Tulisan ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr
yang sampai sekarang sudah dikunjungi  lebih dari  659 400 kali
 ===========================

Tolak Diktator Soeharto, Koruptor dan Pelanggar HAM,

Sebagai Pahlawan Nasional





Masalah gagasan atau usul untuk mencalonkan Suharto mendapat gelar  «
Pahlawan nasional » yang diajukan oleh berbagai kalangan, rupanya masih
terus mendapat reaksi keras yang menentang. Ini wajar, sebab Tommy Suharto
sendiri baru-baru ini juga menyatakan bahwa soal pemberian gelar yang begitu
tinggi kepada mendiang bapaknya itu « tinggal selangkah » lagi, artinya
tidak akan lama lagi.



Mengingat pentingnya kontroversi mengenai masalah gelar pahlawan nasional
untuk Suharto ini bagi bangsa Indonesia beserta generasi-generasi yang akan
datang, maka disajikan berikut ini surat terbuka  M. Fadjroel Rachman, Ketua
Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan  kepada Presiden SBY.



Surat terbuka ini merupakan dokumen menarik, penting, dan serius yang dengan
tajam dan jelas sekali membeberkan berbagai ragam dosa-dosa Suharto,
sehingga sama sekali tidaklah pantas atau berhak mendapat gelar pahlawan
nasional.



Surat terbuka ini diajukan kepada SBY sebagai seorang petinggi militer di
bawah Suharto, yang tentu tahu betul apa saja tindakan-tindakannya sebagai
pimpinan rejim militer Orde Baru selama 32 tahun.  Bahkan, boleh dikatakan
bahwa SBY adalah  tokoh yang pernah menjadi bagian yang cukup penting dalam
rejim militer itu.



Karena itu, kalau SBY akan ikut-ikut – secara langsung atau tidak langsung,
secara tertutup atau melalui berbagai ragam rekayasa – dalam pemberian gelar
pahlawan nasional kepada Suharto, maka  SBY akan termasuk dalam kelompok
yang akan digugat dan dihujat oleh banyak orang, termasuk generasi-generasi
yang akan datang.



SBY, sebagai mantan perwira tinggi Angkatan Darat,  bisa saja atau  boleh
saja mempunyai rasa hormat kepada Suharto oleh karena berbagai sebab dan
pertimbangan pribadi, namun (sekali lagi, namun !) kalau ia ikut-ikut
menyetujui diberikannya gelar pahlawan nasional kepada Suharto, maka SBY
akan tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai seorang yang ikut
mencoreng muka bangsa dengan kotoran manusia.



Bukan itu saja ! Kalau SBY ikut « merestui » pemberian gelar pahlawan
nasional kepada Suharto, maka akan membikin lebih buruk lagi nama Angkatan
Darat, yang selama puluhan tahun  sudah tidak harum sama sekali. Gelar «
pahlawan nasional « kepada Suharto bisa saja menjadi kebanggaan bagi
sejumlah kecil pimpinan militer, namun akan menjadi sumber kebencian
sebagian besar rakyat terhadap pimpinan militer pada umumnya, dan pimpinan
Angkatan Darat pada khususnya.



Sekarang ini  makin jelaslah  bahwa Suharto  (beserta konco-konconya) adalah
perusak jiwa TNI Angkatan Darat  secara besar-besaran dan menyeluruh selama
puluhan tahun, sehingga menjadi asing bagi rakyat banyak. Sebenarnya,
Suharto adalah kotoran dalam kalangan militer.



Mengingat itu semuanya, dan dengan bahan-bahan yang diajukan dalam surat
terbuka Fadjroel Rachman kepada SBY, maka jelas bahwa Suharto tidaklah bisa
(dan juga tidak boleh !!!)  disebut sebagai pahlawan nasional. Suharto
adalah kotoran bangsa Indonesia.



Paris, 15 Oktober 2010-10-15



A. Umar Said



= = = =










                  Surat untuk Tuan Jenderal (purn) SBY :

                  Oleh:M. Fadjroel Rachman

                  Tuan Jenderal (purn) SBY ingin menobatkan Jenderal Besar
(purn) Soeharto sebagai pahlawan untuk SBY sendiri, dipersilakan, tak ada
yang akan menolaknya. Lalu membuat patung raksasa Jenderal Besar (purn)
Soeharto di depan rumahnya di Puri Cikeas, juga dipersilakan, tak ada yang
akan menolaknya. Tetapi bila SBY ingin menobatkan Soeharto sebagai pahlawan
nasional, maka seluruh rakyat Indonesia, juga bumi dan langit akan
menolaknya. Tak masuk akal bila seorang diktator, koruptor dan pelanggar HAM
menjadi pahlawan nasional Indonesia. Ini penghinaan terhadap akal sehat dan
kemanusiaan.

                  Apakah Tuan Jenderal (purn) SBY masih ingat siapakah sosok
sebenarnya Jenderal Besar (purn.) Soeharto? Tentu sangat ingat, karena anda
menjadi seorang Letnan Jenderal di  bawah rezim totaliter Soeharto bukan?
Ketika 32 tahun lebih berkuasa, jutaan lawan politik Soeharto harus masuk
penjara, mati, ataupun hilang tak tentu rimbanya sampai sekarang. Kenalkan
anda dengan Widji Thukul, isteri dan anaknya masih menunggu kepulangannya
hingga hari ini. Nasib Soehato tentu lebih baik daripada para korbannya:
tidak pernah diadili, dan tidak pernah dipenjara. Soeharto adalah diktator
yang berbahagia. Ingin mendengar dalih pintarnya? Dalam Pikiran, Ucapan dan
Tindakan Saya (1989),”…kita harus mengadakan treatment, tindakan tegas.
Tindakan tegas bagaimana? Yah, harus dengan kekerasan.”
                  Dalih acuh tak acuh inilah yang membenarkan terbunuhnya
jutaan orang dan dipenjarakan, mahasiswa, petani, rakyat jelata ditembak
mati hingga Peristiwa Trisakti 12 Mei 1998: Elang Mulia Lesmana, Heri
Hartanto, Hendriawan Sie, Hafidin Royan; Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa
27 Juli, Tragedi Talang Sari, Tragedi 1965, Daerah Operasi Militer Aceh,
Papua, dan lain-lain. Tanpa ada pertanggungjawaban apa pun. Mereka tetap
menjadi korban.

                  Koruptor Nomor Satu di Dunia

                  Selain itu Tuan Jenderal (purn) SBY seharusnya ingat,
bahwa praktik pidana korupsi Soeharto atas Yayasan Supersemar, Yayasan Amal
Bhakti Muslim Pancasila dan lainnya, belum selesai di pengadilan hingga
sekarang (Djokomoelyo, Proses Peradilan Soeharto, 2001). Tanda tanya korupsi
Soeharto dan keluarga juga menggantung, harta korupsi Soeharto dan keluarga
yang bernilai 15-35 miliar dolar AS ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
melalui Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative  sebagai koruptor nomor satu
di dunia, melalui korupsi politik, Meski, Soeharto pernah mengemukakan tidak
memiliki uang sesen pun.

                  Apa itu korupsi politik? Korupsi politik didefinisikan
sebagai, “penyalahgunaan mandat rakyat untuk keuntungan pribadi.” Ban
Ki-moon, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, patut diacungi
jempol karena ia meluncurkan program global Stolen Asset Recovery Initiative
itu di Markas Besar PBB, New York (17/9/2005). Sepuluh besar pemimpin
politik (presiden atau perdana menteri) terkorup di dunia di dasarkan pada
jumlah uang rakyat yang dijarah, (1) Soeharto (Indonesia), 15-35 miliar
dolar AS; (2) Ferdinand E. Marcos (Filipina), 5-10 miliar dolar AS; (3)
Mobutu Sese Seko (Kongo), 5 miliar dolar AS; (4) Sani Abacha (Nigeria); (5)
Slobodan Milosevic (Serbia); (6) Jean-Claude Duvalier (Haiti); (7) Alberto
Fujimori ((Peru); (8) Pavlo Lazarenko (Ukraina); (9) Arnoldo Aleman
(Nikaragua) dan; (10) Joseph Estrada (Filipina).

                  Demikian juga Transparency International (25 Maret 2004)
menempatkannya diurutan pertama dari sepuluh pemimpin politik terkorup di
dunia. Menurut Newsweek (Januari 1998) nilainya 40 miliar dolar AS, sedang
majalah Forbes menobatkan Soeharto orang terkaya keempat di dunia (Juli 28,
1997). Harta KKN-nya berkisar 60 miliar dolar AS, angka tengah dari
perkiraan 40-80 miliar dolar AS, karena ke 7 anak dan cucunya memiliki
312-350 perusahaan di dalam dan luar negeri. Siapakah yang memegang harta
Soeharto Inc.? Harta yang dikuasai Siti Hardiyanti Rukmana (74 Perseroan
Terbatas/PT), Sigit Harjo Judanto (44 PT), Bambang Triatmodjo (60 PT), Siti
Hediati  Hariadji (22 PT), Hutomo Mandala Putra (49 PT), Siti Hutami Endang
Adiningsih (2 PT), dan Ari Harjo Wibowo (29 PT) dan 32 perusahaan di
luarnegeri (Todung Mulya Lubis,dkk, Soeharto vs Time: Pencarian dan Penemuan
Kebenaran, Penerbit Buku Kompas, 2001).

                  Ironisnya, Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13
November 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN,
masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi
dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik
pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak
swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.”

                  Rezim Fasis Militerisme Orba

                  Tuan Jenderal (purn) SBY, anda juga haruslah ingat bahwa
Orde Baru itu bukanlah rezim otoriter biasa tetapi adalah rezim fasis
militerisme Orde Baru. Fasisme didefinisikan sebagai sistem yang menolak
demokrasi, rasionalisme, dan parlementarisme. Menjunjung tinggi kekuasaan
negara tak terbatas. Ciri fasisme Orba yang totaliter tidak jauh dari ciri
yang dikemukakan Carl Friedrich dalam Encyclopedia of Social Sciences, Vol.5
dan 6 (1957).

                   Pertama, sebuah ideologi dominan, menyeluruh, dan
tertutup. Tidak disangsikan lagi Pancasila versi Soeharto, pada 1980-an
dijadikan azas tunggal bagi seluruh organisasi politik dan kemasyarakatan.
Kedua, satu partai yang menganut ideologi totaliter tersebut. Golongan Karya
(sekarang Partai Golongan Karya) sebagai the ruling party dan kedua partai
marginal PDI dan PPP adalah penganut ideologi Pancasila versi Soeharto yang
tertutup dan totaliter tersebut. Ketiga, sistem intelijen militer maupun
sipil yang mengawasi dan meneror kehidupan masyarakat. Rezim Orba memiliki
lembaga ekstra konstitusional dan ekstra yudisial seperti Kopkamtib (Komando
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban), lalu berganti nama menjadi Bakorstanas
(Badan Koordinasi Stabilitas Nasional). Di perguruan tinggi, melalui resimen
mahasiswa (Menwa) memiliki seksi intelijennya sendiri. Keempat, kontrol
tunggal semua aktifitas masyarakat sipil, seperti media massa dengan lembaga
SIUPP, dan semua organisasi sosial politik dibawah UU Partai Politik dan
Golkar, Ormas, dan Referendum. Kelima, watak teknokratis dalai menjlankan
pembangunan dan sistem kapitalisme monopoli yang menghantam kebebasan buruh
untuk berserikat, melakukan depolitisasi massa (floating mass) dan
bekerjasama dengan kapitalisme internasional (modal, portofolio, dan
TNC/MNC). Keenam, bersifat korporatis, rezim memecah masyarakat menjadi
golongan fungsional, sehingga tidak perlu berhubungan dengan masyarakat
secara langsung, hanya bersedia bersedia berhubungan dengan perwakilan dari
golongan/kelompok korporatis itu. Adapun perwakilannya harus direstui atau
sesuai keinginan rezim Orba.

                  Nah, Tuan Jenderal (purn) SBY, semua ciri di atas
menjelmakan rezim Orba sebagai rezim antidemokrasi. Fasis militerisme Orba
yang berkarakter korporatis inilah yang mematikan semua aktifitas  dan
organisasi otonom masyarakat sipil yang merupakan ciri demokrasi. Watak
korporatis dan kelompok korporatis ini menjadikan kekuasaan rezim Orba
sebagai sebuah totalitas, dimana pelaku, dan lembaga seperti Golkar, adalah
unit yang dalai kesatuan utuh sebuah mesin penggilas demokrasi. Selain itu,
watak kelompok korporatis ini bercirikan, unit konstituennya terbatas, wadah
tunggal karena memonopoli kepentingan tertentu,  mewajibkan keanggotaan,
diatur secara hirarkis dan direstui, bahakn diciptakan sendiri untuk dapat
dikendalikan oleh rezm Orba. Singkatnya, cara korporatis ini adalah kontrol
yang dipaksakan, atau kooptasi untuk mempertahankan kepentingan rezim Orba.
Kelompok korporatis seolah-olah mewakili suara masyarakat, padahal
perpanjangan tangan rezim fasis Orba untuk memaksakan kepentingannya kepada
masyarakat.


                  Penutup

                  Semoga Tuan Jenderal (purn) SBY mempertimbangkan surat
terbuka saya yang menolak Jenderal Besar (purn) Soeharto menjadi pahlawan
nasional. Sekali lagi tak masuk akal bila seorang diktator, koruptor dan
pelanggar HAM menjadi pahlawan nasional Indonesia, seorang pencipta rezim
fasis militerisme yang antidemokrasi selama 32 tahun. Ini penghinaan
terhadap akal sehat dan kemanusiaan di Indonesia, dan di seluruh dunia,
karena korupsi dan pelanggaran HAM  adalah saudara kembar kejahatan terhadap
kemanusiaan.

                  Memang ingatan manusia terlalu pendek, tetapi rakyat juga
dibombardir informasi palsu dan manipulatif sepanjang 32 tahun Orba dan 12
tahun sesudah reformasi, akibatnya Milan Kundera jadi benar dalam kasus
dikatator, koruptor, dan pelanggar HAM seperti Jenderal Besar (purn)
Soeharto, bahwa, ”the struggle of man against power is the struggle of
memory against forgetting, “ (“The Book of Laughter and Forgetting”, 1996).

                  Tuan Jenderal (purn) SBY, saya akhiri surat penolakan
terhadap pengangkatan Jenderal Besar (purn) Soeharto sebagai pahlawan
nasional Indonesia, dengan mengutip Bertrand Russel (Pergolakan Pemikiran,
YOI,1988), “Dunia penuh ketidakadilan, dan mereka yang memperoleh keuntungan
dari ketidakadilan itu juga berwenang memberikan hadiah serta hukuman.
Hadiah didapatkan oleh mereka yang bisa menemukan dalih-dalih yang pintar
untuk mendukung ketidakadilan, dan hukuman didapatkan oleh mereka yang
mencoba menghilangkan ketidakadilan tersebut.” Semoga anda Tuan Jenderal
(purn) SBY bukan salah seorang dicemaskan Bertrand Russel, karena Salus
Populi Suprema Lex : keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, bukan
keselamatan seorang diktator, koruptor dan pelanggar HAM seperti Jenderal
Besar (purn) Soeharto.

                  Nah, Tuan Jenderal (purn) SBY, penanda tegas sejarah
gemilang demokrasi Indonesia dan keberpihakan moral kita adalah penolakan
terhadap Soeharto sebagai pahlawan nasional.

                  Jakarta, 15 Oktober 2010

                  M. Fadjroel Rachman, Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi
dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia)

                  * * *















[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke