Sejak UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diundangkan, pelaksanaannya sampai hari ini masih jalan di tempat.
Rabu,24 November2010lalu, rapatPansusBPJS dengan pemerintah mengalami jalan buntu karena tidak ada titik temu mengenai substansi RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diajukan DPR. Hal ini akan terus menunda terlaksananya UU SJSN.Padahal, jaminan sosial adalah wujud nyata perlindungan negara terhadap warganya. UU SJSN tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimanapun pemerintah harus bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.Rakyat harus terlindungi dari segala risiko akibat hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun. Perdebatan antara DPR dan Pemerintah dalam pembahasan RUU BPJS tersendat pada bagaimana bentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. DPR berpendapat bahwa bentuk badan yang akan mengelola jaminan sosial bagi seluruh masyarakat merupakan satu badan tunggal,berupa merger dari pengelola jaminan sosial yang ada. Badan tunggal tersebut harus bersifat nirlaba dan berbentuk hukum wali amanah. DPR menganggap bahwa BPJS yang disebutkan dalam pasal 52 UU SJSN harus berubah status dari BUMNmenjadiBadanHukumKhusus yang dibentuk oleh Undangundang. Status BUMN sebagaimana tujuan pembentukannya adalah untuk mencari laba sedangkan penyelenggaraan jaminan sosial merupakan tugas negara yang bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan rakyat dan pengelolaan dana amanah untuk sepenuhnya digunakan bagi kepentingan rakyat.DPR berinisiatif agar empat BPJS yang ada saat ini harus melebur menjadi satu badan tunggal dan bentuk badan hukumnya bukan BUMN tetapi merupakan wali amanah. Di sisi lain, pemerintah bersikukuh bahwa keempat BUMN yang disebutkan dalam UU Nomor 40/2004 merupakan BPJS yang sah untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, tidak perlu diubah status hukumnya ataupun dilakukan peleburan menjadi bentuk tunggal. Pemerintah menyadari bahwa keempat BUMN tersebut sedang melakukan penyesuaian sehingga sesuai dengan prinsipprinsip SJSN. Pemerintah berpandangan bahwa bentuk tunggal yang diusulkan dalam RUU BPJS tidak sejalan dengan amanat UU SJSN. Dalam Pasal 1 ayat 2 secara tegas dinyatakan: “Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapabadan penyelenggara.“ Pemerintah tetap beranggapan bahwa keempat BUMN masih relevan untuk menjalankan jaminan sosial baik dari aspek hukum maupun teknis operasional. Ditambah lagi dengan kinerja BUMN tersebut selama ini telah menjalankan prinsip-prinsip korporasi yang sehat dan tata kelola (governance) yang baik. Dari aspek hukum,pemerintah memberi alasan bahwa badan hukum BUMN memungkinkan untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak (Pasal 2 Ayat 1c UU 19/2003). Bahkan, dalam Pasal 66 UU 19/2003 menyatakan bahwa pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum. Pemerintah menambahkan juga bahwa dalam Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 2/1992 tentang Perasuransian menyatakan: “Program asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN.” Masing-masing pihak, baik DPR maupun pemerintah, tentu mempunyai argumen hukum yang kuat dan masuk akal. Kalau masing-masing tidak mau beranjak dari sudut pandangnya sendiri sampai kapan pun tidak akan mencapai titik temu. Hal ini akan dipengaruhi juga oleh tingkat kepentingan masing-masing. Jika masalah ini tertunda,sampai mendekati pemilu misalnya, persoalannya menjadi lain dan akan melebar lebih jauh bahkan bisa kehilangan esensi sebenarnya. Jika tidak ada lobi dan pendekatan yang luwes dari kedua belah pihak akan timbul resistensi yang makin kuat untuk mempertahankan pendapatnya masing-masing lalu akan berkembang kecurigaan dari sudut yang berbeda.Pemerintah terutama Kementerian BUMN dianggap tidak mau berubah dan tidak mau melepas kekuasaannya terhadap BPJS. Sebaliknya DPR juga dianggap punya kepentingan politik sendiri-sendiri. Peran DJSN Kalau kita urut sejak disahkannya UU SJSN tanggal 19 Oktober 2004,Pemerintah memang lamban dalam menyiapkan implementasinya. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang berfungsi untuk merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional baru dibentuk beberapa tahun sesudah UU SJSN ditandatangani. Belum lagi jika dilihat komposisi anggota DJSN semuanya masih merangkap dalam jabatan lain dan operasionalisasinya belum dilengkapi dengan sumber daya yang memadai. Karena itu,wajar jika tenggat waktu yang disebutkan dalam Pasal 52 Ayat 2 UU SJSN,di mana semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS agar disesuaikan paling lambat 5 (lima) tahun, tidak tercapai. Saya menduga, pembahasan RUU BPJS akan berkepanjangan dan berlarut-larut tanpa mendapatkan titik temu. Padahal, kebutuhan rakyat untuk mendapatkan jaminan sosial, terutama jaminan kesehatan sebagai prioritas pertama, tidak bisa ditunda-tunda lagi. Contoh belum sinkronnya penyelenggaraan jaminan sosial terlihat dari penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin (dalam UU SJSN ada di Pasal 14 sebagai Penerima Bantuan Iuran) dilaksanakan berubah-ubah tidak sejalan dengan prinsip asuransi sosial. Sebenarnya DJSN-lah yang harus bisa memelopori dan merumuskan kebijakan umum penyelenggaraan jaminan sosial nasional. Jika hambatannya terletak pada kompetensi dan fokus para anggota DJSN, maka pemerintah harus memilih orang yang tepat dan menyediakan semua kebutuhan agar DJSN berfungsi optimal. Jika terjadi deadlock dalam pembahasan RUU BPJS, bukan berarti penyelenggaraan jaminan sosial jadi mandeg. Sebenarnya masih banyak PR yang bisa dilakukan oleh DJSN dan BPJS untuk melakukan penyesuaian agar prinsipprinsip SJSN segera dijalankan. DJSN harus mendorong terciptanya sinkronisasi kebijakan dalam administrasi kepesertaan dengan identitas tunggal, penetapan besaran iuran/kontribusi, manfaat, penetapan besaran pembayaran/ tarif, biaya dan lain-lain yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah maupun peraturan lainnya. Koordinasi dan kerja sama yang intens menjadi kunci kesuksesannya. BPJS yang ada harus terus didorong untuk melakukan penyesuaian terhadap 9 prinsip SJSN. Sejauh ini, keempat BPJS telah dibebaskan dari kewajiban untuk membayar dividen kepada negara yang diatur dalam perubahan Anggaran Dasar masing-masing BPJS. Pembebasan kewajiban tersebut dilakukan secara bertahap.Misalnya PT Asabari (Persero) pada 2002, PT Taspen (Persero) pada 2004, PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) pada 2007.Dengan pembebasan kewajiban tersebut, laba/surplus hasil pengelolaan sepenuhnya dikembalikan untuk peningkatan manfaat kepada peserta. Belajar dari pengalaman negara lain, penerapan sistem jaminan sosial yang bersifat nasional membutuhkan waktu yang panjang dan skenario jangka panjang yang mendalam serta komprehensif.Kebiasaan kita berpikir jangka pendek yang kadang-kadang dicampuri kepentingan politik sesaat akan membuat tersesat dari tujuan utama yaitu memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan pada Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 34 Ayat (2) UUD 1945. Memang, membangun sistem jaminan sosial nasional tidak semudah membalikkan telapak tangan. Negara maju seperti Jerman dan negara maju lainnya membutuhkan puluhan tahun sampai pada konsep yang lebih baik. Bahkan tidak usah jauh-jauh dibanding negara tetangga seperti Thailand atau Filipina kita masih sangat ketinggalan. Saya kira, untuk mewujudkan sistem jaminan sosial nasional,kita harus melangkah dari kondisi yang ada.Langkah itu ialah membenahi seluruh potensi yang sudah ada dengan skenario jangka panjang yang didasari roadmap yang jelas. Komitmen semua pihak, terutama political will dari pemerintah,menjadi kunci penting terlaksananya jaminan sosial nasional di Indonesia. Semoga.(*) Tono Rustiano Pemerhati Jaminan Sosial, Mahasiswa Program Doktor FKM UI http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/366450/ Berbagi berita untuk semua [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/