Oleh Frenky Simanjuntak



Strategy without tactics is the slowest route to victory. Tactics

without strategy is the noise before defeat.



Sun Tzu



Untuk memenangkan perang diperlukan strategi. Ini hal yang jelas dan

tidak perlu diperdebatkan.



Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya pada Desember

2009 menyatakan perang melawan korupsi, logika mengatakan bahwa

Presiden tentu sudah memiliki strategi khusus untuk memenangkan perang

tersebut.



Satu tahun hampir berlalu sejak pidatonya, situasi pemberantasan

korupsi di Indonesia tetap saja jalan di tempat. Hal ini antara lain

dapat dilihat berdasarkan indikator skor Indonesia dalam Indeks

Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) 2010 yang masih

belum bergeser dari angka 2,8.



CPI adalah instrumen pengukuran korupsi global yang dibuat

Transparency International dengan rentang indeks 0-10, di mana 0

dipersepsikan sangat korup dan 10 sangat bersih. Apakah ini berarti

pidato Presiden hanya sekadar janji politik dan pemerintah sama sekali

tidak memiliki strategi apa pun untuk berperang melawan korupsi?



Salah satu elemen paling penting dalam penyusunan strategi adalah

penetapan target capaian. Tanpa adanya target, strategi akan

kehilangan makna dan hanya akan berupa serangkaian aktivitas yang

tidak jelas arah tujuannya.



Dalam konteks strategi pemberantasan korupsi, pemerintah ternyata

punya target capaian. Capaian itu dapat ditemukan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014. Di dalamnya

ada target demokratisasi dan penegakan hukum dengan salah satu

indikator skor Indonesia dalam CPI 2014 adalah 5.



Secara metodologi, penetapan CPI sebagai target capaian pemberantasan

korupsi sebenarnya sangat bermasalah. Transparency International dalam

setiap publikasinya tentang CPI selalu mengingatkan bahwa CPI bukanlah

instrumen yang tepat untuk menganalisis kecenderungan perubahan

antarwaktu. Ini karena metode CPI menggabungkan indeks dari berbagai

sumber survei yang bisa berbeda dari tahun ke tahun sehingga perubahan

skor dapat terjadi akibat perubahan metode dan bukan representasi

perubahan sesungguhnya di lapangan. CPI lebih merupakan potret situasi

tahunan korupsi di suatu negara.



Sepertinya pemerintah tidak mengindahkan fakta ini ketika menyusun

target capaian RPJMN. Dalam penyusunan strategi perang, penentuan

target capaian yang tidak tepat merupakan kekeliruan fatal.



Bantai atau bumi hangus?



Dalam perang melawan korupsi, teori perang konvensional bisa

diaplikasikan. Teks-teks mengenai teori perang menyebutkan, paling

tidak ada dua tipe perang, yaitu war of annihilation dan war of

attrition.



War of annihilation atau perang pembantaian mengacu pada strategi

penghancuran total kemampuan berperang dalam beberapa atau bahkan

dalam satu pertempuran yang menentukan. Strategi perang ini digunakan

Napoleon Bonaparte dalam Pertempuran Austerlitz (1805) melawan pasukan

koalisi Kerajaan Rusia dan Australia.



Pertempuran Austerlitz secara efektif menghancurkan perlawanan negara-

negara Eropa terhadap kekuatan Kerajaan Perancis. Dalam perang melawan

korupsi, strategi perang pembantaian bisa diaplikasikan dalam bentuk

penyelesaian secara cepat dan tegas kasus-kasus korupsi besar,

penangkapan koruptor kelas kakap dan berpengaruh, dan pemberian

hukuman maksimal kepada para koruptor.



War of attrition atau perang bumi hangus adalah strategi perang yang

bertujuan menghancurkan kemampuan bertempur lawan lewat perang

berkepanjangan dan penghancuran sumber daya logistik dan personel.

Ketika Kerajaan Romawi diinvasi pasukan Carthage di bawah pimpinan

Hannibal Barca dalam perang Punic Kedua (218-202 SM), Konsul Fabius

menggunakan strategi bumi hangus.



Ia menghancurkan jalur suplai makanan dan bantuan personel dengan

membakar desa-desa dan ladang gandum yang akan dilewati pasukan

Cartaghe. Strategi Fabius ternyata efektif memaksa pasukan Cartaghe

mundur.



Dalam perang melawan korupsi, strategi bumi hangus dapat diaplikasikan

dengan cara menutup ruang gerak koruptor dalam birokrasi melalui

penerapan reformasi birokrasi, pengawasan yang efektif, dan penerapan

transparansi. Strategi ini bila diterapkan secara efektif akan menutup

ruang gerak dan jalur-jalur suplai uang haram para koruptor.



Strategi pencitraan



Sebagai mantan jenderal lulusan terbaik Akabri angkatan 1973, Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono tentunya sangat paham mengenai strategi

perang tersebut. Doktrin perang modern menyatakan bahwa strategi

perang berkembang dan saat ini strategi perang pembantaian ataupun

bumi hangus secara murni tidak aplikatif lagi. Sama halnya dalam

perang melawan korupsi, kedua strategi pertempuran tersebut harus

digunakan dengan melihat prioritas yang terukur secara jelas.



Persoalannya, pemerintah seakan tidak memiliki skala prioritas yang

jelas dalam pemberantasan korupsi. Penegakan hukum dan penindakan

kasusnya tanggung. Reformasi birokrasi dan penerapan tata kelola

pemerintahan yang baik juga berjalan sangat lambat.



Seharusnya pemerintah membuat gebrakan berani dengan membongkar kasus-

kasus besar yang melibatkan orang-orang kuat, misalnya dengan

menindaklanjuti kesaksian Gayus Tambunan di persidangan atau kasus cek

pelawat di DPR. Prioritas reformasi birokrasi harus difokuskan pada

sektor-sektor strategis, seperti aspek perizinan usaha dan tata kelola

industri ekstraktif.



Alih-alih melakukan hal itu, pemerintah justru menerapkan strategi

pencitraan dengan institusi-institusi taktis dan ad-hoc yang ternyata

tidak efektif dalam memerangi korupsi yang sistemik. Strategi

pencitraan mungkin jitu untuk kepentingan pemenangan pemilu, tapi saya

kira tidak tepat bila diterapkan untuk berperang.



Dokumen Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi dan Rencana Aksi

Pemberantasan Korupsi 2010-2025 telah diluncurkan awal tahun ini oleh

Bappenas. Dokumen yang rencananya akan diresmikan sebagai peraturan

presiden, ternyata sampai saat ini belum ditandatangani sehingga tidak

punya kekuatan hukum. Ironis rasanya bahwa perang yang dicanangkan

oleh Presiden hampir setahun yang lalu ternyata hanya mengandalkan

taktik tanpa strategi.



Frenky Simanjuntak Manager Economic Governance Department Transparency

International Indonesia



http://cetak.kompas.com/read/2010/11/25/03023825/perang.tanpa.strategi.lawan.korupsi

Berbagi berita untuk semua
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke