Koruptor, Pengkhianat Bangsa

Oleh Irfan Ridwan Maksum Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Negara

FISIP-UI







HIDUP mewah para koruptor yang su dah terjerat proses hukum menjadi

bukti bahwa korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime)

belum menjadi bagian dari kesatuan gerak pemberantasan dan pencegahan

penyakit bangsa nomor satu di Indonesia.



Semakin terkuak bongkahan puncak gunung es ketika Gayus melenggang ke

Bali dengan mudah walau sudah menjadi pesakitan di Mako Brimob Kelapa

Dua. Sesuatu yang tidak mungkin untuk kejahatan lainnya walaupun tidak

disebutkan dalam UU sebagai kejahatan luar biasa.



Kesimpulannya, belum cukupkah energi untuk menggerakkan proses

penyembuhan penyakit kronis tersebut dari bumi Indonesia?

Peyorasi kejadian luar biasa Riggs (1960) menyimpulkan adanya budaya

formalisme yang kuat tumbuh dalam tubuh bangsa negara berkembang

termasuk Indonesia.

Dalam konsep agama, formalisme itu biasa disebut dengan istilah

munafik, yakni adanya beda antara yang tertulis dan kenyataannya dan

beda antara yang terucap dan apa yang dilakukan.



Ciri-ciri penyakit itu yang mengkhawatirkan adalah me makan potensi

positif dari pihak lain yang belum terpengaruh atau masih lemah

derajat formalismenya. Pelakunya, orang munafik, ditandai keinginannya

diterima semua kalangan dan akhirnya meminta orang lain berperilaku

sama.



Dengan demikian, kemunafikan akan selalu meminta korban. Oleh karena

itu, justru orang yang baik akan tertelan.

Akhirnya, ketika semua orang menjadi munafik, orang yang tidak munafik

atau tidak berpaham formalisme malah dianggap aneh.



Hingga saat ini, budaya formalisme menjadi perilaku bersama bangsa

Indonesia.

Dengan demikian, di Indonesia, orang yang tidak formalistis malah

dianggap aneh. Oleh karena itu, jika menganggap bahwa korupsi itu

kejadian luar biasa betul-betul dijalankan dan diberantas, orang itu

akan dianggap aneh orang tersebut. Dalam hal ini, tengah terjadi

penyusutan makna (peyorasi) mengenai korupsi sebagai kejahatan luar

biasa sejak UU yang mengatur KPK diberlakukan.



Struktur nilai dan struktur sosial-politik juga dipahami bangsa

Indonesia tidak mengarah pada kesatuan pemaknaan korupsi sebagai

kejahatan luar biasa. Namun, dalam retorika, diskusi, dalam

pemandangan politik semua nampak sepakat menuliskan dan mengatakan

sebagai kejahatan luar biasa. Namun, pada saat perwujudan menghilang

dan lenyap sebagai penyakit, terjadi penyusutan yang luar biasa. Itu

adalah sebuah asa. Itu adalah sebuah kemunafikan yang nyata dalam

praktik negara Indonesia. Ada hubungan yang kuat antara pemberantasan

dan pencegah an perilaku korupsi bangsa Indonesia dengan kemunafikan

ini.

Suntikan energi Formalisme di Eropa ditepis dengan gerakan struktur

yang sangat kuat dengan memberikan power dan energi kepada negara

untuk otonom dan menjadi gerakan kultural yang masif merasuki

rasionalitas masyarakat Eropa.

Telah ratusan tahun ini menjadi sebuah gerakan nilai yang terintegrasi

dalam masyarakatnya, menjadi etika moral yang berpengaruh.



Kini masyarakat Eropa menghadapi musuh yang tidak ringan, yaitu

serangan terhadap celah-celah ketidaklengkapan struktur formal

tersebut. Namun, kemajuan ilmu dan teknologi mereka manfaatkan untuk

menjadi garda penepis rapuhnya struktur tersebut. Kultur formalisme

sudah lama dikubur di sana. Jangan main main dengan orang Barat kalau

sudah berjanji. Buat mereka janji adalah harga mati dan merupakan

ukuran kredibilitas seseorang.



Eropa dan negara maju menghadapi penyakit lain yang berupa serangan

pembangkangan, baik terlihat maupun tidak.



Dalam ekonomi politik di sebutkan dengan jelas sebagai a sikap

`oportunis'. Yang terlihat r tentu mudah ditumpas, yang a sulit adalah

pembangkangan tidak terlihat. Sebetulnya ka E rena rasionalitas

masyarakat t Eropa kini terbangun sedemikian rupa, wajar jika salah

satu rujukan, misalnya North (1993) mengatakan bahwa penyakit-penyakit

kekinian di atasi dengan amandemen terus-menerus peraturan yang ada.



Pembangkangan masyarakat Eropa hanya soal sikap oportunis yang dapat

dicegah jika seperangkat aturannya diperbaiki karena akan dipatuhi,

kemudian direspons kembali untuk mencari kelemahannya begitu berulang

sampai akhir zaman.



Di negara berkembang bukan saja sikap oportunis, melainkan juga

menghadapi kemunafikan dalam praktek negara (baca: formalisme) yang

menjadi musuh terlihat, tetapi tidak mudah ditumpas karena menyangkut

kebiasaan dan perilaku bersama.



Formalisme itu harus ditantang dengan gerakan ideologis yang sarat

nilai dan berefek pada p e r u b a h a n k u l t u r.

Gerakan itu bisa didorong dengan mengembalikan proses penyusutan.

Terobosannya adalah menempatkan posisi ko rup si pada pengkhianatan

bangsa.



Pengkhianatan dan pelakunya (pengkhianat) dalam tradisi Eropa yang

didahului kemajuan peradaban Islam disematkan yang utama adalah pada

orang munafik.



Dengan kata lain, orang yang komitmennya rendah bahkan yang

bertentangan dengan komitmennya ditempatkan sebagai pengkhianat.

Oleh karenanya dalam manajemen negara bangsa-bangsa tersebut selalu

ditumpas.

Mereka keras memerangi kaum munafik. Mereka keras mengatasi orang yang

komitmennya rendah bahkan tidak memiliki komitmen. Koruptor amatlah

tinggi kadarnya sebagai orang munafik.



Untuk menjadi koruptor kelas teri harus melewati dulu atau berlatih

dahulu menjadi orang munafik, apalagi koruptor kelas kakap. Mereka

terlatih dan terdidik oleh lingkungan maupun oleh strukturstruktur

nilai, sosial-politik yang ada. Dengan demikian, pengkhianatan itu

terlatih.



Jika kita tempatkan koruptor itu pengkhianat, besar sekali energi

untuk menumpasnya.

Efeknya juga adalah adanya gerakan kultural yang bisa berimbas pada

rasionalitas bangsa. Gerakan itu menjadikan kita menyisakan persoalan

manajemen organisasi negara hanya pada soal oportunis manusia.



Soal ini sampai kapan pun akan hidup hingga akhir zaman sehingga

justru dituntut sistem organisasi negara harus semakin lengkap. Bahkan

sikap itu juga hidup dalam struktur organisasi informal.



Dengan begitu, sikap-sikap tersebut dapat diminimalisasi sedemikian

rupa melalui perbaikan sistem (peraturan perundangan) agar tidak

mengganggu efektivitas manajemen organisasi negara.



http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/11/26/ArticleHtmls/26_11_2010_014_003.shtml?Mode=0



Berbagi berita untuk semua
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke