10 NOVEMBER 1945. Mengapa Inggris Membom Surabaya? Bagian dua Setelah Letnan Jenderal Sir Phillip Christison mengeluarkan ancamannya, dalam waktu singkat Inggris menambah kekuatan mereka di Surabaya dalam jumlah sangat besar, mobilisasi militer Inggris terbesar setelah Perang Dunia II usai. Pada 1 November, Laksamana Muda Sir. W. Patterson, berangkat dari Jakarta dengan HMS Sussex dan mendaratkan 1.500 Marinir di Surabaya. Mayor Jenderal Mansergh, Panglima 5th British-Indian Division, berangkat dari Malaysia memimpin pasukannya dan tiba di Surabaya tanggal 3 November 1945. Masuknya pasukan Divisi 5 yang berjumlah 24.000 tentara secara berangsur-angsur, sangat dirahasiakan. Divisi 5 ini sangat terkenal karena ikut dalam pertempuran di El Alamein, di mana pasukan Marsekal Rommel, perwira Jerman yang legendaris dikalahkan. Mansergh juga diperkuat dengan sisa pasukan Brigade 49 dari Divisi 23, kini di bawah pimpinan Kolonel Pugh, yang menggantikan Mallaby. Rincian pasukan Divisi 5: 4th Indian Field Regiment. 5th Field Regiment. 24th Indian Mountain Regiment. 5th (Mahratta) Anti-Tank Regiment (artileri). 17th Dogra Machine-Gun Battalion. 1/3rd Madras Regiment (H.Q. Battalion). 3/9th Regiment (reconnaissance battalion) (infanteri, di bawah komando Brigadir Jenderal Robert Guy Loder-Symonds. Tewas pada 11 November 1945. Dimakamkan di Menteng Pulo, Jakarta) 9th Indian Infantry Brigade. 2nd West Yorkshire Regiment. 3/2nd Punjab Regiment. 1st Burma Regiment. (infanteri, di bawah komando Brigadir Jenderal H.G.L. Brain) 123rd Indian Infantry Brigade. 2/1st Punjab Regiment. 1/17th Dogra Regiment. 3/9th Gurkha Rifles. (infanteri, di bawah komando Brigadir Jenderal E.J. Denholm Young) 161st Indian Infantry Brigade. I/1st Punjab Regiment. 4/7th Rajput Regiment. 3/4th Gurkha Rifles. (infanteri, di bawah komando Brigadir Jenderal E.H.W. Grimshaw) Armada di bawah komando Captain R.C.S. Carwood a.l. terdiri dari: Fregat HMS Loch Green dan HMS Loch Glendhu; kapal penjelajah HMS Sussex serta sejumlah kapal pengangkut pasukan dan kapal pendarat (landing boot). Persenjataan yang dibawa adalah skuadron kavaleri yang semula terdiri dari tank kelas Stuart, kemudian diperkuat dengan 21 tank kelas Sherman, sejumlah Brenncarrier dan satuan artileri dengan meriam 15 pon dan Howitzer kaliber 3,7 cm. Tentara Inggris juga dipekuat dengan squadron pesawat tempur yang terdiri dari 12 Mosquito dan 8 pesawat pemburu P-4 Thunderbolt, yang dapat membawa bom seberat 250 kilo. Jumlah pesawat terbang kemudian ditambah dengan 4 Thunderbolt dan 8 Mosquito. Tanggal 9 November 1945, Mansergh menyerahkan 2 surat kepada Gubernur Suryo. Yang pertama berupa ULTIMATUM yang ditujukan kepada All Indonesians of Sourabaya lengkap dengan Instructions. Yang kedua merupakan penjelasan/rincian dari ultimatum tersebut. Bunyi ultimatum yang disebarkan sebagai pamflet melalui pesawat udara pada 9 November pukul 14.00. adalah : November, 9th. 1945. TO ALL INDONESIANS OF SOERABAYA. On October 28th, the Indonesians of Soerabaya treacherously and without provocation, suddenly attacked the british Forces who came for the purpose of disarming and concentrating the Japanese Forces, of bringing relief to Allied prisoners of war and internees, and of maintaining law and order. In the fighting which ensued British personel were killed or wounded, some are missing, interned women and children were massacred, and finally Brigadier Mallaby was foully murdered when trying to implement the truce which had been broken in spite of Indonesian undertakings. The above crimes against civilization cannot go unpunished. Unless therefore, the following ordes are obeyed without fail by 06.00 hours on 10th.November at the latest, I shall enforce them with all the sea, land and air forces at my disposal, and those Indonesians who have failed to obey my orders will be solely responsible for the bloodshed which must inevitably ensue. (Signed) Maj.Gen.R.C.Mansergh Commander Allied Land Forces, East Java. Instructions My orders are: 1. All hostages held by the Indonesians will be returned in good condition by 10.00 hours 9th. November. 2. All Indonesian leaders, including the leaders of the Youth Movements, the Chief Police and the the Chief Official of the Soerabaya Radio will report at Bataviaweg by 18.00 hours, 9th November. They will approach in single file carrying any arms they possess. These arms will be laid down at a point 100 yards from the rendezvous, after which the Indonesians will approached with their hands above their heads and will taken into custody, and must be prepared to sign a document of unconditional surrender. 3. (a) All Indonesians unauthorized to carry arms and who are in possession of same will report either to the roadside Westerbuitenweg between South of the railway and North of the Mosque or to the junction of Darmo Boulevard and Coen Boulevard by 18.00 hours 9 th November, carrying a white flag and proceeding in single file. They will lay down their arms in the same manner as prescribed in the preceeding paragraphs. After laying down their arms they will be permitted to return to their homes. Arms and equipment so dumped will taken over by the uniformed police and regular T.K.R. and guarded untill dumps are later taken over by Allied Forces from the uniformed police and regular T.K.R. (b) Those authorises to carry arms are only the uniformed police and the regular T.K.R. 4. These will thereafter be a search of the city by Allied Forces and anyone found in possession of firearms of conealing them will be liable to sentence of death. 5. Any attemp to attack or molest the Allied internees will be punishable by death. 6. Any Indonesian women and children who wish to leave the city may do so provided that they leave by 19.00 hours on 9th November and go only towards Modjokerto or Sidoardjo by road. (Signed) Maj.Gen.R.C.Mansergh Commander Allied Land Forces, East Java Mansergh telah menyusun ordersnya pada butir 2 sedemikian rupa, sehingga boleh dikatakan tidak akan mungkin dipenuhi oleh pihak Indonesia: Seluruh pemimpin bangsa Indonesia termasuk pemimpin-pemimpin Gerakan Pemuda, Kepala Polisi dan Kepala Radio Surabaya harus melapor ke Bataviaweg pada 9 November jam 18.00. Mereka harus datang berbaris satupersatu membawa senjata yang mereka miliki. Senjata-senjata tersebut harus diletakkan di tempat berjarak 100 yard dari tempat pertemuan, setelah itu orang-orang Indonesia itu harus mendekat dengan kedua tangan mereka di atas kepala mereka dan akan ditahan, dan harus siap untuk menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat. (All Indonesian leaders, including the leaders of the Youth Movements, the Chief Police and the Chief Official of the Soerabaya Radio will report at Bataviaweg by 18.00 hours, 9th November. They will approach in single file carrying any arms they possess. These arms will be laid down at a point 100 yards from the rendezvous, after which the Indonesians will approached with their hands above their heads and will taken into custody, and must be prepared to sign a document of unconditional surrender.) Dalam butir dua ini sangat jelas tertera menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat. Dengan formulasi yang sangat keras dan kasar ini, Mansergh pasti memperhitungkan, bahwa pimpinan sipil dan militer di Surabaya tidak akan menerima hal ini, sebab bila sebagai pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia menandatangani pernyataan MENYERAH TANPA SYARAT, berarti melepaskan kemerdekaan dan kedaulatan yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Yang dimaksud dengan senjata adalah: senapan, bedil, pedang, pistol, tombak, pisau, pedang, keris, bambu runcing, tulup, panah berbisa atau alat tajam yang dapat dilemparkan. Sejarah mencatat, bahwa pimpinan sipil dan militer di Surabaya memutuskan, untuk tidak menyerah kepada tentara Sekutu dan memilih untuk melawan. Inggris menepati ultimatumnya dan memulai pemboman dan penembakan dari meriam-meriam kapal pukul 06.00. Serangan hari pertama berlangsung sampai malam hari. Meriam-meriam di kapal-kapal perang dan bom-bom dari udara mengenai tempat-tempat yang penting dalam kota, seperti daerah pelabuhan, kantor PTT, kantor pengadilan, gedung-gedung pemerintah dan juga pasar-pasar. Pemboman dari darat, laut dan udara ini diselingi dengan tembakan-tembakan senapan-mesin yang dilancarkan oleh pesawat pemburu, sehingga mengakibatkan korban beribu-ribu orang yang tidak menduga akan kekejaman perang modern. Residen dan Walikota segera memerintahkan pengungsian semua wanita dan anak-anak ke luar kota. Semua saksi mata, begitu juga berita-berita di media massa, baik Indonesia maupun internasional mengatakan, bahwa di mana-mana mayat manusia dan hewan bergelimpangan, bahkan ada yang bertumpukan. Bau busuk mayat berhari-hari memenuhi udara kota Surabaya karena mayat-mayat tersebut tidak dapat dikuburkan. Mereka yang bekerja di rumah-sakit menceriterakan, bahwa korban-korban tewas tidak sempat dikubur dan hanya ditumpuk saja di dalam beberapa ruangan. Dalam bukunya, Birth of Indonesia, David Wehl menulis: Di pusat kota, pertempuran lebih dahsyat, jalan-jalan harus diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya. Mayat dari manusia, kuda-kuda dan kucing-kucing serta anjing-anjing, bergelimpangan di selokan-selokan; gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telepon bergelantungan di jalan-jalan, dan suara pertempuran menggema di tengah-tengah gedung-gedung kantor yang kosong ... Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisasi dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang. Kolonel dr. Wiliater Hutagalung menuliskan dua peristiwa yang tak dapat dilupakannya: ketika seorang pemuda dibawa masuk ke ruang bedah dengan kedua kakinya hancur terlindas roda kereta api. Rupanya karena terlalu lelah sehabis pertempuran, tertidur di pinggir rel kereta api dengan kedua kakinya melintang di atas rel. Dia tidak terbangun ketika ada kereta api yang lewat, sehingga kedua kakinya putus dilindas kereta api. Dia masih sadar waktu dibaringkan ke tempat tidur, tetapi sebelum kita dapat menolongnya dia berseru: Merdeka! Hidup Indonesia!, lalu menghembuskan napas terakhirnya. Peristiwa yang kedua adalah, ketika melihat kesedihan seorang ibu muda yang menatap wajah anak perempuannya yang kira-kira berumur dua tahun, yang tewas akibat lengannya putus terkena pecahan peluru mortir. Dia menggendong anak itu ke Pos Sepanjang tanpa mengetahui, bahwa anaknya telah tewas ketika sampai di Sepanjang. Kami menanyakan: Di mana ayah anak ini? Ibu muda itu menjawab: Tidak tahu, suami diambil tentara Jepang, dijadikan romusha (pekerja paksa). Dia belum pernah melihat anaknya. Pihak Inggris menyebutkan, bahwa berdasarkan data yang mereka kumpulkan, tercatat hanya 6.000 korban tewas di pihak Indonesia. Dr. Ruslan Abdulgani dalam satu kunjungan ke Inggris, mendapat kesempatan untuk melihat arsip nasional, dan antara lain melihat catatan mengenai jumlah korban yang tewas. Abdulgani menulis : Pihak Inggris menemukan di puing-puing kota Surabaya dan di jalan-jalan 1.618 mayat rakyat Indonesia ditambah lagi 4.697 yang mati dan luka-luka. Menurut laporan dr. Moh. Suwandhi, kepala kesehatan Jawa Timur, dan yang aktif sekali menangani korban pihak kita, maka jumlah yang dimakamkan secara massal di Taman Bahagia di Ketabang, di makam Tembokgede, di makam kampung-kampung di Kawatan, Bubutan, Kranggan, Kaputran, Kembang Kuning, Wonorejo, Bungkul, Wonokromo, Ngagel dan di tempat-tempat lain adalah sekitar 10.000 orang. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa sekitar 16.000 korban telah jatuh di medan laga bumi keramat kota Surabaya. Berdasarkan data yang dikumpulkan rekan-rekan dokter serta paramedis lain, Kolonel dr. Wiliater Hutagalung memperkirakan, korban tewas akibat agresi militer Inggris dapat melebihi angka 20.000, dan sebagian terbesar adalah penduduk sipil, yang sama sekali tidak menduga akan adanya serangan tentara Inggris. Di Pasar Turi dan sekitarnya saja diperkirakan ratusan orang yang sedang berbelanja tewas atau luka-luka, termasuk orang tua, wanita dan anak-anak, bahkan pasien-pasien yang rumah sakitnya ikut terkena bom. Pelaku sejarah yang menjadi saksi mata menilai pemboman tersebut adalah suatu kebiadaban. Menurut Woodburn Kirby, korban di pihak tentara Inggris dari tanggal 10 sampai 22 November 1945 di Jawa tercatat 608 orang yang tewas, hilang atau luka-luka, dengan rincian sebagai berikut: - tewas : 11 perwira dan 87 prajurit. - hilang : 14 perwira dan 183 prajurit. Hampir semua adalah korban pertempuran di Surabaya. Namun diduga, korban di pihak Inggris sebenarnya lebih tinggi, karena menurut Anthony James-Brett, korban di pihak Inggris dalam pertempuran tanggal 28 30 Oktober saja sudah mencapai 392 orang, yang tewas, luka-luka atau hilang (18 perwira dan 374 prajurit). Diperkirakan korban di pihak Inggris dalam pertempuran dari tanggal 28 Oktober 28 November 1945 mencapai 1.500 orang yang tewas, luka-luka dan hilang. Pihak Indonesia menyebut, bahwa sekitar 300 tentara Inggris asal India/Pakistan melakukan desersi dan bergabung dengan pihak Republik Indonesia. Kolonel Laurens van der Post dalam laporannya menulis: But the important lessons of Sourabaya were not these so much as the extent to which they proved that Indonesian nationalism was not a shallow, effeminate, intellectual cult but a people-wide, tough and urgent affair. Willy Meelhuijsen dalam bukunya Revolutie in Soerabaya, 17 agustus 1 december 1945 mengutip seorang pakar sejarah Australia, M.C. Ricklefs, yang menulis: The Republicans lost much manpower and many weapons in the battle of Sourabaya, but their sacrificial resistance there created a symbol of rallying cry for the Revolution. It also convinced the British that wisdom lay on the side of neutrality in the Revolution. The battle of Sourabaya was a turning point for the Dutch as well, for it shocked many of them into facing reality. Many had quite genuinely believed that the Republic represented only a gang of collaborators without popular support. No longer could any serious observer defend such a view. Pertempuran heroik di Surabaya merupakan satu dari empat pertempuran dan perlawanan terhadap tentara Inggris di samping Palagan Ambarawa, Pertempuran Medan-Area dan Bandung Lautan Api- yang membuat Inggris menyadari, bahwa masalah Indonesia tidak dapat diselesaikan melalui kekuatan militer, dan Inggris sebagai tulasng punggung Belanda waktu itu, kemudian memaksa Belanda ke meja perundingan, dan Inggris menjadi fasilitator pertama dalam perundingan Linggajati. Alasan pemboman yang sebenarnya Apabila dua butir alasan yang tertera dalam ultimatum 9 November 1945 tidak benar, apa alasan sebenarnya, yang membuat Inggris mengerahkan pasukannya yang terbesar dan termodern setelah Perang Dunia II usai? I. Alasan psikologis-emosional. · Inggris datang sebagai salah satu pemenang Perang Dunia II. Brigade 49 adalah bagian dari Divisi 23 yang menyandang julukan kebanggaan The Fighting Cock, mempunyai pengalaman tempur melawan Jepang di hutan-rimba Burma. Dalam pertempuran 28 dan 29 Oktober 45, mereka dipaksa oleh rakyat Surabaya mengibarkan bendera putih dan mereka yang MEMINTA BERUNDING. Suatu hal yang tentu sangat memalukan dan menjatuhkan pamor Inggris. Mereka tidak menduga akan diserang, sehingga persiapan pertahanan hampir tidak ada, yang mengakibatkan banyak jatuh korban di pihak Inggris. · Setelah Perang Dunia II usai, Inggris bertepuk dada bahwa selama lebih dari lima tahun PD-II, mereka tidak kehilangan seorang Jenderal pun. Ternyata baru lima hari di Surabaya, mereka telah kehilangan seorang perwira tinggi, Brigadir Jenderal Mallaby. Kegeraman pihak Inggris memuncak pada 10 November, karena pada saat pemboman atas kota Surabaya, dua pesawat terbang mereka berhasil ditembak jatuh oleh pejuang Indonesia. Selain pilot pesawat, Osborne, korban yang tewas sehari kemudian akibat luka-lukanya adalah Brigadir Jenderal Robert Guy Loder-Symonds, Komandan Brigade Infanteri. Mallaby dan Loder-Symonds dimakamkan di Commonwealth War Cemetary, Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Dapat dikatakan secara singkat di sini, alasan psikologis-emosional tersebut adalah: - sebagai super power pemenang Perang Dunia II, telah dipermalukan dengan terpaksa mengibarkan bendera putih, serta terancam akan hancur total; - sebagai tentara yang tangguh sangat dipermalukan, karena yang tewas adalah komandan brigade, seorang perwira tinggi; - solidaritas korps, membalas dendam. II. Terikat Perjanjian Dengan Belanda dan Hasil Konferensi Yalta Bahwa langkah Inggris di Indonesia, sebenarnya hanya untuk memuluskan jalan bagi Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia, sesuai dengan beberapa perjanjian, baik bilateral maupun internasional. Ketika berlangsung pertempuran melawan Inggris di Indonesia yang dimulai di Surabaya, perlahan-lahan Belanda mendatangkan pasukannya ke Indonesia, sehingga pada akhir tahun 1946, seluruh pasukan Inggris telah ditarik dan diganti oleh pasukan Belanda dan sebagaimana kita ketahui, itulah awal dari penjajahan Belanda di Indonesia jilid dua. Penilaian mengenai tindakan Inggris ini diperoleh setelah mencermati dua hal: · Salah satu hasil keputusan Konferensi Yalta (4 11 Februari 1945), hasil pertemuan rahasia antara Roosevelt dan Churchill, adalah mengembalikan situasi di Asia seperti sebelum invasi Jepang, dalam arti mengembalikan bekas-bekas jajahan kepada negara penjajah sebelumnya. Keputusan tersebut diperkuat dengan Deklarasi Potsdam, 26 Juli 1945. Hal ini terbukti dari surat Vice Admiral Lord Louis Mountbatten, Supreme Commander South East Asia, kepada komandan-komandan divisi, yang isinya: Headquarters, S.E.Asia Command 2 Sept. 1945. >From : Supreme Commander S.E.Asia To : G.O.C.Imperial Forces. Re. Directive ASD4743S. You are instructed to proceed with all speed to the island of Java in the East Indies to accept the surrender of Japanese Imperial Forces on that island, and to release Allied prisoners of war and civilian internees. In keeping with the provisions of the Yalta Conference you will re-establish civilians rule and return the colony to the Dutch Administration, when it is in a position to maintain services. The main landing will be by the British Indian Army 5th Division, who have shown themselves to be most reliable since the battle of El Alamein. Intelligence reports indicate that the landing should be at Surabaya, a location which affords a deep anchorage and repair facilities. As you are no doubt aware, the local natives have declared a Republic, but we are bound to maintain the status quo which existed before the Japanese Invasion. I wish you God speed and a successful campaign. (signed) Mountbatten ____________________ Vice Admiral. Supreme Commander S.E.Asia. Kalimat: In keeping with the provisions of the Yalta Conference you will re-establish civilians rule and return the colony to the Dutch Administration, when it is in a position to maintain services. dan the local natives have declared a Republic, but we are bound to maintain the status quo which existed before the Japanese Invasion. menyatakan secara jelas dan gamblang maksud Inggris untuk ...mengembalikan koloni (Indonesia) kepada Administrasi Belanda... dan mempertahankan status quo yang ada sebelum invasi Jepang. · Melaksanakan Civil Affairs Agreement (CAA), perjanjian antara Inggris dan Belanda yang ditandatangani tanggal 24 Agustus 1945 di Chequers, Inggris, yang isinya kesediaan Inggris membantu Belanda dalam upaya untuk kembali berkuasa di Indonesia. Kesepakatan 24 Agustus 1945 tersebut diperkokoh oleh Inggris dan Belanda, dalam pertemuan di Singapura tanggal 6 Desember 1945 yang dihadiri para petinggi kedua negara di Asia Tenggara. Radio San Francisco tanggal 10 Desember 1945 menyiarkan antara lain, bahwa dalam permusyawaratan di Singapura, Letnan Jenderal Christison telah mendapat kekuasaan seluas-luasnya untuk menjaga keamanan di Jawa Christison akan menggunakan kekerasan untuk mengembalikan keamanan dan ketenteraman, supaya dapat memenuhi undang-undang dasar dan peraturan untuk Indonesia di bawah kerajaan Belanda. Di samping melampiaskan dendam mereka terhadap para ekstremis Indonesia yang katanya- dipersenjatai Jepang kelihatannya Inggris memanfaatkan insiden Surabaya tersebut untuk memenuhi perjanjian bilateral mereka dengan Belanda, serta menjalankan hasil keputusan Konferensi Yalta, yaitu mengembalikan situasi kepada Status Quo seperti sebelum invasi Jepang. ------------------------------------------------------------------------------ Cuplikan dari buku Batara R. Hutagalung 10 November 45. Mengapa Inggris Membom Surabaya? Millenium Publisher, Jakarta Oktober 2001, xvi + 472 halaman. Bersambung
[Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/