Kadang-kadang saya heran bagaimana ada manusia yang masih bersedia,
ditahun 2007 ini, memamah biak bualan orang Arab:

Tidak ada bukti, sungguh tidak ada bukti bahwa mesjid yang Yathrib itu
adalah mesjid nabi Muhammad.

Lha bukti bahwa nabi Muhammad itu pernah hidup juga tidak ada.

Dan masaalahnya begitu sederhana: 

kisah nabi Muhammad itu kita baca di hadits dan sirah nabi dan hadits
dan sirah nabi itu MUSTAHIL ada yang sahih isinya. (cf. tulisan pendek
saya yang berjudul "Hadits itu MUSTAHIL ada yagn sahih..." yang
seingat saya pernah saya kirim kesini.)

(Bagi yang lupa, di al-Mushaf memang ada lima kali kita temui kata
"muhammad", sekali diantaranya dalam bentuk "ahmad", tapi TIDAK ada
bukti bahwa kata "muhammad" yang dalam bahasa Arab berarti 'orang yagn
terpuji" adalah nama orang di al-Mushaf itu.)

Lalu soal naik haji yang katanya adalah seruan nabi Ibrahim...

Lha bukti Ibrhim itu pernah ada jug tidak ada.

Wellhaussen lebih dari seabad yang lalu dan  arkeolog Yahudi
Finkelstein dan Silbrman beberapa tahun yang lalu sudah menunjukkan
bahwa Abraham itu adalah figur mitologis.

Orang yang cerdas dan punya harga diri akan merasa malu terus saja
memamah biak mythos Yahudi yang dicontek oleh orang Arab itu.



--- In [EMAIL PROTECTED], "Darwin Bahar" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Hampir setiap Umat Islam yang pernah berhaji dan berumrah pastilah 
sangat terpesona bahkan terkesima oleh aura Masjidil Haram di Makkah 
al-Mukkaramah dan Masjid Nabawi di Madinah al-Munawarah yang begitu 
indah, anggun dan berwibawa, dan tidak sedikit yang setelah pulang 
ingin kembali lagi ke sana.

Saya malah sering tidak tahan melihat tayangan Masjid Nabawi di 
televisi, karena memiliki berbagai kenangan yang tidak akan 
terlupakan ketika kami berziarah dan melakukan arbain, sebelum 
kembali ke tanah air di Masjid yang dibangun Rasulullah begitu sampai 
berhijrah di kota yang dulu disebut Yastrib itu di atas tanah yang 
dibeli beliau dari dua orang anak yatim. 

Termasuk kenangan indah ketika kami berdua berjalan berpengangan 
tangan menyusuri jalan Abi Thar Al Ghiffar di keremangan pagi di 
bawah temaram sinar lampu jalanan dari maktab kami di kawasan Doha 
menuju Masjid Nabawi untuk shalat subuh berjamaah. Pulangnya mampir 
di Depot Pepsi Cola guna membeli dua pot teh susu panas seharga satu 
riyal satu pot yang alamaak nikmatnya, dan menyeruputnya sambil 
berjalan. 

Dan sesekali sambil diam-diaman dengan muka ditekuk :D.

Masjid Raya Baiturrakhman Banda Aceh, secara arsitektur tidak banyak 
berbeda dengan masjid-masjid lainnya di Indonesia dan berbagai tempat 
di dunia. Tetapi ada pesona khusus dari Masjid ini yang tidak 
sepenuhnya saya pahami, mungkin karena berbagai peristiwa sejarah 
yang dilewatinya. Di samping Masjid itu dulu ada pohon beringin. Di 
bawah pohon beringin itulah Jenderal Kohler, Panglima balatentara 
Kolonial Belanda yang mencoba menaklukkan Aceh untuk pertama kalinya, 
ditembak mati oleh para pejuang Aceh. Dan sejarah kemudian mencatat, 
Perang Aceh merupakan ekspansi militer yang paling banyak menelan 
jiwa dan biaya di pihak serdadu kolonial Belanda.

Ketika terjadi bencana Tsunami tanggal 24 Desember tiga tahun silam, 
Masjid itu ditakdirkan banyak menyelamatkan nyawa orang-orang yang 
berada di sekitar Masjid itu yang berhasil mencapai bangunan Masjid, 
sementara di halamannya penuh dengan jenazah mereka yang tidak sampai 
ke sana. Tadinya saya menyangka masjid itu bertingkat dua, dan mereka 
yang selamat adalah yang berhasil naik ke tingkat dua, ternyata 
tidak. Hanya lantainya memang agak tinggi, kurang lebih 2 m di atas 
tanah. Saya sering shalat di Masjid yang hanya sekitar 500 m dari 
tempat kosan saya, tapi sampai hari ini belum tahu kamar kecilnya di 
mana :D.

Ketika saya dan rekan-rekan bertugas ke Langsa, di sepanjang jalan di 
kawasan Timur Aceh yang relatif makmur itu, saya melihat sejumlah 
Masjid yang megah dan indah yang baru/sedang dibangun. Hal itu 
mengingatkan saya kepada hal yang sama ketika pertama kali 
berkeliling di Sulawesi Selatan tahun 1987. Di semua ibukota 
Kabupaten ada Masjid yang besar dan bagus. Kecuali di Tana Toraja 
tentunya.

Yang agak "aneh" Masjid-Masjid yang bagus dan mewah justru sangat 
jarang saya temui di Sumatera Barat yang sekitar 95% dihuni oleh 
masyarakat Minang yang mempunyai filsafah "Adat bersandi syarak, 
syarak bersandi Kitabullah". Apakah itu karena sifat pragmatis atau 
bahkan "kalkulatif" (kalian menyebutnya "pelit" :D) orang-orang 
Minang, tidak tahulah awak. 

Beberapa Masjid yang agak bagus yang saya temui merupakan Masjid 
wakaf. Di kota kelahiran saya Padang Panjang, di Bukit Surungan ada 
Masjid yang lumayan bagus dan dilengkapi perpustakaan yang merupakan 
wakaf dari keluarga Mantan Menag Dr Tarmizi Taher. Tidak seperti di 
banyak Kota dan Ibukota Kabupaten di Indonesia, di komplek Kantor 
Walikota dari kota yang dijuluki "Serambi Makkah" itu, yang terletak 
di Silaing, justru tidak ada Masjid atau Mushola. Pasalnya di 
seberang jalan ada Masjid yang lumayan besar yang dibangun oleh 
masyarakat. Idem ditto di Batusangkar, Ibukota Kabupaten Tanah Datar 
yang dari hasil studi LIPPI tahun 2004, merupakan satu dari empat 
Kabupaten/Kota di Indonesia yang paling berhasil dalam pelaksanaan 
Otda. Sekitar 300 m dari Kantor Bupati yang berupa rumah bagonjong 
yang sederhana itu, ada sebuah Masjid yang relatif bagus tapi  tidak 
terlalu besar wakaf seorang pengusaha yang saya lupa namanya. Saya 
pernah shalat Jumat di sana.

Iyalah, yang penting untuk sebuah Masjid tentu bukan besar atau 
kecilnya, bagus atau biasa saja. Surau di Minangkabau dulu hanya 
bangunan-bangunan yang bersahaja, tetapi tidak hanya digunakan 
sebagai tempat mengaji. Rapat-rapat suku juga dilakukan di sana. Di 
sana pula anak-anak muda belajar pasambahan, belajar ilmu bela diri, 
bahkan belajar "galir", terkurung nak di luar, terhimpit nak di 
atas :D.             

Kembali ke Aceh, dalam perjalanan ke Langsa, di dekat Bireun dari 
kejauhan terlihat sebuah Masjid yang cukup besar, bagus dan mewah. 
Eh, setelah dekat ternyata rumah tinggal yang besar yang dibangun 
dengan arsitektur Masjid. Menurut Agus pengemudi kami yang berasal 
dari sana, rumah itu milik seorang kontraktor, yang tajir tentu saja. 
Menurut Agus, arsiteknya pun didatangkan dari Timur Tengah.

Seperti kebanyakan orang Minang lainnya jika tidak tahu apa yang mau 
diomongi, saya hanya bisa mendesis: "Antahlah yuaaang"

Wassalam, Darwin

--- End forwarded message ---




Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke