Menghadapi Kompleksitas Masalah Perumahan Rakyat 
Masalah perumahan tentunya dihadapi oleh semua orang dan semua pihak. Dalam 
kehidupan sehari-hari, masalah perumahan yang ada cukup beragam, tergantung 
dari para-pihak yang berkepentingan. Berbagai kelompok di masyarakat memiliki 
masalahnya sendiri yang berbeda-beda. Mulai dari para lajang, kalangan 
pedagang, para pekerja industri, kalangan profesional, kelompok penglaju 
(commuter), para pegawai negeri, para prajurit dan polisi, dan sebagainya. 
Masalah bagi keluarga-keluarga berpendapatan rendah adalah sulitnya menemukan 
tempat tinggal yang layak dan terjangkau di dekat tempat kerjanya, khususnya di 
perkotaan. Sedangkan bagi keluarga-keluarga miskin masalah yang dihadapi adalah 
tidak dijumpainya pilihan tempat tinggal yang aman dari penggusuran. Mereka 
juga menghadapi masalah pengusuran itu sendiri. Para pemuda menghadapi masalah 
sulitnya menemukan sebuah rumah mungil yang layak dan terjangkau sebagai tempat 
tinggal di masa magang sebagai keluarga baru. Para orangtua juga selalu risau 
melihat kenyataan sulitnya anak-anaknya memperoleh tempat tinggal setelah 
menikah, sehingga selalu berupaya mendapatkan uang yang banyak untuk membantu 
memenuhinya. 
Masyarakat menghadapi masalah dan berupaya mengatasinya sendiri-sendiri dengan 
berbagai sumberdaya yang dimiliki dan berbagai cara yang dipandang 
memungkinkan, sesuai latar belakang budayanya masing-masing. Para orangtua yang 
mampu akan mengumpulkan uang dan membeli tanah yang banyak atau membelikan 
rumah untuk anak-anaknya yang telah menikah. Profesional muda bekerja keras dan 
menabung untuk bisa mendapatkan rumah. Para keluarga muda berpindah-pindah 
kontrakan hingga mampu memiliki rumah sendiri setelah beberapa masa yang tidak 
pasti lamanya. Keluarga-keluarga miskin yang kurang berpendidikan terperangkap 
ke dalam dunia informal perkotaan. Bagi mereka memperoleh tempat tinggal secara 
informal di bantaran sungai dan lahan yang tidak terawasi, adalah solusi. Di 
tengah ketidakberdayaannya menghadapi kehidupan kota yang serba formal, mereka 
tetap membayar meskipun secara informal. Yang pasti, mereka tidak mengerti arti 
kata formal dan informal. 
Masalah bagi para pengembang perumahan lain lagi, yaitu ketidak jelasan proses 
perijinan dalam usaha di bidang perumahan. Sedangkan bagi bank yang menjalankan 
bisnis bank di bidang perumahan, menghadapi masalah sulitnya mendapatkan sumber 
dana jangka panjang yang sesuai dengan karakter kredit perumahan, serta adanya 
kemungkinan kredit macet. 
Makalah ini tidak membahas lebih jauh ragam masalah dari sisi kebutuhan 
perumahan seperti di atas. Yang hendak diangkat adalah, apa yang perlu 
dilakukan negara dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan perumahan rakyatnya? 
Namun yang dapat digaris bawahi dari uraian ragam masalah tersebut adalah, 
bahwa perumahan menyangkut hajat hidup seluruh rakyat. Urusan perumahan rakyat 
merupakan sektor publik penting yang membutuhkan intervensi kebijakan 
pemerintah. Jadi pokoknya adalah, masalah kebijakan seperti apa yang dihadapi 
pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan perumahan rakyat?
1. Perumahan Rakyat sebagai Sektor Publik
Berbagai literatur kebijakan publik menggaris bawahi bahwa memahami 
permasalahan secara tepat merupakan kunci mengembangkan kebijakan publik yang 
efektif. Berbagai persoalan publik membutuhkan penanganan melalui kebijakan 
yang disusun di atas rumusan masalah yang tepat. Sebagai salah satu sektor 
publik, sektor perumahan rakyat juga membutuhkan perumusan masalah yang tepat. 
Namun, tantangan yang dihadapi adalah justru sulitnya merumuskan masalah yang 
dihadapi di sektor perumahan rakyat. 
Apa masalah perumahan rakyat yang dihadapi pemerintah? Yang pasti pemerintah 
bukanlah salah satu pihak seperti di atas. Meskipun demikian, di berbagai 
negara, peran pemerintah dalam bidang perumahan yang pertama-tama dikembangkan 
adalah untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi para pegawai negara, termasuk 
tentara dan polisi. Namun peran pemerintah tentunya bukan sebatas itu. Masalah 
perumahan yang dihadapi pemerintah pertama-tama didasarkan pada visi negara 
terhadap perumahan rakyatnya, yaitu merumahkan seluruh rakyatnya secara layak 
(housing the people rather than building the houses). Pemenuhan visi perumahan 
rakyat yang diamanatkan negara pada pemerintah ini berhadapan dengan ragam 
kebutuhan dan masalah yang dihadapi masyarakat seperti diatas. Inilah tantangan 
yang dihadapi pemerintah dan menjadi dasar pertimbangan dalam merumuskan 
kebijakan publik. Bagaimana bentuk intervensi dan peran yang harus dikembangkan 
oleh pemerintah? Bagaimana kebijakan
 publik di bidang perumahan? Sejalan dengan ragam masalah di masyarakat, 
jawabannya adalah: tidak sederhana, kompleks. 
Berbagai kajian sosial dan ekonomi dari kebijakan perumahan telah menunjukkan 
kompleksnya masalah perumahan. Ragam kebutuhan perumahan tidak dapat 
diintervensi secara sederhana dengan rumusan kebijakan seperti: memenuhi 
kebutuhan rumah untuk seluruh rakyat. Masalahnya adalah, penyediaan perumahan 
merupakan proses sekaligus produk yang ditentukan oleh berbagai bentuk 
kebijakan publik yang ada di berbagai sektor, seperti misalnya pertanahan, 
pembiayaan, infrastruktur, perindustrian dan perdagangan, industri konstruksi, 
lingkungan, kesehatan, pemerintahan daerah, dan sebagainya. Lebih jauh, 
perumahan merupakan komoditi properti yang memiliki perilaku pasar yang 
tertentu pula, sehingga disebut sebagai pasar perumahan. Sehingga dalam aspek 
tertentu, kebijakan perumahan adalah kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi 
pasar perumahan.
Meskipun menghadapi masalah yang kompleks, khususnya jika dilihat dari sisi 
pengelolaan kelembagaan dan kerangka peraturannya, kajian-kajian mengenai 
kebijakan perumahan tidak pernah surut. Studi kebijakan perumahan di berbagai 
negara telah menghasilkan literatur yang banyak sekali. Namun dari semua 
literatur tersebut, tidak ada satupun kerangka analisis yang memadai yang dapat 
digunakan untuk memahami akibat-akibat dan bentuk-bentuk interaksi dari 
berbagai kebijakan multi sektor tersebut secara tepat. Di atas telah 
disebutkan, bahwa memahami permasalahan secara tepat merupakan kunci 
mengembangkan kebijakan publik yang efektif. Inilah tantangan kebijakan 
perumahan sebagai kebijakan publik yang efektif. 
2. Pilihan Bentuk-bentuk Kebijakan Perumahan Rakyat
Menghadapi multidimensi dan multisektor permasalahan yang demikian, ada 
beberapa pilihan bentuk kebijakan yang dapat diambil. Pertama adalah dengan 
tidak memilih bentuk kebijakan tertentu, melainkan menempatkan kebijakan 
perumahan rakyat sebagai koordinasi kebijakan (policy coordination). Dalam 
pengertian ini, pengembangan kebijakan perumahan dilakukan dengan mengkoordinir 
berbagai kebijakan lain untuk mencapai target-target tertentu. Target-target 
tertentu ini, termasuk di dalamnya mengenai standar dan indikator yang 
ditetapkan, juga tidak mudah dirumuskan, baik oleh kementerian perumahan maupun 
disepakati oleh multi sektor dalam suatu koordinasi kebijakan. 
Secara umum, dari perspektif koordinasi kebijakan, berbagai kebijakan terkait 
perumahan rakyat dapat digolongkan atas tiga kelompok kebijakan. Pertama adalah 
kelompok kebijakan masukan (input) dalam proses perumahan, seperti pertanahan, 
infrastruktur, perhubungan, tata ruang dan pengembangan kawasan, dan 
pembiayaan. Kedua adalah kelompok kebijakan keluaran atau arah kebijakan 
perumahan, yaitu arah pembangunan yang melalui bidang-bidang tersebut kebijakan 
sektor perumahan dikembangkan. Contohnya seperti perindustrian, perkotaan, 
pengembangan kawasan khusun, pertanian dan pedesaan, kelautan dan perikanan, 
ketenagakerjaan, pembangunan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Sedangkan 
kelompok kebijakan ketiga adalah kelompok kebijakan pendukung seperti 
lingkungan hidup, pengairan (dalam rangka menyelesaikan masalah bantaran sungai 
perkotaaan), pendidikan dan kesehatan, dan sebagainya. Pilihan terhadap bentuk 
kebijakan perumahan seperti ini mensyaratkan
 koordinasi kebijakan perumahan rakyat yang secara efektif dapat menggerakkan 
ketiga kelompok kebijakan tersebut. 
Kedua, adalah dengan memilih bentuk kebijakan tertentu berdasarkan keinginan 
politik yang kuat untuk memenuhi visi negara terhadap perumahan rakyat. 
Keinginan politik yang kuat ini tentunya ditindaklanjuti oleh perumusan 
kebijakan yang baik serta diimplementasi secara terencana dalam bingkai 
kelembagaan dan kerangka peraturan yang memadai. Beberapa bentuk kebijakan 
tertentu tersebut adalah seperti kebijakan perumahan umum (public housing), 
kebijakan fasilitasi perumahan swadaya (self-help housing facilitation) dan 
kebijakan fasilitasi pasar perumahan (housing market facilitation). 
3. Perkembangan Kebijakan Perumahan di Indonesia
Di dalam perkembangannya, Indonesia sudah mengalami berbagai bentuk kebijakan 
perumahan tersebut. Baik koordinasi kebijakan atau kebijakan koordinatif, 
kebijakan perumahan umum, kebijakan fasilitasi pasar perumahan dan kebijakan 
fasilitasi perumahan swadaya. Namun belum ada satu pun bentuk kebijakan yang 
berkembang. Koordinasi kebijakan pernah berkembang beberapa waktu. Adapun 
kebijakan yang digunakan hingga kini adalah fasilitasi pasar perumahan, 
meskipun tidak kunjung menghasilkan pasar perumahan yang bekerja secara 
efektif. 
Ada pandangan yang mengatakan justru keadaan ini menunjukkan ketidakjelasan 
landasan ideologi dari kebijakan perumahan di tanah air. Apakah demikian? Di 
sini penulis berpendapat lain. Pandangan demikian hanya benar jika asumsi bahwa 
Pancasila adalah ideologi yang tidak jelas. Kita semua tentunya bersepakat 
bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa ini yang sangat jelas membedakannya dari 
bangsa lain. Justru pilihan-pilihan kebijakan perumahan tersebut adalah 
konsekwensi Indonesia sebagai negara yang menganut ideologi Pancasila. Kita 
tidak menganut kebijakan perumahan umum (public housing) semata sebagaimana 
diterapkan di negara-negara komunis dan sosialis. Indonesia juga tidak menganut 
ideologi liberal yang menyerahkan seluruhnya kepada mekanisme pasar. Sila 
Kelima Pancasila lebih mendekatkan landasan ideologi kebijakan perumahan 
seperti yang diterapkan di negara-negara kesejahteraan. Negara menjamin 
terpenuhi kesejahteraan rakyat dengan terpenuhinya
 kebutuhan perumahannya secara layak dan terjangkau melalui harmoni dari 
berbagai bentuk kebijakan tersebut.
Seperti disebutkan, Indonesia sudah mengalami berbagai bentuk kebijakan 
perumahan, namun belum berkembang secara memadai dan terlembagakan dengan baik. 
Sedangkan jumlah penduduk terus bertambah, perkotaan semakin mendominasi bentuk 
permukiman. Tantangan pemenuhan ragam bentuk kebutuhan perumahan rakyat terus 
berkembang. Namun pasar perumahan tidak kunjung dapat diregulasi secara 
efektif. 
Pada tahun 1974 dengan dibentuknya Perumnas sebagai pengembang perumahan plat 
merah (baca sektor publik) dan ditugaskannya BTN sebagai bank perumahan, 
tampaknya pemerintah mulai meletakkan kebijakan perumahan umum. Di berbagai 
negara maju yang ditandai dengan kemajuan sektor perumahannya, berkembangnya 
kebijakan perumahan umum ditandai dengan berkembangnya kapasitas pengembang 
publik (Perumnas) nya, termasuk dalam penguasaan tanah, arah pengembangan 
kawasan yang efektif, pembangunan flat-flat (rumah susun) sewa, pengembangan 
kota-kota baru dan pengelolaan bangunan dan kawasan perumahan. Sebagai 
perbandingan, di Jepang yang merupakan negara kesejahteraan, UR (Urban 
Renaissance, Perumnasnya Jepang) adalah pengembang perumahan yang terbesar dan 
tidak ada yang lebih besar daripadanya. Perkembangannya dapat dilihat dari 
perubahan namanya yang sejalan dengan progresifitas dinamika visinya. Awalnya 
bernama HUDC (Housing and Urban Development Corporation), lalu
 berubah menjadi UDC (Urban Development Corporation), dan kini berubah menjadi 
UR. 
Bagaimana kebijakan perumahan umum di tanah air? Dalam perjalanannya, kebijakan 
perumahan umum di Indonesia tidak berkembang alias bantet. Istilah perumahan 
umum saja pun menjadi aneh terdengarnya. Fenomena perumahan umum seperti itu 
hanya dialami beberapa tahun, yaitu sekitar tahun 1974 sampai sekitar awal 
tahun 1980-an, yang ditandai dengan penguasaan tanah yang semakin banyak dan 
pembangunan rumah-rumah susun. Selebihnya, Perumnas dan BTN justru terperosok 
ke dalam bentuk kebijakan perumahan yang lain, yaitu fasilitasi pasar perumahan 
yang tanggung. 
Fenomena kebijakan salah kamar ini tidak disadari karena memang tidak ada 
evaluasi kebijakan perumahan yang memadai. Perumnas dan BTN telah salah kamar 
ditandai dengan ritual tahunan dalam bentuk pembangunan RSS-milik dan 
penggelontoran subsidi KPR. Mengapa dikatakan terperosok? Karena ternyata 
pembangunan RSS-milik oleh Perumnas setiap tahunnya menghabiskan dana-dana yang 
tidak diketahui publik, yaitu dalam bentuk dana Public Service Obligation (PSO) 
yang bersumber dari APBN untuk menambal ketekoran Perumnas. Aset tanah bukan 
hanya tidak berkembang, namun semakin mengkeret. Sedangkan ritual tahunan 
penggelontoran subsidi (KPR) kepada BTN membuat BTN berada di simpang jalan. 
BTN semakin terseret ke dalam mekanisme perbankan yang tidak ramah pasar. 
Tentunya dari kacamata bisnis bank! Dihentikanya sumber KPR dari BLBI sering 
diajukan sebagai alasannya. Apa memang begitu? Kebijakan salah kamar telah 
membuat Perumnas dan BTN sebagai aktor yang
 terkatung-katung dalam pusaran pasar properti yang liberal. Sebagai wujud 
kebijakan fasilitasi pasar perumahan tidak efektif (tanggung), sebagai wujud 
kebijakan perumahan umum tidak kena.
Di sisi lain, kebijakan fasilitasi pasar perumahan juga belum berkembang. Pasar 
primer perumahan belum berjalan secara berkelanjutan selain terus bergantung 
pada ritual subsidi KPR dan kawasan perumahan RSS yang lambat berkembang, 
bahkan banyak yang tidak berkembang alias mangkrak. Menteri Perumahan bisa saja 
mengira bahwa memperjuangkan subsidi KPR ini adalah tugas utamanya setiap tahun 
pada saat rapat kabinet. Padahal fasilitasi pasar perumahan masih menyisakan 
banyak sekali agenda kebijakan, seperti fasilitasi pasar pertanahan, fasilitasi 
sumber-sumber dana, stimulasi industri konstruksi, koordinasi standar, dan 
sebagainya. Ketika pasar primer perumahan belum berjalan dengan baik, 
pemerintah sudah mulai membangun sistem pasar sekunder pembiayaan perumahan 
dengan mendirikan PT. SMF. Dalam sebuah diskusi, seorang petinggi SMF justru 
menuding belum bekerjanya pasar primer perumahan sebagai akar masalah sulit 
berkembangnya pasar sekunder pembiayaan
 perumahan.  
Demikian juga dengan kebijakan fasilitasi perumahan swadaya yang baru terbentuk 
dalam struktur Kementerian Perumahan Rakyat pada tahun 2005, masih belum 
berkembang dan tidak memiliki mekanisme dan target kelompok sasaran yang cukup 
jelas. Kekeliruan utama fasilitasi perumahan swadaya adalah sama sekali 
menghindari fasilitasi perumahan informal (ilegal atau squatter). Bahkan tidak 
ada respon sedikitpun terhadap fenomena penggusuran yang semakin menjadi-jadi. 
Padahal paradigma perumahan swadaya menghormati penyediaan perumahan secara 
mandiri oleh masyarakat, yang seharusnya dipandang sebagai suatu proses alami. 
Definisi formal maupun informal bukanlah kategorisasi penting dari sudut 
pandang ini. Definisi pentingnya adalah keberdayaan dan ketidakberdayaan. 
Dengan demikian, permukiman informal harus menjadi target utamanya. Mengapa? 
Karena komunitas permukiman dan proses perumahan informal adalah yang paling 
tidak berdaya menghadapi pasar perumahan. 
Kebijakan fasilitasi perumahan swadaya hendaknya melakukan napak tilas 
sejarahnya. Perlu secara konsekwen mengikuti landasan pemikiran pemberdayaan 
yang melatarinya. Fasilitasi perumahan swadaya seharusnya berfokus pada proses 
formalisasi dan regularisasi melalui pendekatan pemberdayaan. Dengan demikian 
fasilitasi perumahan swadaya justru harus menempatkan penanganan permukiman 
informal sebagai perhatian utamanya, bukan yang lain. 
Di antara berbagai bentuk kebijakan perumahan yang masih sebagian-sebagian 
dijalankan tersebut, dapat dicatat bahwa bentuk kebijakan yang paling efektif 
yang pernah dijalankan adalah dalam bentuk koordinasi kebijakan perumahan pada 
masa pemerintahan Orde Baru. Peran koordinasi kebijakan perumahan dijalankan 
oleh Menteri Perumahan melalui sebuah badan yaitu BKP4N (Badan Kebijakan dan 
Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional) yang sebelumnya 
bernama BKPN (Badan Kebijakan Perumahan Nasional). Namun kinerja koordinasi 
yang cukup efektif lebih karena didukung oleh faktor kepemimpinan seorang 
Menteri Perumahan. Dapat dicatat bahwa figur-figur Menpera terdahulu seperti 
Cosmas Batubara, Siswono Judohusodo dan Akbar Tanjung adalah tokoh-tokoh 
berpengaruh yang memiliki kepemimpinan yang kuat. Pada masa itu ketiganya juga 
menempati posisi sebagai Sekretaris Dewan Pembina Golkar. Sebagai catatan, 
efektifitas koordinasi pada masa itu belum didukung
 oleh mekanisme koordinasi yang efektif dan terlembagakan. BKP4N mulai meredup 
di masa kepemimpinan Dirjen Permukiman di era Departemen Kimpraswil tahun 
2000-2004. Kini BKP4N tidak pernah terdengar lagi. 
4. Menghadapi Masalah Kebijakan Perumahan yang Kompleks 
Sebagai salah satu sektor publik, sektor perumahan rakyat di Indonesia 
menghadapi masalah yang kompleks. Perlu diperhatikan bahwa strategi menghadapi 
masalah yang kompleks jauh lebih penting dibanding merumuskan berbagai strategi 
penanganan berbagai masalah yang dipandang secara parsial. Perkembangan 
kebijakan perumahan di Indonesia hendaknya tidak menghasilkan kumpulan aksi 
yang involutif semata. Sebelum menyusun strategi menghadapi masalah yang 
kompleks, dan sebelum menentukan arah dan bentuk kebijakan perumahan yang 
mantap, perlu lebih dulu mengenal karakter (nature) dari sebuah masalah 
kebijakan yang kompleks.
Setidaknya ada tiga masalah mendasar yang saling terkait satu sama lainnya, 
yang memberi karakter masalah kompleks kebijakan perumahan. Masalah dasar 
pertama adalah masih kurangnya pemahaman akan sektor perumahan itu sendiri, 
terutama di kalangan pihak-pihak terkait pembuatan kebijakan. Masalah dasar 
kedua adalah masalah politik, yang terkait dengan masalah dasar pertama. Akibat 
belum berkembangnya pemahaman yang komprehensif, intervensi politik di bidang 
perumahan cenderung mengambil langkah-langkah praktis. Masalah dasar ketiga 
adalah masalah pengelolaan kebijakan yang memiliki kompleksitas tinggi. Adanya 
masalah dasar pemahaman dan politik praktis turut menambah kompleksitas proses 
pembuatan kebijakan perumahan. 
Dalam situasi seperti ini, bidang perumahan rakyat potensial untuk 
diselenggarakan secara parsial dan didominasi oleh aktor dan program favorit 
tertentu saja. Kebijakan perumahan terperangkap oleh masalah-masalah teknis 
yang tak pernah terselesaikan. Urusan perumahan rakyat terpinggirkan di antara 
agenda-agenda pembangunan lainnya. Padahal, pembangunan perumahan mendominasi 
proses pengkotaan (urbanisation) yang secara terus menerus mengkonversi 
lingkungan alam dan berbagai sumber daya alam, dana dan sumber daya lain 
menjadi lingkungan binaan (built environment). Pembangunan perumahan yang 
parsial hanya menghasilkan mosaik lingkungan binaan yang semrawut dan justru 
menjadi sumber bencana. Pembangunan perumahan merupakan instrumen strategis 
bukan hanya untuk membangun sumber daya manusia Indonesia, namun sekaligus 
untuk mewujudkan lingkungan binaan yang dapat menjadi aset sekaligus mesin 
pembangunan sosial dan ekonomi untuk meningkatkan daya saing bangsa.
Sebagai contoh kebijakan perumahan yang parsial adalah kebijakan kontemporer 
mengenai pembangunan rusunami. Peraturan tata ruang dan bangunan justru 
dipandang sebagai kendala. Padahal, akibat kurang memperhatikan tata ruang dan 
peraturan bangunan, program rusunami yang dikembangkan secara sporadis justru 
memberi dampak penting terhadap daya dukung kawasan dan keberlanjutan 
pengelolaan bangunan. Kesalahan mendasar dari kebijakan rusunami adalah 
fasilitasi pasar perumahan secara berlebihan, yang seharusnya diarahkan kepada 
dukungan pengembangan kebijakan perumahan umum. Melesetnya kelompok sasaran dan 
hilangnya pemasukan negara yang besar akibat insentif berbagai pajak, sangat 
tidak sebanding dengan hilangnya kesempatan untuk memupuk kebijakan perumahan 
umum dan tetap tidak terpenuhinya kebutuhan perumahan dari kelompok sasaran 
secara efektif. Tower-tower megah bisa saja berdiri sebanyak seribu buah, namun 
prioritas kebutuhan perumahan rakyat tetap tidak
 terpenuhi. Kebijakan tidak melembaga. Kota-kota tumbuh menjalar dan tidak 
berubah menjadi aset yang dapat diandalkan sebagai mesin pembangunan ekonomi. 
5. Penutup 
Dalam menghadapi kompleksitas masalah kebijakan seperti ini, kita tidak 
memiliki informasi yang memadai mengenai sebab dan akibat dari suatu masalah. 
Sebelumnya telah disebutkan, tidak ada satupun kerangka analisis yang memadai 
yang dapat digunakan untuk memahami akibat-akibat dan bentuk 
interaksi-interaksi dari berbagai kebijakan multi sektor yang terkait bidang 
perumahan rakyat secara tepat. 
Pengembangan kebijakan perumahan rakyat perlu didukung oleh mekanisme 
koordinasi yang efektif, melalui pemetaan multi kebijakan, perumusan arah 
kebijakan strategis dan pembuatan kesepakatan-kesepakatan, rencana dan program 
bersama. Perlu terus dipupuk kemampuan yang tinggi untuk mengelola kompleksitas 
masalah-masalah mendasar yang ada, sejak dari hulunya. Membuka ruang dialog, 
pemetaan ragam masalah dan pelaku-pelaku secara partisipatif, mengkaji dan 
mengembangkan jejaring relasi-relasi yang ada, membangun kepedulian seiring 
dengan pemahaman, merupakan langkah awal yang diperlukan untuk menghadapi 
kompleksitas permasalahan perumahan rakyat.
(Oleh: M. Jehansyah Siregar, Ph.D. Ditulis sebagai salah satu bahan dalam 
rangka persiapan penyelenggaraan Kongres Nasional Perumahan Rakyat. Tanggapan 
dan masukan terkait isu-isu Perumahan Rakyat, Permukiman, Perkotaan dan isu 
terkait lainnya dapat dikirim ke alamat email: jehansire...@yahoo.com)


      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:proletar-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke