http://www.tribun-timur.com/view.php?id=45057&jenis=Opini
Rabu, 30-05-2007 Jebakan Kemiskinan Inspirasi Kolektif Oleh: Eka Sastra, Staff Ahli DPR RI Ada beberapa publikasi yang mengoyak nurani berbangsa ini yaitu data kemiskinan dan data survei persepsi masyarakat terhadap situasi ekonomi yang menunjukkan pesan yang sama; gagalnya tindakan kolektif bangsa dalam memberantas kemiskinan. Peningkatan angka kemiskinan dan semakin beratnya beban ekonomi masyarakat memberi pesan yang lebih dalam bahwa bangsa ini tidak hanya miskin pendapatan tapi juga sedang mengidap kemiskinan inspirasi kolektif. Kemiskinan ini yang lebih parah karena menjadi akar dari ketidakmampuan bangsa dalam merumuskan dengan baik strategi pemberantasan kemiskinan secara komprehensif dan berkelanjutan. Kemiskinan inspirasi kolektif dapat ditangkap dari keterbatasan strategi pemberantasan kemiskinan yang diterapkan di negeri ini sepanjang waktu. Ketidakpuasan masyarakat atas kegagalan Pemerintahan Megawati-Hamzah dalam mentransformasi beban sosial ekonomi masyarakat menjadi alasan pemilih menghukum pemerintah. Hal ini dapat diamati dari beberapa survei menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2004 yang menempatkan ketidakpuasan masyarakat atas situasi ekonomi sebagai alasan utama untuk tidak lagi memilih incumbent. Suasana Baru Masyarakat mendambakan situasi lain dan tawaran perubahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Jusuf Kalla (Kalla) menjadi alternatif yang kelak diharapkan membawa situasi ekonomi baru. Belum hilang dalam ingatan kita bagaimana tim ekonomi Pemerintahan Mega-Hamzah merumuskan strategi pemberantasan kemiskinan dengan mengulang produk lama trickle down effect yang menjadi akar kegagalan Pemerintah Orde Baru sebelumnya. Pencapaian sasaran menengah berupa perbaikan indikator makro (tingkat inflasi, pengurangan defisit anggaran, nilai tukar rupiah) yang dipercaya pada akhirnya akan mendatangkan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Tapi yang terjadi adalah paradoks ekonomi dalam bentuk membaiknya alternatif makro tapi sektor ril tidak bergerak, dilihat dari pengangguran yang tidak berkurang. Situasi ini yang menjadi salah satu alasan kalau bukan alasan utama yang membuatnya tidak terpilih lagi. Pemerintahan SBY-Kalla yang pada awalnya adalah harapan baru bagi masyarakat ternyata juga mengidap kemiskinan inspiratif. Hal ini dapat dilihat dari strategi pemberantasan kemiskinan yang sebenarnya tetap mengulang produk lama. Memperbaiki sasaran antara dengan harapan investasi akan berjalan secara paralel untuk kemudian menggerakkan sektor ril. Hasil akhirnya dapat diketahui melalui data yang ada, kemiskinan dan pengangguran yang semakin meningkat bahkan lebih parah dari era sebelumnya. Reaksi masyarakat dapat dibaca dalam hasil survey LSI Maret 2007, ketidakpuasan masyarakat atas situasi ekonomi yang ada dan penurunan popularitas SBY-Kalla dan partai pendukung utamanya, Partai Demokrat dan Partai Golkar. PDIP menjadi alternatif baru bagi masyarakat berdasarkan dua hasil survei dari Lembaga dan Lingkaran Survei Indonesia. Tapi pertanyaan yang belum ditemukan jawabnya adalah apakah ada alternatif baru dari tim ekonomi PDIP dalam memberantas kemiskinan. Yang terjadi hanyalah hukuman terhadap pemerintahan yang ada seperti sebelumnya, tanpa lahirnya inspirasi baru untuk keluar dari jebakan kemiskinan. Kemiskinan Kolektif Siklus antara produk pemerintah dan oposisi dengan kebutuhan masyarakat begitu menggelikan, menggambarkan jebakan kemiskinan inspirasi kolektif yang sedang menghinggapi bangsa ini. Politik ibarat pasar dalam ekonomi, masyarakat sebagai konsumen membutuhkan perbaikan situasi ekonomi sementara pemerintah dan oposisi sebagai produsen menawarkan barang yang sama dari waktu ke waktu. Kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan alternatif menyebabkan masyarakat tidak membelinya dalam bentuk dukungan suara. Ini yang terjadi pada pemerintahan sebelumnya dan sedang berlangsung pada pemerintahan saat ini. Pendeknya produk yang ditawarkan oleh pemerintah dianggap tidak layak beli oleh masyarakat tapi tetap ditawarkan oleh pemerintah dan oposisi tidak secara jelas merumuskan karakteristik produk alternatifnya. Program peningkatan kesejahteraan masyarakat sepanjang waktu masih produk lama, perbaikan sasaran antara yang secara paralel akan memperbaiki iklim usaha untuk kemudian menggerakkan sektor riil dan mengurangi pengangguran serta kemiskinan. Sayangnya pengalaman penerapan produk tersebut menunjukkan kegagalannya dalam memenuhi kebutuhan alternatif. Hal ini berlaku bukan hanya pada pemerintahan sekarang tapi juga pada pemerintahan sebelumnya. Implikasinya tentu saja pada dua hal yaitu defisit dari sisi demokratisasi dalam bentuk kegagalan dalam mendorong politik berbasis isu dan lahirnya sistem kepartaian yang berbasis program bahkan yang lebih parah adalah semakin meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah tidak memiliki alternatif baru pemberantasan kemiskinan karena akar dari hal ini adalah terjadinya jebakan kemiskinan inspirasi kolektif bangsa dalam wujud kegagalan dalam merumuskan strategi pemberantasan kemiskinan alternatif. Bangsa ini tersandera dalam sebuah pusaran tidak adanya alternatif lain dalam pemberantasan kemiskinan selain mengulang strategi lama trickle down effect. Dan inspirasi kolektif bangsa tertawan dalam pusaran ini. Keluar Jebakan Kemiskinan inspirasi tidak hanya terjadi di level pemerintah pusat ataupun partai politik semata tapi hampir menjadi kenyataan umum. Premis ini didasarkan pada kenyataan bahwa pemerintah memiliki kewenangan terbatas dalam sistem ekonomi nasional yang ada saat ini. Globalisasi mendorong semakin kuatnya pengaruh eksternal dalam mempengaruhi ekonomi domestik sementara desentralisasi telah memangkas berbagai kewenangan pemerintah pusat, mengalihkannya ke pemerintah daerah. Pada sisi lain, liberalisasi ekonomi mendorong semakin besarnya peranan sektor swasta dalam perekonomian domestik. Di level pemerintahan pusat sekalipun kewenangan pemerintah juga terbatas, otoritas moneter berada dalam kendali BI sementara otoritas fiskal harus melalui konsensus eksekutif dan legislatif, pemerintah dan oposisi. Lapangan ekonomi yang semakin terbuka memberi ruang bermunculannya banyak pelaku ekonomi. Sayangnya di tengah ruang yang semakin terbuka seperti ini, inspirasi-inpirasi baru yang lebih segar tidak juga bermunculan. Jebakan kemiskinan inspirasi kolektif begitu kokohnya mendominasi pemikiran bangsa. Bangladesh boleh jadi negara miskin tapi setidaknya mampu melahirkan inspirasi segar dalam pemberantasan kemiskinan ala Muhammad Yunus dan Grameen Banknya yang telah mengangkat 58 persen peminjamnya ke atas garis kemiskinan. Atau pengalaman Hernando De Soto dan Lembaga Kebebasan dan Demokrasinya yang telah berhasil membuka jalan lain bagi kaum miskin di Peru. Tentu masih banyak inspirasi lain, tapi yang menarik dari mereka adalah menemukan bahwa masih ada jalan lain pemberantasan kemiskinan dan boleh jadi masih banyak jalan lain yang belum ditemukan. Keduanya secara bersamaan walaupun dengan pola berbeda menemukan bahwa strategi pemberantasan kemiskinan secara langsung pada kaum miskin ternyata lebih efektif dibanding strategi tak langsung seperti yang kita terapkan selama ini [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/