http://www.suarapembaruan.com/News/2007/07/09/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY -------------------------------------------------------------------------------- THE GLOBAL NEXUS UE, RMS, PPKN, JCLEC DBS Christianto Wibisono Bertubi-tubi masalah menimpa bangsa ini. Dari sanksi Uni Eropa terhadap Garuda yang sebetulnya memang sudah tidak sanggup terbang ke Eropa, tarian liar cakalele berbendera RMS, anomali pencalonan Abu Bakar Basyir sebagai 1 dari 10 capres independen, hingga tuntutan peninjauan kembali kasus BLBI. Pada acara ulang tahun Bang Ali ke-81, Buyung Nasution dan Rachman Tolleng mengatakan bahwa masalah BLBI harus dilihat dari segi policy atau kebijakan yang merupakan discretionary power dari eksekutif yang tidak bisa dianulir tanpa menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut Rahman Tolleng yang seandainya tidak melewati batas umur KPK ingin ikut mendaftar, kebijakan Presiden Habibie tidak bisa dibatalkan tanpa mengusut dan memeriksa Habibie serta presiden berikutnya yang juga menjaga kepastian hukum. Masalah menjadi rumit ketika ditemukan realita baru bahwa di antara para debitur ada yang tidak mematuhi kewajiban dan melunasi jumlah dana dari utang yang dibebaskan. Sementara itu, pada front Cendana, Jaksa Agung malah mengalihkan medan pertempuran dari arena pidana ke perdata dengan berita sensasional bahwa rumah Cendana bisa disita. Masalah kepemimpinan politik otoritarian yang ditumbangkan menjadi demokrasi memang bisa terjebak pada balas dendam berantai yang tak kunjung habis. Bila tidak ada kenegarawanan yang menerobos kekerdilan dendam kesumat, maka Indonesia bisa memasuki era reign of terror dimana Danton, Robespierre, dan tokoh tokoh revolusi Prancis lain saling bunuh di bawah guilotine. Harus ada jiwa besar model Nelson Mandela yang bersedia memaafkan sipir bui yang pernah melecehkan dia dengan mengencinginya. Di Afrika Selatan, rekonsiliasi memberi kesempatan bagi pelaku pelanggaran HAM untuk bertobat, mengaku dosa, dan memberi ganti rugi, untuk kemudian dibebaskan dari hukuman model dendam kesumat. Orde Baru memang meninggalkan bekas yang sangat berdampak bagi segenap bidang kehidupan. Tapi kita tidak bisa terus menerus disandera oleh sejarah, kita harus bergerak menyongsong sejarah ke arah yang lebih baik dibanding masa lampau. Rezim totaliter selalu membawa korban kelompok pengikut dan pengekor yang kemudian berbalik jadi Ken Arok, Brutus, dan Machiavelli. Sedang lawan politik yang jelas dan ksatria malah jadi minoritas yang steril, tapi kemudian sejarah mencelikkan bahwa Soeharto lebih menghargai dan menghormati Ali Sadikin ketimbang trio pejabat Orba yang ketika Soeharto berkuasa merupakan penjilat dan penikmat praktek KKN pada akhirnya menjadi Brutus dan Ken Arok yang ikut menusukkan keris Empu Gandring ke tubuh rezim Soeharto. Tidak Tuntas Saya berada di Semarang untuk acara keluarga dan acara santai Lomba Burung Berkicau Kapolri Cup di Akpol Semarang. Namun secara substansial saya meninjau Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation JCLEC. Masalah kriminalitas lintas batas negara, termasuk pencucian uang, pembuktian korupsi dan kejahatan ekonomi finansial merupakan menu JCLEC. Ketika merenung dalam penerbangan Semarang Jakarta saya melihat banyak keterkaitan dari hampir semua masalah yang tidak tuntas yang bersinggungan satu sama lain, menyebabkan Indonesia nyaris mendekati kondisi failed state. Kasus lumpur Lapindo (Lumpindo) yang berlarut larut, interpelasi Iran yang bekepanjangan, bola liar Rokhmin yang merembet mirip kanker ke segala arah, Koalisi Medan, Palembang yang dianggap elitis, faksionis, bahkan mengungkapkan keretakan dalam tubuh Golkar secara terbuka. Karena Ketua Umum Golkar terjepit dalam gebrakan Medan yang memojokkan SBY. PPKN ikut memberikan agenda berat tentang konflik ideologi Pancasila vs syariah Pilkada DKI praktis tidak punya plan B, sebab semua kekuatan merasa yakin dengan "kroyokan", maka sekali putar gubernur sudah akan terpilih. Sementara kubu PKS kabarnya sangat intensif merangkul kelompok masyarakat non Muslim dengan menyodorkan fakta bahwa di daerah sekitar Jabodetabek yang disebu perda syariah itu malah didukung oleh fraksi yang mengklaim sebagai Koalisi Medan Pluralis menghadang syariah. Beberapa tokoh gereja bahkan diam-diam diambil fotonya dan beritanya telah mengendorse Adang-Dani. Permadi SH tidak akan mengikuti garis PDI-P dan akan jadi golput. Ada slogan one dollar for one vote yang entah bisa direalisir oleh kubu yang berslogan bombastis itu atau tidak. Perjanjian Pertahanan dan ekstradisi dengan Singapura terancam batal. Menhan Juwono Sudarsono mendapat tekanan keras DPR begitu pula Menlu dan seluruh kabinet. Apabila perjanjian ini batal, maka semakin sulit menuntut ekstradisi, karena tidak adanya kepastian hukum dalam kasus KKN. Pada dimensi separatisme, isu RMS pasti menganggu begitu pula Papua. Kedatangan anggota Kongres AS Eni Faleomavaega yang bahkan sudah disambut oleh Presiden Yudhoyono sendiri belum tentu merupakan tutup buku dari kemungkinan Papua memisahkan diri. Kelompok Islam di Maluku bahkan mempersoalkan kalau GAM yang berontak memperoleh kompensasi berupa lahan, mengapa Ambon, Maluku, dan Papua dilupakan dan tidak memperoleh alokasi dana seperti Aceh. Jika tidak diadakan perubahan realistis untuk meningkatkan keseahteraan rakyat di kawasan paling timur Indonesia, internasionalisasi masalah ini dapat membahayakan integritas dan integrasi RI. Syukur bila Eni sudah tidak mau menganggu Indonesia lagi. Yang lebih harus ditakuti ialah bukan koalisi Kongres dan Senat AS menjadi pendukung Eni. Tapi dalam era dimana opini publik lebih berpengaruh ketimbang kekuatan miiliter, maka kemungkinan aliansi OPM mohon restu Uskup Desmond Tutu, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, akan merupakan kekuatan publik opini yang lebih ampuh dan justru akan menempatkan RI pada posisi lebih lemah karena Papua berlindung di balik superpower moral Desmond Tutu, sedang Indonesia dicitrakan sebagai "kolonialis" yang menelanarkan Papua. Dalam acara Daniel Jusup National Network, Sabtu (7/7) pagi, saya menyatakan bahwa Indonesia berada di simpang jalan apakah bisa diselamatkan seperti Ninive atau akan dihukum menjadi Sodom dan Gomora. Seperti diketahui dalam hal Sodom, Abraham melakukan bargaining dengan Tuhan, mencoba membela agar Sodom jangan dihukum dengan alasan masih ada orang baik. Tawar menawar dengan Tuhan berlangsung alot tapi Abraham kalah, sebab jumlah orang yang tidak berdosa dan tidak munafik di Sodom tidak menggugah niat Tuhan untuk mengampuni. Sebaliknya dengan Ninive yang mendengar peringatan Junus dan bertobat total dipimpin raja sampai seluruh rakyat yang menyen- tuh Tuhan dan mengampuni Ninive. Giliran Junus yang memang manusia berdosa malah mengomel, lho kenapa orang berdosa kok diselamatkan, kenapa tidak dihukum saja . Itulah refleksi dari campur aduk isu dan agenda nasional yang terbentang di depan kita yang saling terkait satu sama lain. Penulis adalah pengamat masalah nasional dan internasional Last modified: 9/7/07 [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/