Refleksi: Apakah haya Hidayat Manao dikalangan petinggi yang pakai titel palsu? 
Ayo siapa lagi yang pakai titel palsu? Kalau para petinggi NKRI mau titel 
silahkan berilmu pada University of KaliGot, pasti dibekali dengan gelar  "ilmu 
semua ilmu surga dunia"sesuai selera.

http://www.gatra.com/artikel.php?id=106181


Vonis Gelar Palsu
Ketua Dewan Dipermalukan Titel


Titelnya sempat berderet: Dr (HC), SH, SSos. Selama bertahun-tahun pula, 
gelar-gelar akademik tersebut menghiasi nama Hadirat Manao, Ketua DPRD Nias 
Selatan, Sumatera Utara. Lumayan keren, setidaknya jika dibandingkan dengan 
banyak pimpinan dan anggota dewan di negeri ini yang tak punya gelar akademik.

Tapi Hadirat kini terpaksa mengubur sebagian titel kebanggaannya. Pasalnya, 
Pengadilan Negeri Medan "mengamputasi" dua gelar di antaranya. Senin pekan 
lalu, majelis hakim yang diketuai Arwan Byrin memvonis Hadirat bersalah 
menggunakan ijazah dan gelar akademik dari lembaga pendidikan yang tak memenuhi 
persyaratan.

Hadirat dihukum lima bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan, serta 
dilarang menggunakan dua gelar dimaksud. Puluhan pendukung Hadirat menyambut 
vonis itu dengan saling berpandangan. "Nggak di penjara, kan?" mereka saling 
bertanya. Mereka tampak lega karena tahu Hadirat tak perlu masuk bui.

Tapi Hadirat sendiri uring-uringan. "Selama ini saya mengira pengadilan bisa 
menjadi tempat mencari keadilan," dia menggerutu. Lelaki 45 tahun itu merasa 
tidak bersalah karena menilai gelar akademik yang disandangnya adalah buah 
kegigihannya menimba ilmu. "Saya korban politik," ujarnya.

Proses hukum yang dilakoni pentolan pemekaran Kabupaten Nias Selatan itu 
bermula dari pencalonannya sebagai Bupati Nias Selatan periode 2005-2010. Pada 
saat mendaftarkan diri ke komisi pemilihan umum daerah (KPUD) setempat, 24 Juni 
2005, Hadirat menyerahkan biodata dengan mencantumkan gelar Dr (HC), SH, dan 
SSos.

Merebak rumor bahwa sederet gelar itu palsu. Sejumlah LSM kemudian menyurati 
KPUD Nias Selatan, melaporkan dugaan gelar bodong itu. Nah, karena gelar dan 
ijazahnya diduga bermasalah, ditambah alasan kurangnya partai pendukung dan 
beberapa dalih lainnya, akhirnya Hadirat terganjal dari bursa pencalonan.

Hadirat pun, selaku Ketua DPRD Nias Selatan, membuat mosi tidak percaya kepada 
ketua dan anggota KPUD Nias Selatan, 29 Juli 2005. Tapi KPUD punya jurus 
serangan balik, melaporkan dugaan ijazah dan gelar palsu itu ke Kepolisian 
Daerah (Polda) Sumatera Utara, 28 September 2005.

Penyidikan kasus ini berjalan hampir setahun. Konon, polisi kewalahan karena 
dihalang-halangi massa Hadirat. Alhasil, berkas perkara Hadirat baru bisa 
diserahkan polda ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada 12 Juli 2006.

Selama penyidikan, rupanya polisi tidak menemukan bukti Hadirat menggunakan 
ijazah dan gelar palsu. Gelar Dr (HC) diperoleh Hadirat dari Universitas 
Generasi Muda Medan (UGMM) pada 25 November 2000. Pria kelahiran Bawomataluo, 
desa terpencil di Nias, itu dinilai berjasa dan berhasil di bidang kepemudaan 
di Sumatera Utara.

Titel sarjana sosial diraih Hadirat dari perguruan tinggi yang sama pada 10 
Februari 2001 lewat proses perkuliahan. Sedangkan gelar sarjana hukum diperoleh 
setelah ia mengikuti kuliah malam hari di Universitas Simalungun dan diwisuda 
pada 18 September 2001.

Belakangan ketahuan, UGMM ternyata belum mengantongi izin dari Departemen 
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Celah inilah yang digunakan polisi menjerat 
Hadirat dengan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 
Pendidikan Nasional.

Menurut pasal tersebut, setiap orang yang menggunakan ijazah dan gelar yang 
diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana 
penjara maksimal lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Namun polisi tidak menahan Hadirat. Setelah diserahkan ke kejaksaan, 13 
Februari silam, barulah Hadirat merasakan pengapnya bui di Rutan Tanjung Gusta. 
Jaksa lalu melimpahkan perkaranya ke pengadilan, 10 hari kemudian.

Beruntung bagi Hadirat, terhitung 9 Maret lalu, majelis hakim mengalihkan 
penahanan mantan Ketua DPC Partai Pelopor Nias itu menjadi tahanan kota, dengan 
pertimbangan jabatannya dan alasan kesehatan. Hadirat kemudian menjalani 
persidangan.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum menilai UGMM tidak memenuhi persyaratan, 
karena sarana dan prasarananya tidak sesuai ketentuan seperti diatur dalam SK 
Mendiknas dan SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.

Di persidangan, Hadirat mengakui, semua gelar itu dipakainya dalam berbagai 
keperluan sejak 2003. Setelah menjabat sebagai Ketua DPRD Nias Selatan, 1 
November 2004, gelar itu juga dicantumkan untuk keperluan dinas. Termasuk pada 
saat mengesahkan perda kabupaten tersebut.

Hadirat mengaku tidak tahu status UGMM dan baru menyadari perguruan tinggi itu 
bermasalah ketika menjalani penyidikan polisi. Pengakuan itu tidak digubris 
jaksa. "Itu kan bisa-bisanya dia," ujar Hopplen Sinaga, seorang jaksa penuntut, 
kepada Gatra.

Jaksa menuntut Hadirat dipidana penjara tiga tahun enam bulan dan denda Rp 5 
juta subsider tiga bulan kurungan. "Itu karena dia tidak teliti. Harusnya dia 
tahu legalitas UGMM dan tidak sembarangan memakai gelar yang dikeluarkannya," 
kata Hopplen.

Tuntutan cukup berat itu, menurut Hopplen, dimaksudkan agar bisa menimbulkan 
efek negatif bagi masyarakat terhadap Hadirat. "Apa etis pejabat menggunakan 
gelar yang diperoleh dengan segala macam cara?" ujarnya lagi.

Majelis hakim sependapat dan menjadikan kekuranghati-hatian menerima gelar itu 
sebagai hal yang memberatkan terdakwa. Karena itu, hakim memutuskan Hadirat 
terbukti

bersalah. Cuma, hukuman yang dijatuhkan jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Pertimbangan yang meringankan, kesalahan itu tidak semata-mata bertumpu pada 
terdakwa, melainkan juga pada pihak yang mengeluarkan gelar. Kedudukan terdakwa 
yang masih dibutuhkan warga Nias Selatan juga menjadi pertimbangan yang 
meringankan. Atas vonis itu, jaksa menyatakan banding. Hadirat juga.

Kuasa hukum Hadirat, Prof. F.M. Datumira Simanjuntak, membantah kliennya 
menggunakan segala cara untuk mendapatkan gelar. Menurut dia, gelar kehormatan 
Dr (HC) tersebut ditawarkan UGMM kepada Hadirat. Sedangkan gelar sarjana sosial 
diperoleh kliennya dengan cara sah lewat perkuliahan.

Tentang sarana dan prasarana yang disoal jaksa, atau apakah UGMM yang berdiri 
sejak 1986 punya izin atau tidak, menurut Datumira, sama sekali bukan urusan 
Hadirat. "Kenapa dia dijadikan terhukum? Hakim tidak fair. Ini putusan bimbang 
alias vonis ecek-ecek," katanya.

Datumira juga menilai perkara itu sarat nuansa politis. Menurut dia, isu gelar 
palsu yang berlanjut dengan proses hukum yang makan waktu lama itu merupakan 
trik untuk menjegal Hadirat dari pencalonan bupati. Tentu saja asumsi ini masih 
perlu dibuktikan.

Arwan Byrin yang juga Ketua Pengadilan Negeri Medan enggan berkomentar. "Tanya 
saja ke humas," katanya. Humas dimaksud, Jarasmen Purba, SH, mengatakan bahwa 
vonis itu adil, setimpal, dan pantas karena terpidana hanya dipersalahkan 
sebagai pemakai.

Menurut Jarasmen, vonis hakim hendaknya tidak hanya dilihat dari berat 
ringannya hukuman yang dijatuhkan. Bagi seorang figur publik seperti Hadirat, 
menjalani hukuman sambil bergaul di tengah masyarakat tentu bukan persoalan 
enteng.

Bagaimanapun ringannya hukuman, katanya, pasti punya efek terhadap jabatan 
seseorang. "Tapi tujuan kami bukan menjatuhkan dia dari jabatannya. Maksud kami 
supaya menimbulkan efek jera dan orang tidak sembarangan membeli gelar di 
warung jalanan," kata Jarasmen.

Ketua Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Muhammad Hayat, 
menilai vonis percobaan tersebut tidak perlu disoal karena memang diatur dalam 
KUHP. Cuma, menurut dia, Hadirat tidak sepantasnya dipersalahkan karena yang 
bertanggung jawab penuh atas ijazah itu adalah pengelola UGMM.

"Dia (Hadirat) jelas-jelas dirugikan. Lain ceritanya kalau dia punya ijazah 
tapi tak pernah kuliah," ujar Muhammad Hayat. Dia menilai, Hadirat memang harus 
banding untuk mencari kebenaran. "Kalau dia salah, kenapa tidak semua alumni 
UGMM dijadikan tersangka?" ia mempertanyakan.

Taufik Alwie, dan Rizal Harahap (Medan)
[Hukum, Gatra Nomor 35 Beredar Kamis, 19 Juli 2007] 



[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke