Refeleksi : Buat apa menyentuh masalah aktual untuk merepotkan diri Presiden? Kalau disentuh pun masalah tsb tidak bisa diatasi atau diperbaiki menjadi baik.
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=23235 010-08-18 Pidato Kenegaraan SBY Masalah Aktual Tak Disentuh [JAKARTA] Sejumlah kalangan menyayangkan materi pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di hadapan sidang paripurna DPR dan DPD, Senin (16/8) lalu yang ternyata tidak merespons sejumlah masalah aktual yang dihadapi masyarakat. Respons tersebut dinilai sangat penting dikemukakan seorang Presiden, sebagai penegasan sikap pemerintah, sekaligus menjelaskan arah penyelesaiannya ke depan. Sejumlah masalah aktual yang tidak disinggung Presiden SBY, antara lain soal lonjakan harga kebutuhan pokok akhir-akhir ini yang semakin memberatkan masyarakat, maraknya ledakan gas elpiji hingga merenggut nyawa puluhan warga miskin, soal tata ruang wilayah yang terlambat, kemacetan yang dikeluhkan masyarakat, sikap pemerintah mengenai penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diamanatkan UU, arah pembangunan sektor pertanian dan industri, serta kehidupan toleransi beragama sehubungan dengan pelarangan pembangunan tempat ibadah yang masih marak. Di mata cendekiawan Muslim Salahuddin Wahid, pidato SBY terasa tidak membumi. "Pidato Presiden mengemukakan hal-hal yang tidak dirasakan dan dialami masyarakat. Pidato tidak menggigit dan tidak membumi," katanya kepada SP di Jakarta, Rabu (18/8). Menurut pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur yang akrab disapa Gus Solah ini, pidato Presiden hampir sama setiap tahun dengan masalah yang selalu berulang. "Infrastruktur jadi masalah utama. Tapi, persoalan ini selalu berulang dan kita tidak mampu mengatasinya. Kenapa kondisi jalan cepat rusak? Apa karena jalan tidak mampu menahan beban atau karena ada korupsi," katanya. Terkait program yang menyentuh rakyat lapisan bawah, Gus Solah menilai, pemerintah belum mampu memberikan jawaban atas persoalan mendasar. Misalnya, permasalahan elpiji 3 kg. "Korban sudah banyak. Apa hanya sosialisasi saja cukup?" katanya. Selain itu, lanjutnya, intoleransi antaragama juga meningkat. "Bagaimana mungkin negara bisa membiarkan adanya perusakan tempat ibadah ketika ada penganut agama lain ingin beribadah. Padahal, dalam konstitusi sudah jelas-jelas dinyatakan kebebasan menjalankan kebebasan beribadah. Presiden tidak cukup hanya dengan mengimbau saja. Negara belum mampu melindungi. Harus ada tindakan tegas terhadap pelaku yang melakukan perusakan, mengintimidasi, dan melarang umat beragama ingin beribadah," tegasnya. Senada dengan itu, guru bangsa Syafii Maarif mengatakan, pidato Presiden SBY menggambarkan tidak ada perubahan fundamental bagi bangsa Indonesia. "Pidato hanyalah kata-kata yang terangkai indah namun tidak melihat kenyataan di lapangan. Lihatlah kemiskinan, ketidakadilan, dan diskriminasi," katanya. Syafii melanjutkan, pemimpin bangsa ini seharusnya segera instropeksi sebab kedaulatan bangsa ini sudah mulai tercabik-cabik dan tergerus asing. "Presiden kan tidak menyinggung hal itu. Sepertinya semua program berjalan on the right track padahal tidak. Negara kita sudah tergadai. Saat ini bangsa Indonesia memiliki kepemimpinan yang kuat dalam pencitraan tapi lemah ketika membenahi permasalah yang fundamental," tegasnya. Prihatin Sementara itu, Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Martinus D Situmorang menyatakan keprihatinannya terhadap situasi intoleransi dalam masyarakat di negara ini. Dalam surat yang dikirimkannya ke Presiden SBY, Situmorang menyesalkan sikap negara yang sepertinya tidak bersedia melindungi kaum minoritas. "KWI amat sedih karena ada orang yang harus beribadah dalam suasana kecemasan dan harus melarikan diri dari rumahnya karena diancam, serta ada orang-orang yang ditekan untuk melepaskan apa yang mereka yakini," katanya. Oleh karena itu, tegasnya, KWI menunggu kata dari Bapak Presiden kepada seluruh rakyat Indonesia, yang mengingatkan bahwa kita semua satu bangsa, bahwa semua warga, entah kelompok besar entah kelompok kecil, sama-sama dilindungi dan dijamin hak asasinya untuk mengikuti keyakinan keagamaan mereka. Selain masalah toleransi umat beragama, Martinus juga menyatakan prihatin dengan kenyataan bahwa 65 tahun Indonesia merdeka tetapi 40 persen rakyat belum sejahtera. Rakyat hanya menjadi penonton dari proyek-proyek besar yang dibangun oleh pemerintah. "Rakyat semakin miskin dengan maraknya praktik korupsi. Karena, korupsi merupakan kanker di tubuh bangsa Indonesia yang akan menghancurkan. Oleh karena itu, sudah saatnya pelaku korupsi ditindak tanpa pandang bulu dan tanpa keragu-raguan. Kami akan mendukung setiap kebijakan pemerintah yang memacu perjuangan demi Indonesia yang sejahtera, adil dan maju atas dasar Pancasila," ungkapnya. Terkait dengan itu, anggota DPR dari FPPP, Romahurmuzy juga menanggapi miris pidato kenegaraan Presiden SBY. Menurutnya, Presiden tidak tanggap dengan kondisi yang mengemuka saat ini, terutama memberikan pernyataan tegas mengenai kerukunan antarumat beragama. "Kita ketahui dalam enam bulan terakhir masalah keagamaan cukup sensitif dan hingga kini tekanan masih ada, namun Presiden tidak cukup menaruh perhatian dalam pidato kenegaraan dengan tidak menyampaikan pernyataan yang tegas terkait masalah ini," ujar Romahurmuzy. Padahal, lanjutnya, masalah kerukunan umat beragaama merupakan salah satu hal mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Apalagi toleransi umat beragama sedikit terusik dengan tindakan anarki dari sekelompok orang yang mengatasnamakan ormas dari agama tertentu di Jakarta belum lama ini. Gayus Lumbuun dari F-PDIP menambahkan, pidato Presiden sama sekali tidak memuat kalimat yang bersifat imperatif untuk menjaga toleransi antarumat beragama dan menindak tegas siapa saja yang menyerang tempat-tempat ibadah. "Presiden juga merupakan kepala negara bagi seluruh rakyat Indonesia. Seorang kepala negara harus mengayomi seluruh anak bangsa, tanpa membeda-bedakan suku, ras atau agamanya," ucapnya. Dia berpendapat, kalau terhadap mafia hukum sudah ada langkah konkret Presiden SBY dengan membentuk Satgas, maka terhadap penyerangan umat dan tempat ibadah sepatutnya juga ada tindakan nyata, sebagai bukti ada perlindungan terhadap kebebasan beragama yang merupakan hak asasi yang paling asasi dari setiap warga negara. "Sulit untuk berharap semakin kuatnya toleransi di antara umat beragama bila pemerintah yang berkuasa tidak bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok yang bertindak anarkis dan main hakim sendiri," ucapnya. Tidak Strategis Bambang Soesatyo dari FPG mengatakan, 10 sasaran strategis yang dipaparkan presiden dalam pidato tersebut, bukan hal baru dan menjadi tidak strategis karena tidak memuat solusi atau langkah-langkah untuk merealisasikannya. Sebagai contoh, sasaran pemerintah untuk membuka 10,7 juta lapangan kerja baru dan meningkatkan kredit untuk rakyat dengan menyiapkan alokasi dana sebesar Rp 100 triliun hingga 2014, tak jelas strateginya. Sedangkan Wakil Ketua DPR dari FPKS, Anis Matta mengatakan, pidato SBY kembali memaparkaan janji-janji yang tak lagi mempan untuk meyakinkan masyarakat. "Secara subtansi sbenarnya cukup baik, tapi tidak sesuai dengan pelaksanaan di lapangan. Sekarang ini, rakyat dihimpit tekanan ekonomi, angka kemiskinan meningkat, sehingga yang dibutuhkan adalah langkah riil untuk mengatasi persoalan, bukan asumsi dan janji-janji," ujar Anis. Sementara itu, ekonom UI Bambang Brojonegoro mengatakan, Presiden SBY sebenarnya perlu menyinggung permasalahan yang kini lagi hangat dibahas. "Singgungan itu untuk memberi keyakinan pada rakyat bahwa pemerintah peduli pada hal-hal yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat," ungkapnya. [W-12/NOV/J-9/J-11/M-7/H-12/O-2] [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/