http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=75900:fenomena-gayus-dan-budaya-suap-aparat-penegak-hukum&catid=78:umum&Itemid=131
Fenomena Gayus dan Budaya Suap Aparat Penegak Hukum Oleh : Abdul Feron, SE,MM Ternyata hingga saat ini, kinerja aparat penegak hukum masih jauh dari harapan masyarakat. Keistimewaan yang berhasil didapatkan mantan pegawai Ditjek Pajak Gayus Tambunan, bisa keluar dengan bebas dari rumah tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok (Jabar), pekan lalu, membuktikan seorang tersangka bisa "membeli" kebebasan. Gayus, terdakwa kasus mafia pajak ini, misalnya, dikabarkan dapat keluar masuk tahanan dengan bebas karena ada deal dengan aparat. Hebatnya lagi, Gayus diduga sempat pelesiran ke Bali. Meski mengenakan pakaian hitam, berkacamata dan berambut palsu, namun banyak kalangan mengenali foto itu adalah Gayus, terdakwa kasus mafia perpajakan di Indonesia. Semua orang pun lantas heran bagaimana bisa seorang terdakwa kasus korupsi puluhan miliar rupiah bisa leluasa keluar penjara, bahkan bertamasya hingga ke Pulau Dewata? Ada kabar lain yang menyebutkan Gayus juga sempat mampir ke rumah mewahnya di daerah Kelapa Gading. Gayus yang tengah menjalani sidang, seharusnya tidak bisa seenaknya keluar tahanan. Secara prosedur, seorang terdakwa membutuhkan izin dari hakim jika ingin meninggalkan tahanan, termasuk izin berobat karena sakit sekalipun. Tapi itulah faktanya, tidak ada sesuatu yang tak mungkin terjadi di negeri ini. Apalagi hal tersebut terkait dengan urusan hukum. Pihak Mabes Polri pun seperti kebakaran jenggot ketika Gayus keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob, Kelapa Dua, Jakarta. Bukan Rahasia Walaupun sempat membantah soal Gayus menghilang, Mabes Polri akhirnya mengakui bahwa Gayus memang sempat keluar tahanan. Meski masih terjadi perdebatan mengenai keberadaan Gayus di Bali, petinggi Polri langsung melakukan tindakan mencopot kepala Rutan dan delapan anggotanya. Kasus seperti ini sebenarnya bukan rahasia umum lagi dalam ranah hukum di negeri ini. Mantan narapidana maupun pekerja hukum sudah terlalu sering membeberkan borok hukum yang selalu melibatkan aparat hukum itu sendiri. Hal yang patut kita sayangkan adalah kasus ini terjadi tidak lama terjadi setelah terjadi suksesi di pucuk pimpinan Polri. Bahkan dalam komitmennya, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo bertekad untuk merevitalisasi dan memperbaiki citra Polri. Tentu kita berharap Kapolri harus mengusut tuntas kasus menghilangnya Gayus. Langkah itu tidak hanya cukup dengan mencopot Karutan Brimob dan stafnya namun perlu dilakukan langkah lain yang bisa membuat efek jera, yaitu sidang disiplin, kode etik hingga tindakan pidana. Apalagi indikasi suap Gayus terhadap petugas Rutan mengalir begitu kuat. Berdasarkan penelusuran Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada informasi yang menyebut Gayus melakukan transaksi keuangan senilai Rp 50 juta per bulan. Peristiwa tersebut tamparan keras bagi institusi kepolisian, terlebih bagi Jenderal Pol Timur Pradopo yang baru saja dipercaya menjadi orang nomor satu di kepolisian. Bebasnya Gayus keluar tahanan, tanpa izin pengadilan atau majelis hakim, tidak dapat dibenarkan. Kejadian ini dapat dikategorikan adanya yang ingin mengotori institusi Polri. Hanya ada dua kemungkinan, yakni lolosnya Gayus tanpa prosedur karena ada pembangkangan aparat atau atas instruksi perwira lebih tinggi/penguasa. Sebetulnya terkuaknya kasus "jalan-jalannya" Gayus tidak begitu mengagetkan karena hal serupa kerap terjadi. Jangankan Gayus yang merupakan tahanan titipan karena masih menjalani proses pengadilan, Artalyta Suryani-terpidana kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan-diberi keistimewaan di Rumah Tahanan Kelas II Pondok Bambu, Jakarta Timur. Beliau mendapat ruangan seluas 80 meter persegi yang ber-AC, televisi, dan kamar mandi khusus. Setelah ketahuan dan Kementerian Hukum dan Ham memindahkannya ke Lapas Wanita Dewasa Tangerang, wanita yang akrab disapa Ayin ini juga mampu "membeli" keistimewaan. Wanita 47 tahun itu baru-baru ini bisa pergi ke Bandar Lampung menjenguk ayahnya yang sakit. Sepertinya dengan uang melimpah seorang tahanan bisa keluar tahanan kapan mereka suka. Kasus Gayus, Ayin, dan tahanan-tahanan serupa lainnya sekaligus membuktikan, kecurigaan bahwa kebebasan bisa dibeli oleh tahanan/terpidana berduit bukan isapan jempol. Kita yang berharap hukum berlaku sama bagi semua warga pantas kecewa berat. Harapan kita terhadap pemerintah dan institusi penegak hukum tak lebih dari angan-angan. Bayangkan, sulit dipercaya pada saat masyarakat menyoroti kasus rekening gendut milik petinggi Porli, serta saat ada oknum aparat kepolisian diadili karena tersangkut dalam mafia pajak, serta kecurigaan terhadap oknum jaksa dan hakim, ternyata masih ada aparat yang berani "menjual diri". Fakta yang ada pantas membuat kita semua apatis terhadap gempar-gembor pemerintah dalam memberantas korupsi. Kita ragu apakah pemerintah, aparat, benar-benar serius dengan program memberantas korupsi, membersihkan kepolisian, kejaksaan, dan para hakim dari tangan-tangan kotor, dari komplotan yang memperjualbelikan hukum. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mau tak mau harus lebih berfokus, lebih tegas, dan betul-betul berani melakukan gebrakan. Bersihkan seluruh institusi penegak hukum yang ada. Kembalikan fungsi Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung sebagaimana mestinya. Jangan ada campur tangan. Dengan demikian, jika ada yang tak beres dalam organisasi penegak hukum tak perlu ada keraguan membersihkannya. Kolusi, korupsi, nepotisme (KKN) sudah saatnya dihentikan, diberantas dalam arti sesungguhnya. Jangan jadikan hukum untuk membungkam lawan politik, jangan jadikan institusi penegak hukum sebagai senjata untuk menakut-nakuti pihak yang berseberangan dengan penguasa. SBY dan jajaran pemerintahannya dapat membuktikan kesungguhannya lewat berbagai kasus yang mencuat saat ini. Selesaikan kasus mafia pajak, kasus Bank Century, dan banyak lainnya sebagaimana mestinya. Selain itu, pemerintah juga harus tegas terhadap perilaku aparat penegak hukum yang masih memelihara budaya suap dalam menjalankan tugasnya. Dari informasi yang beredar bahwa Gayus telah memberikan sejumlah uang pelicin terhadap aparat penegak hukum. hal ini tentunya tidak boleh dibiarkan. Sudah saatnya reformasi total perilaku aparat penegak hukum ditegakkan demi mengembalikan kepercayaan masyarakat luas terhadap kinerja pemerintah. Kita khawatir, bila fenomena yang ditorehkan Gayus masih berlanjut, maka masyarakat justru akan semakin apatis dengan seluruh proses penegakan hukum di tanah air. Penulis, Alumni Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/