Refleksi : Kalau mau serius bukan kucingan dalam pemberantasan korupsi seperti dimainkan oleh rezim-rezim berkuasa di NKRI, ialah sita seluruh kekayaan koruptor dan keluarga dilarang melakukan akitivitas bisnis apa pun selama 50 tahun. SBY dan komplotannya hanya ngoceh tentang berantas korupsi. Salah satu koruptar kelas terberat dlam skala internasional ialah mantan presiden NKRI, jenderal TNI, haji Muhammad Soeharto, tidak diutik-utik. Bagaimana dengan Bank Century? Sudah tawat riwayatnya? Bagiama dengan jenderal-jenderal polisi yang berdompet tebal karena korupsi. Bagaimana dengan jenderal-jenderal TNI nan kaya raya, mereka luput? Tentu saja harus juga mengalami nasib yang sama, disikat kekayaan hasil korupsi. Lain dari cara ini, hanyalah nonabobo dengan bisikan cerita seribu satu malam.
http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/efektifkah-pemiskinan-koruptor/1319 Efektifkah Pemiskinan Koruptor? Selasa, 23 November 2010 | 8:18 Bagaikan kanker yang menggerogoti tubuh manusia, korupsi di negeri ini sudah menjalar ke banyak sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sepertinya, tidak ada lagi ruang di negara hukum ini yang bebas dari terpaan korupsi. Bahkan, tindak pidana yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa itu memperlihatkan keganasannya hingga kepada para penegak hukum. Mereka yang seharusnya menangkapi para koruptor, justru berkolusi agar seorang terdakwa atau terpidana perkara bisa luput dari jerat hukum. Atau paling tidak, orang-orang yang dicurigai melakukan tindak pidana korupsi tidak sampai menderita kendati mendekam di balik jeruji besi. Ini bisa tampak dari keluarnya terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan yang tidak perlu mengendap-endap bisa melenggang bebas bepergian ke Bali. Dengan kepiawaiannya, bekas pegawai Ditjen Pajak itu bisa keluar dari Rumah Tahanan Negara yang begitu ketat penjagaannya di Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, kemudian pelesiran di Pulau Dewata. Meski berada di dalam penjara, mereka yang dihukum dengan pasal-pasal tindak pidana pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak serta merta terputus hubungannya dengan dunia luar. Bahkan, para koruptor itu bisa menggunakan hartanya untuk menjaga agar komunikasi dengan orang-orang dekatnya tidak sampai terputus. Seseorang yang sudah dijatuhi hukuman penjara karena terbukti korupsi tidak langsung jatuh miskin. Lihat saja Gayus Tambunan yang meski pegawai negeri golongan tiga namun bisa menghamburkan puluhan miliar rupiah untuk menyuap para penegak hukum agar dia luput dari jerat hukum. Malahan kendati ditahan, terdakwa masih sanggup menggelontorkan ratusan juta sebagai upeti kepada para penjaga Rutan, sehingga dia bisa keluar masuk rutan dengan leluasa. Menghadapi begitu mudahnya seorang terdakwa keluar dari tempat penahanannya, mencuat usulan agar ada sanksi lain yang bisa membuat pelaku kejahatan yang merugikan keuangan negara itu menjadi tidak lagi berharta. Yaitu sanksi yang bisa memiskinkan terdakwa atau terpidana kasus korupsi. Ide itu bukanlah sesuatu yang baru, karena peraturan perundang-undangan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, memuat rumusan hukuman berupa kewajiban membayar uang pengganti. Sanksi di luar hukuman penjara itu berupa keharusan bagi terpidana untuk membayar sejumlah uang yang besarnya sama dengan dana yang diduga dikorupsi. Bukan itu saja, pengaturan mengenai sanksi hukum dalam perkara korupsi, juga memuat mengenai kewajiban membayar denda. Dalam kenyataan, kerap kali tuntutan pidana maupun vonis majelis hakim lebih ringan dari hukuman maksimal yang dicantumkan dalam undang-undang. Begitu sering pula hakim memvonis terdakwa perkara korupsi lebih ringan dari hukuman yang dituntut oleh penuntut umum. Bahkan sejak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, baru ada satu terdakwa yang diganjar dengan hukuman berat. Urip Tri Gunawan, jaksa di Kejaksaan Agung divonis 18 tahun penjara dalam kasus suap yang juga melibatkan seorang wanita pengusaha Artalyta Suryani. Akhir-akhir ini, pengadilan khusus kasus-kasus korupsi itu lebih banyak menghukum terdakwa antara empat sampai lima tahun. Nyaris tidak ada lagi hukuman penjara di atas 10 tahun terhadap para koruptor. Sulit untuk bisa menimbulkan efek jera bagi seorang koruptor apabila hukuman relatif ringan. Hukuman yang jauh lebih rendah dari sanksi maksimal juga tidak akan bisa menimbulkan rasa takut bagi orang lain untuk melakukan korupsi.Setiap berganti rezim, tekad memberantas korupsi selalu menjadi kalimat-kalimat pidato para petinggi negara. Tapi korupsi tetap saja merajalela. Tidak adanya ketegasan para penegak hukum dan tak konsistennya penguasa untuk memerangi korupsi membuat kejahatan yang menjarah uang negara itu seperti tidak pernah lekang. Sudah delapan tahun KPK berdiri dan menangkapi banyak koruptor, namun korupsi menebar mulai dari pusat pemerintahan hingga ke para birokrat di daerah. Peraturan perundang-undangan untuk memberantas korupsi sudah terus disempurnakan, kelembagaan pun terus dibuat, tapi posisi Indonesia tetap berada di urutan atas daftar negara-negara korup. Meski pemiskinan koruptor masih sebagai sebuah gagasan, perlu dipikirkan untuk memuat usulan itu dalam peraturan perundang-undangan agar bisa diterapkan. Hanya saja, efektifkah pemiskinan koruptor untuk membabat korupsi? Indonesia perlu meniru Tiongkok yang pemerintahannya membuktikan ketegasan sikap dan tidak kendur memberantas korupsi dengan memberlakukan hukuman mati. Bila pemiskinan pelaku tindak pidana korupsi dituangkan dalam rumusan undang-undang maka semakin kuatlah sikap kolektif antikorupsi. Sayangnya, hanya sampai pada tekad, sikap dan perilaku tetap saja permisif dengan korupsi. Undang-undang antikorupsi sehebat apapun hanyalah macan kertas, selama sikap tebang pilih masih ada di benak penguasa, dan juga penegak hukum tentunya. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/