proses pengkajian,"  kata
Ketua MUI Kabupaten Bogor Ahmad Mukri Aji saat dihubungi Syir'ah
pertengahan November 2006.
Rencana warga Bobojong untuk menghakimi Alih ini bukan kali pertama. 
Tahun 2005, warga sudah mau mengusir Alih.  Untung saja, waktu itu dia
diselamatkan oleh salah seorang warga lalu dibawa pergi ke wilayah
Tangerang Banten.  Alih selamat.  Selang beberapa bulan, sekitar tiga
bulan.  Alih balik lagi ke Bobojong.  Kasak-kusuk warga pun kembali
merebak.
Menurut versi Iqbal, masyarakat setempat melihat ada perbadaan ritual
yang dilakukan Alih dan anak buahnya.  Kemudian mereka tak bisa
menerima sesuatu yang berbeda dan akhirnya ditanggapi daengan emosi. 
"Kayaknya mereka sudah kesal dengan Alih,"  kata alumnus Universitas
Ibnu Khaldun ini.
Berbeda dengan analisis Abang Ibul.  Menurutnya, tragedi ini dipicu
oleh rasa iri atau dengki.  Ia memandang kasus ini dari sudut
sosiologis.  Alih itu orang kampung yang biasa-biasa saja.  Tidak
lebih pintar dari ustad-ustad di daerah sekitarnya.
Namun ia dikenal pandai mengobati orang.  Setahu Mimin, Alin tidak
buka praktik khusus.  Tapi banyak orang datang minta disembuhkan
penyakitnya.  "Alhamdulillah, sembuh," kata Mimin.  Dari saudara,
tetangga, bahkan orang luar kampung juga datang minta tolong.
"Tapi mengapa Alih lebih sering didatangi orang-orang, bahkan dari
luar desa?" tanya Abang Ibul.  Pada titik itulah kecemburuan sosial
itu bercokol.  "Karena itu, kasus ini harus dituntaskan secara hukum,
dan dalangnya juga harus ditangkap," tegas pria berdarah Aceh ini.
Meski sudah ada empat tersangka yang diciduk polisi, mungkin butuh
waktu untuk mengungkap kasus Alih hingga  ke akarnya.  Masih banyak
kabut gelap yang merintangi.
Yang jelas isitri Alih-lah yang paling menderita.  Orang yang menjadi
satu-satunya tumpuan keluarga telah tiada.  "Maksudnya membunuh itu
apa?  Saya bingung suami saya dibunuh sampai mengerikan," kata
perempuan yang sedang hamil lima bulan ini.

Sumber: Majalah Syir'ah Desember 2006




Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke