http://www.indomedia.com/bpost/022007/9/opini/opini1.htm


Pers, Globalisasi Dan Pencerdasan Masyarakat

Perdebatannya justru adalah sejauhmana peran pers dalam proses pencerdasan 
masyarakat. 

Oleh: Amin Sudarsono
Pemerhati dan Pekerja Pers 

Kembali kita bertemu 9 Februari. Tanggal yang secara resmi diperingati sebagai 
Hari Pers Nasional. Tanggal ini, secara historis, diambil saat pertama 
pendirian Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), 9 Februari 1946 di Solo. Setelah 
kedaulatan bangsa, PWI secara resmi berdiri di Jakarta yang selanjutnya 
mengkoordinasi pers secara nasional. 

Hal ini secara langsung juga menjadi sebuah bentuk kontrol terhadap media massa 
selama Orde Baru berkuasa. Praktis, satu-satunya organisasi kuli tinta yang 
berdiri dan mendapat pengakuan negara saat itu adalah PWI. Tidak dapat 
dipungkiri, pernah terjadi sebuah masa di mana keanggotaan dalam PWI menjadi 
legitimasi bagi kewartawanan seseorang.

Namun di sini saya tidak ingin mengungkapkan atau mempertentangkan bentuk 
keberpihakan politik pers tersebut. Terlebih, saat ini sudah sangat banyak 
organisasi pers yang berdiri. Baik yang universal maupun semacam paguyuban 
profesi sesuai dengan wilayah kerja: cetak, radio, televisi maupun internet. 
Kondisi ini jelas menampakkan bahwa demokratisasi di internal dunia pers sudah 
berjalan baik. Aspirasi dan ideologi dihargai sebagai entitas khas yang berhak 
memunculkan diri di mata publik. 

Perdebatannya justru adalah sejauhmana peran pers dalam proses pencerdasan 
masyarakat. Nampaknya perlu didiskusikan lebih lanjut -yang kemudian diikuti 
langkah kongkret-- tentang proses pencerdasan masyarakat oleh pers ini. Karena 
peran media massa sangatlah penting dalam memberi citra terhadap sesuatu, 
memberi definisi terhadap sebuah objek, bahkan mengarahkan persepsi masyarakat 
terhadap perubahan, misalnya. 

Media massa telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk 
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan 
kelompok secara kolektif; media massa menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian 
normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (McQuail: 1994).

Kuasa Modal 

Pers adalah institusi fundamental dalam sebuah masyarakat. Proses artikulasi 
gagasan, tranformasi kebijakan hingga proses unjuk rasa dari seorang pribadi 
maupun kelompok kepentingan (interest group) memerlukan kehadiran pers sebagai 
penyalurnya. Kadang bahkan kita bisa membaca tingkat kecerdasan masyarakat dari 
jumlah tiras sebuah harian pagi. Jika oplah semakin meningkat, dapat 
disimpulkan bahwa angka penjualan naik dan minat baca masyarakat juga meningkat.

Sebuah kekhawatiran yang harus diwaspadai adalah ketika peran strategis pers 
ini terlibas oleh kepentingan modal. Saat ini, kita berada dalam sistem 
kapitalisme yang mencengkeram, sebuah sistem-sekaligus kultur -yang menebalkan 
kapital sebagai dewa. 

Zaman yang memenangkan kekayaan dan uang. Kondisi ini harus diwaspadai, jangan 
sampai pers kehilangan idealisme saat berhadapan dengan modal. Namun, agaknya 
kita boleh sedikit lega karena Indonesia berkomitmen menghindari oligopoli. 
Insan pers Indonesia masih menginginkan adanya media massa, baik di tingkat 
nasional maupun daerah, yang terjaga independensi dan integritasnya. 

Pencerdasan Masyarakat

Agenda terbesar dari insan pers sesungguhnya adalah pencerdasan masyarakat. 
Terdapat beberapa hal yang pantas dicatat dalam hal ini. Pertama, pers harus 
memberikan informasi yang benar terhadap audiens yang mengakses media tersebut. 
Kebenaran ini tentunya berlandas pada asas cover both side (keberimbangan 
pemberitaan). Netralitas dan independensi sebuah media harus dikedepankan. 
Walaupun, misalnya media tersebut dimiliki oleh kekuatan modal tertentu. 

Kedua, dalam kondisi bangsa yang masih terjadi konflik di beberapa daerah, 
peristiwa yang diberitakan kadang justru memperkeruh situasi. Dalam kondisi 
inilah, pers mengedepankan jurnalisme profetis. Jurnalisme profetis harus 
memilih topik-topik yang bisa menawarkan solusi, bukan hanya memaparkan 
masalah. Jurnalisme profetis adalah suatu upaya penyelenggara pers untuk 
menempatkan pers sebagai suatu kekuatan yang bisa memberikan alternatif solusi. 
Pers yang lebih cermat melihat adanya kebutuhan mendesak masyarakat agar 
masyarakat tidak terus bertikai. Jurnalisme profetis justru menjembatani 
kelompok bertikai untuk berdamai. 

Ketiga, perluasan peran media massa sebagai penggerak aktivitas sosial 
masyarakat. Sebagai instrumen pemberi warta tentunya sebuah koran, misalnya, 
memiliki sebuah kekuatan persuasif tersendiri untuk mengajak masyarakat 
melakukan sesuatu. Peran propaganda sebuah media massa sangatlah kuat. Daya 
pengaruh ini mampu memobilisasi masyarakat untuk membantu penderitaan korban 
bencana, misalnya. Atau juga pembentukan posko keprihatinan. Saat ini beberapa 
media-baik cetak, radio maupun televisi-telah membuka berbagai posko maupun 
pundi amal. Langkah ini hendaknya diperluas dalam berbagai segmen aktivitas: 
sosial, budaya, ekonomi, politik.

Keempat, kecerdasan ekuivalen dengan kondisi berdaya. Karena itu, langkah 
empowering (pemberdayaan) harus menjadi agenda pokok dari sebuah media. Posisi 
media massa hendaknya selalu berpihak kepada masyarakat. Opini yang diciptakan 
sesuai dengan nurani masyarakat. Sekaligus, dalam kondisi tertentu harus siap 
berhadapan dengan kebijakan penguasa. Peran media massa cukup signifikan untuk 
mempengaruhi kebijakan eksekutif, merubahnya menuju tuntutan masyarakat. Namun, 
berdiri diametral bukan berarti membenci atau memusuhi. Landasan nurani dan 
persaudaraan tentunya bisa menghiasi kritik membangun yang disodorkan oleh 
sebuah media. Dalam hal ini, kepekaan pejabat sangat diharapkan. Kontrol media 
dan kepekaan penguasa menjadi sinergi yang indah. 

Kelima, media massa secara sadar mengembangkan nilai dan norma berdasarkan 
visi-misi dan latar belakang usahanya, setidaknya ada tiga fungsi media massa 
perankan yaitu memberi informasi, menyuguhkan hiburan, dan mengembangkan 
propaganda untuk suatu wacana. Fungsi yang disadari atau tanpa disadari oleh 
media massa adalah fungsinya sebagai transfer kebudayaan (Purwasito: 2002). 
Kebudayaan adalah cermin tingkat peradaban. Sederhana saja, misalnya adalah 
budaya bersih. Mengingat Banjarmasin sempat dinobatkan sebagai kota terkotor di 
negeri ini, maka media massa sangat berperan bagi propaganda pentingnya hidup 
bersih.

Sebagai penutup, setidaknya lima langkah di atas bisa menjadi awal yang baik 
bagi proses pencerdasan dan pemberdayaan masyarakat. Semoga dengan peringatan 
Hari Pers Nasional ini, dunia pers mampu menangkap semangat zaman, menghindari 
dominasi kapital dan mengedepankan jurnalisme profetis: jurnalisme pembawa 
pesan kedamaian. 

e-mail: [EMAIL PROTECTED]




[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Reply via email to