http://www.gatra.com/artikel.php?id=107809

Akbar Tandjung:
Saudagar Tidak Cocok Memimpin Partai

Disertasi Doktor Akbar Tandjung memicu reaksi petinggi Partai Golkar. Bermula 
dari ujian doktor yang berlangsung terbuka di auditorium Universitas Gadjah 
Mada (UGM), Yogyakarta, 1 September lalu. Di forum itu, Akbar mempertahankan 
disertasinya yang berjudul "Partai Golkar dalam Pergolakan Politik Era 
Reformasi".

Dan ia pun lulus cum laude. Dalam sesi tanya-jawab dengan tim penguji, Akbar 
sempat menyinggung eksistensi Partai Golkar di bawah pimpinan saudagar. Mantan 
Ketua Umum Partai Golkar itu menyebutkan bahwa Golkar kini berkiblat pada 
kepentingan sesaat.

Pernyataan Akbar di forum ilmiah itu rupanya membuat gerah sejumlah petinggi 
Golkar. Bahkan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, Surya Paloh, ikut bereaksi. 
Ia minta Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar memanggil Akbar. Kemudian Ketua Umum 
DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla, menilai pendapat Akbar itu tidak tepat.

Ketika disertasi Akbar sedang hangat diperbincangkan, ia terbang ke Tanah Suci 
untuk menunaikan ibadah umrah. Berikut petikan wawancara wartawan Gatra Rohmat 
Haryadi dengan Akbar Tandjung via telepon:

Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Surya Paloh, meminta DPP Golkar memanggil 
Anda berkaitan dengan disertasi doktor di UGM?

Disertasi itu sudah saya pertahankan di depan penguji dalam sidang tertutup dan 
terbuka. Semua sudah saya pertanggungjawabkan pada perguruan tinggi. Seandainya 
DPP Golkar mau mengadakan seminar dengan tema yang sama, saya siap jadi 
pembicaranya.

Yang disoal adalah statemen Anda tentang Golkar yang hanya berkonsentrasi pada 
kepentingan jangka pendek?

Pada munas ke-7 di Bali tahun 2004, ada analisis pengamat dan wartawan. Mereka 
mengatakan, ada tiga kekuatan yang bertarung, yaitu kekuatan struktural, 
tradisional, dan saudagar. Tokoh-tokoh berlatar belakang pedagang mendukung 
Jusuf Kalla. Saudara Paloh termasuk di situ.

Apa ada yang salah kalau terdapat saudagar yang memimpin Golkar?

Yang tidak cocok dari saudagar dalam politik adalah mindset-nya. Yaitu, 
bagaimana mendapat untung sebesar-besarnya dan secepat-cepatnya. Itu tidak 
cocok untuk memimpin partai politik. Saudagar boleh masuk ke politik, tapi 
harus mengubah mindset-nya. Saya pun mengatakan, di kalangan Partai Golkar juga 
menguat adanya nepotisme.

Apa bukti bahwa di Golkar menguat adanya nepotisme?
Saya memang tidak menyebut secara eksplisit. Tapi saya mengonstatasi menguatnya 
nepotisme di kalangan para elite Partai Golkar. Jika nepotisme menguat, tentu 
saja perekrutan kader tidak berdasar merit system. Melainkan berdasar kedekatan 
seseorang dengan pusat-pusat kekuasaan di Partai Golkar. Itu akan membuat 
peluang kader partai yang berjuang untuk partai jadi tertutup, karena 
parameternya tidak lagi prestasi, dedikasi, dan loyalitas.

Seberapa besar pengaruh buruk nepotisme di tubuh Golkar?
Di Golkar juga muncul faksi-faksi. Ini membuat partai fragile terhadap 
perpecahan. Memang dalam politik tidak bisa dihindari persaingan dalam partai. 
Kalau menguat, akan menimbulkan faksi. Pemimpin harus mampu mengelolanya.

Bukankah Jusuf Kalla mampu mengelola faksi-faksi itu?
Saya belum bisa mengatakan apakah beliau mampu atau tidak. Tapi faktanya 
sekarang sudah mulai tampak. Misalnya, mekanisme kepemimpinan partai harus 
disesuaikan dengan aturan organisasi. Yang menjadi pemimpin partai itu ketua 
umum. Jangan sampai pemimpin dalam partai tidak solid. Misalnya, penasihat 
mengambil langkah politik yang penting. Mestinya itu dilakukan ketua umum.

Bukankan Partai Golkar sekarang ini cukup solid?
Partai Golkar belum memiliki pola atau perencanaan politik ke depan, terutama 
menghadapi Pemilu 2009. Ketua Umum Partai Golkar dalam beberapa kesempatan 
mengatakan bahwa soal pemilu itu nanti enam bulan mau pemilu baru disiapkan. 
Itu tidak bisa. Partai harus menyiapkan sejak awal untuk menghadapi agenda 
politik, karena muara perjuangan partai politik ditentukan oleh hasil yang 
dicapai dalam pemilu. Sehingga bisa meraih kedudukan politik, dan bisa 
memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

Jadi, wajar saja jika partai politik berorientasi kekuasaan?
Saya tidak mengatakan bahwa partai tidak boleh berorientasi kekuasaan. Tapi 
tidak semata-mata kekuasaan, karena kekuasaan bukan segala-galanya. Jika partai 
memperoleh kekuasaan, itu merupakan intermediate goal, jabatan antara untuk 
tujuan akhir. Tujuan akhirnya menyejahterakan kehidupan rakyat.

[Laporan Khusus, Gatra Nomor 44 Beredar Kamis, 13 Septemberi 2007] 



[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke